Senin, 30 Januari 2023

Nara Bali Dwipayana dengan Hyang Widhinya

 

Nara Bali Dwipayana dengan Hyang Widhi-nya
I. Pengantar

Siapa kategori Nara Bali Dwipa? apa ciri khasnya? mana dresta Bali yang dapat dijadikan pegengan untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi Bali?

II. Pembahasan dan Diskusi

Nara Bali Dwipa adalah manusia Bali yang memang mengikuti ajaran Bali sejak prhindu sampai sekarang, yang mana itu kebalian disebut dresta Bali. Dari analisis sejarah dimaksudkan keblian itu adalah "pemujaan roh leluhur", dan "sang Catur Sanaknya". Setelah mengenal huruf dijadikan aksara Modre, yaitu Sa-Ba-Ta-A-I (raga/Iswara dia saja bisa ngomong manusia, yang lainnya dimodrekan). 

1. Kalau I (raga-nya) adalah sang Roh (Atman) dihibridkan dengan brahman (Brahman-AtmanAikyam) manunggaling kaula-gusti (ajaran Lontar Aji Naya Sandhy) dalam konteks Ongkara Ngadeg-Ongkara Sungsang. Inilah sang roh yang dipuja dan dibuatkan rumah dewa (Merajan/Sanggar/h). Dilakukan dalam pelaksanaan Ngaben di Bali (Ngaben-- mekelin- funeral gift), sebelumnya ngaben dalam konteks ngaba+in (ngaben) sudah ada sejak zaman Megalithikum (kesadaran akan adanya sang roh). 

2. Mrajapati, salah satu sang catur sanak, distanakan di Pura Mrajapati (Pura  Ulum Setra) jauh sebelum sekta durga/iewasidanta datang ke Bali dia sudah ada. Berfungsi Nyaga Satru untuk seluruh desa dengan batas-batas desa itu, menjadi tugasnya secara niskala. 

3. Anggapati, menjadi Tugun Karang, berfungsi untuk menjadi keselamatan dengan batas pekarangan di Bali. Dalam lontar selanjutnya, karen sang catur sanak diturunkan gridnya menjadi Butakala (Kala Mraja pat, anggapati, banaspati dn banaspatiraja). ini kemudian zaman pengaruh hinduisme menjadi didewakan (Div=Sinar), sehingga menjadi Dewa Catur Lawa (Dewa Nyatur) dalam konsep Tapak Dara. 

4. Banaspti, menjadi juru sapuh dn lurah di Merajan, Pura, dan tugasnya mengamankan daerah parhyangan, sehingga disbut 'Panglurah Agung (Penguasa Niskala), Pengenter Agung (mangku Niskala)  jabatan yang biasa diberikan dalam memberikan sesajen banten, ajengan, suduhan lain seperti kopi,, teh dan sebagainya. 

5. Banaspatiraja, sebagai penjaga manusia dimana saja, kapan saja, mengikuti manusia yang bakti padanya. Dialah masternya/ratun Liak, dukun, dan taksu lainnya sesuai dengan spesialisasi sang balian. Apakah balian Usada, Ketakson, Turunan, dan sebagainya. dengan demikian LIAK (linggih aksara) adalah dasar untuk menemukan taksunya kebalian. 

    Prinsip dasar pemujaan roh leluhur dan sang catur sanak inilah menjadi lokal genius Nara Balidwipayana (perjalanan sejarah manusia Bali). Dan kehebatannya adalah kemampuna untuk melkukan hibridasi pada sistem religi dari India (disebut Agama/wedha). yang pada hakikatnya adlah pengalan kebhatinan India dibukukan dan disebut weda, sehingga mulanya juga sebuah tradisi di India dibukukan dan dikodifikasi menjadi Kitab Cuci Agama Hindu disebut Wedha.  

    Jadi kemampuan melakukan Mixing, Hybridasi, Bekisarisasi sistem religi India dengan Sistem religi Bali, sehingga menjadi "Agama Baru" di Bali yang sesungguhnya perpaduan antara Wedha/Widhi dengan Kebalian di atas. Percampuran ini disebut bekisarisasi/hybridasi,"disebut Agama Hindu di bali", perubahan agama dari sebelumnya disebut Agama Tirta (peradaban air) menjadi pengaruh dewa-dewa India sehingga berubah dari mulanya hanya memuja Bhatara (bathr/pelindung), menjadi memuja sinar matahari (Dewa/Div) inilah disebut Widhi/Wedha.  

III. Hyang Widhi

    Jadi Hyang dari manusia dengan prosesi ngabain (ngaben) mekelin ke alam dewata (Sinar); sedangkan Widhi adalah tradisi India/Wedha, dengan berbagai sinarnya dipuja tetapi hakikatnya sama yaitu berasal dari Radiyta/ Surya. Menginagtkan kita pada  sejarah mesir memuja Dewa Amonra (Dewa Matahari); Jepang memuja Ametrazu, juga memuja alam terang, dari berwujud 'Kunag-kunang", malam hari menjadi Bulan (Purana), dan kemudian Matahari, sumber galang apadang dalam doa Bali. Dengan demikian Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sama maknanya memuja :Beliau (ida), Sang/Dang kata sandang terhormat, hyang (orang sudah mati), widhi (wedha), wasa (kuasa). Jelas hybridasinya, dan jelas asal-usulnya, dan konsep penyatuan diawali dengan membuat esensi berupa pematuh, dengan berbagai ritual untuk dapat mensejajarkan roh leluhur manusia Indonesia (Bali) , dengan sinar suci (dewa meraga suci). Inilah Hyang Widhi sebagai konsep penyatuan, panunggalan, pengingkupan, sehingga ada acara mlagia, mepasah, bia tanem, ngiyehin (pada Catur desa Gobeleg).   

IV Simpulan 

Narabalidwipayana adalah perjalanan manusia Bali dalam menapaki [engaruh asing ke nusantara, dengan kemampuan geniusnya dapat beradaptasi dengan sistem religi luar, dengan demikian dikenal dengan Lokal Wisdom (Kearipan lokal). Seperti wujud hibridasi Hyang-Widhi, catur sanak jadi dewa nyatur, dan sebagainya. Rekomendasi tolong bukukan seluruh bentuk banten, fungsi banten, dan makna banten serta ritual lainnya, terkait dengan agama hindu di Bali. maka akan menjadi Wedhanya Bali, atau tradisi tertulis, seperti lontar jika dipahami semuanya akan menjadi "wedha" yang lahir di Bali. Terimakasih.  Hibridasi inilah senjata leluhur kita sehingga sampai sekarang kebalian itu tetap eksis sehingga layak disebut Kabajikan lokal dan kecerdasan lokalnya sangat luar biasa. terimakasih


Dompu Awang dalam Babad Buleleng

 Dompu Awang Dalam Babad Buleleng

1. Pengantar

Pembahasan babad sebagai sumber sejarah memang memiliki kesulitan tersendiri dalam menjadikannya sebagai sumber penulisan sejarah. Sejarah dalam artian "membedah kenyataan historis, sebagai peristiwa yang benr-benar terjadi, dengan agennya manusia biasa, bukan dewa dan bukan pula tuhan, yang tidak dapat dijelaskan dan harus diterima sebagai "given granted". Paling tidak ada logika historis terkait dengan waktu, tempat-agen-struktur yang berlimang di dalamnya. menentukan konteks waktunya terutama sangat penting dalan ilmu sejarah, sebagai peristiwa manusia terkait dengan waktu dan tempat kejadiannya, sebagai cara kerja wartawan dalam menulis berita menggunakan konsep 5W+H.                      

Dengan demikian sangat menarik membahas tokoh yang disebutkan Dompu Awang dalam Babad Buleleng yang banyak dijadikan sumber dalam penulisan jejak sejarah  Buleleng.  Terutama terkait dengan kapal kandas di Pura Penimbangan yang mana diceritakan kapal milik dompu awang yang kandas dibantu oleh Ki Barak Panji, kemudian kapal dapat diselamatkan dan melanjutkan perjalanannya, sedangkan Ki Barak Panji mendapatkan hadiah isi kapal itu oleh Dompu Awang, terutama secara a historis dikait-kaitkan dengan mitos saktinya keris bernama Ki Baru Semang dalam peristiwa itu.  Pertanyaannya siapa dompu awang itu? Digunakan untuk apa kekayaan yang sekapal itu oleh Ki Barak panji?

2. Pembahasan

Ada catan sejarah dalam prasasti Gondosuli (OJO III) berangka tahun 769 Caka atau 847 Masehi menyebutkan adanya pejabat Dang Pubawa(ng) Glis. Lafal Jawa kemudian dalam sumber selanjutnya menyebutkannya dengan Dang  Pubawang kemudian menjadi Dompubawang, yang berarti "Nahoda Kapal Besar atau  Saudagar kaya" , atau pemimpin perjalanan dengan kapal di laut. Sedangkann kata Dang setara dengan kata Sang adalah kata Sandang berarti orang yang dihormati; sedangkan kata Pubawang berasal dari kata pu+bawan, pu sama dihormati, sedang bawan berarti jala, kendaraan. Uraian ini ditemukan Pad Prasasti Gondosuli yang ditemukan di Lereng Gunung Sumbing; berbahasa Melayu Kuno. Itu menyiratkan pada abad ke-8-10 telah terjadi hubungan dagang antara jawa dan Sumatra sekitar tahun 700 M (Prasasti Sojomerto). Dapat juga dihubungkan antara Mataram dengan Sriwijaya pada abad ke-9. Penegasan bahwa bawan  adalah perahu dapat dilihat dalam prasasti Kubu (827 Saka berbunyi 'mwang ikanang rama i kubu-kubu...an pinaka bawan ing wai" (kemudian rama di Kubu-kubu ..bagaikan perahu di Sungai). Lihat juga prasasti Talang I (825 Caka) "makamitana ikanang kamulan muang perahu umantassakna sang bawan pratidina" (alasanya di sana {ada} kamulan dan perahu yang mendarat dan dikendarai setiap hari). 

Jadi karena bawan sama dengan perahu, Pu +Bawan sama dengan nahoda kapal terhormat, dengan denikian dapat dikatakan bahwa Dompubawang bukan manusia, tetapi jabatan sebagai nahoda kapal laut besar. 

3. Konteks Babad Buleleng 

Babad Buleleng menyebutkan kapal kandas di Lokasi Pura Penimbangan adalah milik nahoda kapal besar/ dompubawang, siapa namanya.....)tidak disebutkan). Dalam penulisan sejarah buleleng sering disebutkan seolah-olah bernama Mpu Awang (Dompu (b) awang, sehingga menjadi seperti nama nahoda kapal tersebut. Sebagai pelurusan pengertian berdasarkan prasasti yang ada sebelumnya, dari kata  Dang Pubawa(ng) Glis, menjadi Dang  Pubawang  kemudian Dompuawang. Tetapi jika dianggap sebagai manusia, tentu jabatan itu ada orangnya  yang menjabata sebagai dompuawang, sehingga secara historis kenyataan itu tidak terlalu mengubah makna yang terkandung di dalamnya, dari jabatan menjadi seperti orang, hal ini setara denga kasus Kuturan dari jabatan menjadi seperti nama Mpu Kuturan (Nama pejabat itu melekat pada jabatannya), sama dengan sebutan nama seorng menjabat dekan, bernama Sukadi, serinf disebut Pak Dekan (Sehingga dekan menjadi seperti nama). 

4. Pendirian Kerajaan di Sukasada

Untuk apa kekayaan sekapal itu kemudian? dalam sejarah dikenal ada hukum tawan karang yaitu penduduk lokal berhak menyita dan menawan kapal yang kandas di perairannya, dengan menyelamatkan kapalnya, sebagai hadiahnya diberikan untuk mengambil barang dagangan atau isi kapal itu. Secara kronologia, setelah peristiwa itu Ki Barak Panji memindahkan pusat pemerintahannya dari Panji (lokasi awal kerajaannya) setelah mengalahkan kekuasaan Ngakan Gendis, dengan memindahkan Pura Desa Gendis ke Panji dan mengawini anaknya bernama Ayu Juruh. Kemungkinan Ngurah Panji sebutannya kemudian setelah di Sukasada memindahkan pusat pemerintahannya, mendekat dengan daerah kekuasaan Desa Bali Aga, untuk mendapat dukungan penuh dari asal-usul ibunya (Pasek Gobleg), dapat dipahami hubungan Sukasada dengan Gobleg menjadi sangat erat, terbukti banyak pasukannya berasal dari Panjak Dalem Tamblingan (Gobleg), baca Babad Gobed, yaitu sebuah babad nampaknya dibuat di Sukasada, bersamaan dengan Lontar Amerta Jati, banyak mengulas ajaran Bali Gobleg berbeda dengan apa yang dipahami oleh Ngurah Panji. Bahwa bersamaan dengan babad itu juga dibuat Babad Buleleng (Di Sukasada), sehingga menjelaskan peristiwa awal perjalanan Panji Sakti (Nama setelah mengalahkan Blambangan), sampai akhirnya menunjuk daerah kuasanya (sama dengan Vissi saat babad dibuat), menunjuk persetujuan raja Dalem Tamblingan bernama Panji Landung (sesungguhnya sterilisasi/presentasi gobleg pada saat itu). 

Bahwa tidak mungkin membuat Teruna Goak di Panji karena raja masih belum punya kekayaan seperti setelah mendapatkan limpahan kekayaan dari Dompuawang. Pasukan Taruna Goak memberikan paparan simbolik, sebagai pasukan air (Pasukan peradaban air/waisnawa), seperti dipahami tamblingan sebagai kuasa danau sebagai sumber air, yang memiliki pengaruh sampai ke daerah Jatiluwih dan Soka Tabanan, ikut Nyubak di Pura gubug Danau Tamblingan. Pura Dalem Tamblingan sebagai rumah raja (Puri) sedangkan Pura Gubung adalah Pura Subak Pusatnya, yang disungsung bersama oleh orang yang ikut menggunakan air danau Tamblingan. Tentu Meru yang ada di sana ada kaitannya dengan pemujaan Leluhur/Raja/Penguasa Dalem Tamblingan, walaupun kemudian "diisi dengan nilai baru/mojopahitisasi/hisnuisasi peradaban air" menjadi seperti yang dipahami sekarang. Jika logika hsitoris ini dapat dipahami, maka dapat ditambahkan pengalaman sejarah yang hilang untuk menyakinkan alasan yang saya buat untuk mengatakan Meru itu stana dari pengausa di sana, karena Meru berasal usul (witnya) dari  Punden Berudak zaman Megalitikum. Jika di Dalem Tamblingandi temukan Patung Nenek Moyang yang sangat tua (Patung Premitif) hanya mengutakan wujud saja, maka dapat dipahami sejarah sebelum meru menjadi inti semua palinggih du Bali (Cf. Punden Berundah Selulung di Pura Mihu/Miru (h/r)). Dari awal abad masehi sampai abad ke-10 (mulai Meru merebak) sejarah daerah sekitar Tamblingan kurang diungkap, sejarah hampir 1000 tahun terlupakan, karena punden berundak adalah peradaban bangsa asia tenggara (Melayu Austronesia. Hal ini perlu digali sebagai perpanjangan wawasan ke masa silam sehingga tidak menjadi bayi setelah masa tua (sakit Invantil/ orang tua yang kekanak-kanakan).

5. Dari Sukasada ke Ibu Leleng

Kejayaan Sukasada berakhir dengan meninggalnya Danuresta (Danur Astra) dalam pernag Balmabnagn ke-2, kematian anak kesayangannya ini, menjadikan I Gusti Ngurah Panji Sakti bersedih, dia sudah semakin tua, dan Menguwi menjadi makin besar dan anaknya (selain Danuresta) tidak ada yang dianggap dapat mengantikannya, karen anaknya itulah yang didik oleh orang Belanda seperti Moses yang dijadikan penasihat kerajaan (belanda menganggap pengkianat besar). Kematian anaknya itu, mengantarkan untuk membuat Kubu Baru di tenggara sebuah palinggih ibu Leleng (sendeh) karena tergerus air, yang sekarang menjadi inti paling timur dari Pura Balai Agung (Pura Kerajaan Buleleng) zaman Panji Sakti. Sejak itulah Buleleng dibangun menjadi Ibu  Kota Singaraja, bernama Buleleng. Dikonstruksi dari folklor masyarakat Menyali dan Bulian terkait dengan "Perang manusia di Tanah Pola Jagaraga. karena dihubungkan dengan Kemong yang diberikan pada Bulian, dan kemong itu sepertinya dimaknai seperti kemong adu ayam di Bali. Padahal itu adalah terkait dengan Stupa Kecil yang ada di ujung Desa Bulian, sebagai perwujudan keyakinan Bhuda awal di masa lalu, yang sering menimbulkan konflik antara Menayali dengan Bulian yang sama-sama sebagai ketua Banwa di masa lalu (zaman melayu austronesia, pra kerajaan di Bali). Sedangkan dalam cerita itu kedua desa itu punay kekuatan masing-masing: Menyali punya Ilmu Manik Sekecap, sedangkab Bulian punya Paica Juwuk Linglang, sama sama bisa menghidupkan orang mati. Dikaitkan dengan ilmu manik kekecap itu pula diceritakan kapal dompuawang dapat terangkat, di samping mitos keris "Ki Baru Semang" yang selalu dipasupati oleh I Kedosot dan Kedumpyung seorang warga Pande besi yang dikirim ke Singaraja untuk menjadi abdi dalem Panji Sakti (jejaknya dapat dise;urusi di banjar Jawa Bll, yaitu pada Orang Jumaan di banjar jawa leluhur dan ketrunan Ida Mpu Pande Nyoman Genpol, finisepuh PSHT (silat diajarkannya di Padang saat pengasingannya zaman Belanda, hingga sekarang hidup di Jawa Tengah). 

6. Simpulan 

Dompuawang bukan nama, tetapi jatan, panji sakti sebagai pendiri kerajaan buleleng memiliki genealogi dari Panji-Sukasada-Buleleng, membawa seorang Pengikut Pande Besi setia, dari awal sampai turunannya sangat setia, jejaknya sampai zaman kolonail belanda, menurunkan Nyoman Gempol: beranak perwira Jro Jempiring (Istri I Gusti Ketut Jelantik), Jro Ratna (ibund Mr.I Gusti Ketut Pudja), dan Jero banjar (Istri Ida Made Rai). semoga ada manfaatnya. 







Kamis, 19 Januari 2023

Ucapan terimakasi

 

UCAPAN TERIMA KASIH

Hadirin yang saya muliakan, sebelum mengakhiri orasi saya ingin mengucapkan terimakasih kepada     semua pihak yang telah memberikan saya peluang untuk mencapai jabatan tertinggi dalam profesi saya.

Terimakasih saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, I Made Sarja dan Ni Ketut Asin (alm.) semoga beliau mendapat tempat yang layak sesuai darma baktinya.

Kepada semua guru saya dari SD hingga S3, saya sangat berhutang budi padanya, yang telah mengantar saya meraih jabatan akademik ini.

Kepada            dosen-dosen saya di Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Udayana di Singaraja; Semua dosen saya di     Program S2 Sastra Sejarah UGM: Prof. Dr. Bambang Purwanto; Prof. Dr. Djoko Suryo; Dr. Adaby Darban; MProf. Kuntowijoyo (Alm); Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo (ingat dengan clotehannya mana tu made bali yang gambarnya tidak kelihatan, apa itu STKIP); Machmud Efendi; Prof. Dr. Sudianto Padmo (alm. pembimbinga utama saya di S-2 UGM); Teman seangkatan Remon Mawikere, Nasution, Reiza Diana Putra; Sarkawi; Danang Respati Puguh, M.A; Mbak Wied; Mbak Murdiah; Suarto; Edy Sumarno,dll Selanjutnya saya juga mengucapkan terima kasih kepada  dosen-dosen saya di S3 Kajian Budaya Universitas Udayana terutama kepada promotor saya Bapak Prof. Dr. Anak Agung Anom Kumbara, M.A dan para kopromotor saya Bapak Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U dan Bapak Dr. Sukardja, M.Si.; Pak Dr. Dana; Buk Dr. Wiasti; Prof. Dharma Putra; Prof. Wedakusuma; dan teman-teman di Jurusan Sejarah Unud Tagel Edy; Prof Ardhana, Agung Mirah; Dr. Sukiada; Prof. Suwita, dll Pegawainya yang sangat kekeluargaan menfasilitasi saya dalam penyelesaian studi di S-3karena kepadanya saya sangat berhutang budi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya berikan kepada Bapak Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial besera jajarannya; Bapak Ketua beserta segenap Anggota Senat Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial; Bapak Rektor Universitas Pendidikan Ganesha beserta jajarannya; Bapak Ketua Senat Univeritas beserta segenap Anggota Senat Universitas Pendidikan Ganesha; dan Bapak Direktur Pascarjana atas dukungannya; juga saya  sampaikan terima kasih kepada pimpinan dan seluruh staf bagian kepegawaian, atas jerih payah dan kecermatannya menangani semua berkas usul saya sehingga semuanya berjalan dengan baik dan lancar.

Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Nana Supriatna, M.Ed. UPI Bandung dan Prof. Dr. Ketut Ardhana, Ph.D  sebagai reviewer usulan Guru Besar Saya, demikian juga Kerjasama lainnya selama ini. Kesemuanya ini sangat berarti untuk menjaga semangat saya dalam mengejar karir akademik yang terkadang meluntur. Kepada semua sahabat saya dosen dan pegawai di Program Studi SSP FHIS,  saya menyampaikan terima kasih pada senior Prof. Dr. I Gde Widja; Prof. Dr. Bawa Atmadja; Bapak Mujiono dan Ibu Purnomo (alm); Wayan Teken sara (alm); Jro Mangku Drs.Wayan Suyasa, M.Si;  Jro Mangku Sugiarta (alm. yang bersamaan dengan menunggu pengukuhan ini); Dr. L. Putu Sendra,M.Si; Dr. Wayan Mudana (teman seperjuangan semoga segera menyusul), Dr. Ketut Margi,M.Si;  Ketut Sedana Artha S.Pd.;M.Pd., Wayan Pardi, S.Pd; M.Pd; Wayan Putrayasa, S.Pd. M.Pd; Ibuk Desak Dra. Oka Purnawati, M.Hum; Dr. Tuty Maryati, M.Pd; Ibu Dr. Sri Antok; Putu Yana; geg  Lola, Irwan,; Pak Alif; idris, dan geg Budi; termasuk Kejur dan sekjur di Geografi Yudik beserta para dosen di jurusan geografi dan Pemetaan; Dan Dr. Dewa Mangku, M.H, LLM; Geg Dr. Rai, M.H; Prof Dr. Made Yudana, M.Pd; Drs. Arya Sunu, M.Pd; Ajik Gusti Ngurah Sudiatmaka, dn teman lain di PPKn atas kerjasama dan persahabatan kalian yang luar biasa selama ini. Khusus pada tim percepatan Guru Besar, terutama Prof. Wayan Widiana, M.Pd, Dr. Made Sugihartono, M.H; Wayan PardiWayan Pardi S.Pd M.Pd,  terimakasih saya sampaikan karena keuletannya dalam mendulang arsip-arsip yang berserakan di dunia maya. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada semua sahabat di lingkungan Universitas            Pendidikan Ganesha dan Ikatan Alumni Sejarah 88 (Gung Rawan, dkk), dan Alumni SPG 1982 (Komang Sarneli, dkk) yang telah memberikan doa terbaiknya sehingga saya bisa mencapai apa yang saya cita-citakan. Terimakasih pada sobat karip Jro Mangku Sutawan, teman-teman di SMK3 (Nyoman Swastika dan Bapak Bawa), anggota Komite SMK3 (Kadek Kariana, dkk), serta paiketan Mahasemaya Pande Bali dan Baturiti yang telah mendukung dan mendoakan sehingga karir saya dilancarkan. Demikian juga terimakasih saya sampaikan pada Pengurus PHDI Kabupaten Buleleng (kaka saya Dr. Gde Metera, dkk), pengurus PHDI Bali (Prof. Dr. Sudiana, M.Si, dkk) karena dukungannya yang memberikan semangat dan darah segar dalam pengusulan karir Guru Besar saya ini.

Saya juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada anggota keluarga saya yang telah banyak berkorban. Kepada istri saya tercinta, Ni Wayan Bagiasih, S.Pd., saya menyampaikan terima kasih yang khusus karena “walaupun cobaan menerpa di tahun 2015” saat studi S-3 saya sedang berlangsung, tetapi berkat cinta dan kasihnya sehingga saya dapat berdiri di sini untuk menyampaikan orasi ilmiah ini. Kepada putri-putri saya dr. Dessy Aryani (kandidat spesialis Bedah), dr. Iska Novi Udayani (kandidat Spesalis Mata), Pandea Trisna Pradnyani (kandidat Ahli Hukum Unud Denpasar), saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya. Bersama ibunya, putri-putri saya selalu memberikan dorongan untuk bisa mencapai apa yang saya cita-citakan. Terimakasih pula saya sampaikan pada anada: Agus Aan Jiwa Pramana, S.Kom; M.Kom (Dosen FTI Undiksha kandidat Doktor Unud Denpasar), dan Dr. Sugiartono, M.H beserta cucu-cucu saya yang manis dan ganteng: Kiandra, Sakira, Oming, Sakiya dan Badra yang telah menghibur memberi kekuatan saat pikiran sumuk.

Kepada Adik saya Drs. Nyoman Adnyana, Kadek Juliasih S.E, Anak-anak saya Bagus Adnyaesa (kandidat ahli Hukum), Paundra Pageh (sedang sekolah di SMA 1 Dps) terimakasih saya sampaikan atas dukungannya selama studi di S-3 dan selama pengusulan karir ini.

Tidak lupa saya ucapkan terimakasih pada mertua saya Ketut Renti dan Ketur Lirta (Alm), dan kolaborasi saya I Made Sarjana beserta Ibunda dan Dr. Wayan Jiwa (Purnabakti Kep sek SMA 1 Tabanan) beserta Ibunda yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat selama ini. Dan teman lain yang tidak kalah pentingnya yang tidak dapat sebutkan satu persatu, terutama keluarga yang ada di baturiti tabanan, Pacung, dan payangan sebagai bagian dari trah pande yang banyak memberikan dukungan dalam mencapai prestasi pamuncak saya ini, semoga tuhan memberikan imbalan sebagaimana mestinya.  

Hadirin yang saya muliakan, atas segala bantuan, dorongan, dan kerjasama yang baik, yang telah saya terima dalam perjalanan karir dan profesi saya selama ini, sekali lagi saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus pada semua pihak. Semoga Ida Hyang Widhi Wasa membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Kalau ada yang kurang saya mohon maaf sebesar-besarnya. Sekian dan terima kasih atas perhatian dan ketekunan hadirin mengikuti orasi ini. Om Shantih, Shantih, Shantih, Om

Singaraja, Januari 2023

 

 

Biodata Made Pageh

 

RIWAYAT HIDUP

A.       Biodata

Nama 

Prof. Dr. I Made Pageh, M.Hum.

NIDN/NIDK

0031016205

Pangkat/Jabatan 

Pembina Utama, IV/D/ Guru Besar

Institusi/Lembaga

Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha

Bidang Keahlian (GB)

Ilmu Kajian Sejarah

E-mail 

made.pageh@undiksha.ac.id

Nomor Telepon/HP

08124617866

 

B.     RIWAYAT HIDUP.

Prof. Dr. Drs. I Made Pageh, M.Hum lahir di Dusun Gunung Kangin Batrutiti Tabanan, dari pasangan orang tua: Ayah Bernama  I Made Sarja (Alm.) dan Ibu Ni Ketut Asin (alm.). Beliau menikah dengan Ni Wayan Bagiasih,S.Pd. pada tahun 1986. dikarunai 3 putri: (1) dr. Dessy Aryani, S.Ked. Astungkara (Kandidat Dokter Spesialis Bedah di kedokteran Unud Denpasar); (2) dr. Iska Novi Udayani, S.Ked. (Kandidat Dokter Spesialis Mata, Kedokteran Unud Denpasar); (3) Si Bungsu bernama: Pandea Trisna Pradnyani (Mahasiswa penerima (BUD) Beasiswa Unggulan Daerah di Fakultas Hukum Unud, Dps.).

Perjalanan menempuh pendidikan: SD di Barjar Bangli Tabanan, SPM Loka Dharma baturiti, SPG Negeri Singaraja; S-1 FKIP Unud; Magisternya, S-2 Sastras Sejarah UGM (1995-1998); dan S-3 Kajian Budaya, Pascasarjana Unud Denpasar, 2012-2016.

Jabatan yang dipercayakan, sebagai: Kaprodi Pendidikan Sejarah 2 periode (di tahun 1998); Ketua Jurusan (2002); Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan/WD III (dua periode); Ketua Bidang Perencanaan P2M Undiksha.; Wakil Dekan II Bidang SDM, Administrasi dan Keuangan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial; Ketua Cabang MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) di Singaraja; Ketua Koperasi Kuwera, dua periode, dll.

 

 

Selain aktif memberikan kuliah, juag aktif dalam meneliti dan menulis journal dan kegiatan lainnya. Menerima Hibah Strategis Nasional, menjadi buku: (1) Model Revitalisasi Ideologi Desa Pakraman Bali Aga Berbasis Kearifan Lokal (2018);  (2) Belajar dari Enclave Muslim di Bali: Nyama Bali Nyama Selam: Integrasi Antarumat Beraga (2013). Penulisan Journal nasional dan internasiona: (1) Living museum sebagai sumber pembelajaran Sejarah (comparative studies in Bali and West Java (2022); dan Ancient Religious Sites as Tools for Sustainable Tourism Development: An Empirical Study in the North of Bali (The international journal of religious tourism and pilgrimage” terindeks scopus (Q-1). Dalam pengabdian pada masyarakat, pernah menerima hibah Sibermas (Sinergi Pemerdayaan Masyarakat) untuk masyarakat Kintamani, bahkan telah mengantar berdiri 22 TK yang eksis sampai saat ini. Aktif pengusulkan pahlawanan Nasional Mr. I Gusti Ketut Pudja sebagai Pahlawan Nasional (2011). Dan menjadi permbicara dan nara sumber dalam berbagai kegiatan ilmiah sesuai dengan bidangnya.

C.    Guru Besar Ilmu Kajian Sejarah

Dengan prestasinya baik akademik maupun non-akademik, mengantar beliau diangkat dalam Jabatan Guru Besar (Profesor) dalam bidang Ilmu Kajian Sejarah, di Program Studi Pendidikan Sejarah, per 1 Juli tahun 2022.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Portal spiritual

 [15.46, 17/1/2023] Mbah Kung: PORTAL SPIRITUAL CAKTI

THE LAND

ADVICE AND SERVICE PEOPLE

PORTAL SPIRITUAL

1. Dimulai dari pusat

SATU TITIK API =Apiyoma-

AGNIOTRA

2. SEGITIGA TITIK AIR

DI MANA TEPAT PUSATNYA

ADALAH

API (Sesuai Sketsa)

SUDUT PUCUNG

SUDUT MEGATRUH

SUDUT DURMA

3. SEGI EMPAT BUJUR SANGKAR

SAMA SISI

TIAP SISI 1000m

PADA TIAP SUDUT ADA AIR

1. AIR LALI = LUPA

2 AIR LUPUT = SALAH

3. AIR IRI = IRI = CEMBURU

4. AIR MURKA - SERAKAH

PADA TIAP SISI BUJUR SANGKAR TERDAPAT 8 (DELAPAN) PINTU

1. PINTU MIJIL

2. PINTU SINOM 

> BAGIAN TIMUR

3. PINTU MASKUMAMBANG

4.PINTU KINANTHI

> pada sisi SELATAN

5.PINTU ASMARADHANA

6. PINTU DANDANGGULA 

> pada SISI BARAT

7. PINTU GAMBUH

8. PINTU PANGKUR

> di bagian UTARA.

BUJUR SANGKAR INI

BERADA DALAM LINGKARAN

LINGKARAN ITU BISA MENANAMINYA

DENGAN POHON KELAPA GADING

BERJARAK SEBELAS (11) METER

BAGIAN TIMUR BISA DITANAM SEPASANG POHON TAL UNTUK CERBANG BESAR

BAGIAN SELATAN

DITANAM SEPASANG POHON JAKE atau AREN

BAGIAN BARAT KITA TANAM

KELAPA HIJAU DAN KELAPA MERAH

BAGIAN UTARA KITA TAHAM

SEPASANG KELUWIH, SUKUN ATAU SAWO.

JADI AREA LINGKARAN ATAU RING ADALAH PEPOHONAN SESUAI LANDSCAPE

EXTERIOR

DI LUAR RING POHON AREA ADALAH AIR SELEBAR DUA METER (2m)

KEDALAMAN 20cm

ATAU LEBAR 20cm

DALAM 20cm

KITA SELARASKAN.

Fungsi lingkaran air tersebut untuk Menetralisir sekaligus menyucikan siapa saja yang masuk ke wilayah PORTAL SPIRITUAL MANDALA.

TERBUKA 24 JAM

UNTUK SIAPA SAJA

YANG MAU BELAJAR

* TIAP PINTU ATAU GATE

BISA Berupa BANGUNAN PENDOPO KECIL YANG BISA DIMANFAATKAN

UNTUK PROSES BELAJAR DAN MENGAJAR

JUGA BISA UNTUK MENGINAP PARA PENGEMBARA

* TERSEDIA SLEEPING BED

UNTUK SIAPA PUN YANG

MENGINAP or EMERGENCY

Page book 026 notes.

* PADA TIAP SUDUT TRIANGLE

PIRAMIDA/PENDOPO ADALAH AIR

UNTUK MENETRALISIR ENERGI

BURUK ATAU ANEKA HAL NEGATIF.

PIRAMIDA = PENDOPO at JAVA

HALUS DAN TIDAK EKSTRIM. 

BILA KELAK PORTAL SPIRITUAL MEMBANGUN, MUNGKIN DUA METER PUNCAKNYA OPEN. TANPA ATAP AGAR LANGSUNG NYAMBUNG UNIVERSE.

* AIR MERUPAKAN UNSUR TERBAIK BUAT MENETRALISIR APAPUN YANG NEGATIF.

* EMPAT UNSUR UTAMA

SPIRIT / DAYA HIDUP SUDAH

TERSEDIA DENGAN BAIK

- API

- AIR

- ANGIN/UDARA

- TANAH

07022021

Mbahkung Buanergis Muryono

CATATAN : 

Membangun sesuatu di Bali perlu mempertimbangkan :

1. Situasi dan kondisi lingkungan.

2. Tipografi dan geografi area.

3. People setempat.

4. Tempat tinggal people.

5. Tidak merusak lingkungan dan jangan menebang pohon yang ada di area Portal Spiritual Mandala - Spirit of Universe - Spirit of Bali.

6. Memprioritaskan dan mengutamakan peningkatan taraf hidup masyarakat kumuh (slum people) yang ada di sekitar area Portal Spiritual Mandala.

7. Step by step dan slowly agar people setempat merasa memiliki hingga mendukung penuh layanan sosial spiritual.

8. Semua diselaraskan dengannfleksibel.

NO: 112 earth mandala progress

[8/2 04:59] MBAHKUNG BUANERGIS MURYONO 

Jagad Gede

Jagad Cilik

Nyawiji mring Sariraningsun 

Nyawiji

Nyawiji

Nyawiji

Nyawiji mring Sariraningsun.

Niyat ingsun nglakoni urip becik kanthi kamulyaningjati nggih sih piwelase Gusti Kang Murbehing Dumadi….

[15.46, 17/1/2023] Mbah Kung: DASAR-DASAR CHARACTER BUILDING EDUCATION

BAGAIMANA MEMULAI

Written by Mbahkung Buanergis Muryono

   *

DASAR-DASAR CHARACTER BUILDING EDUCATION

BAGAIMANA MEMULAI

1. SETIAP MURID

WAJIB MENULIS DAN MENGURAIKAN DETAIL SEKALI

TUBUH RAGAWINYA

DARI UJUNG RAMBUT

HINGGA UJUNG KAKI

SEHINGGA PAHAM BENAR

ANATOMI FISIK

2. SEMUA MURID

PERLU MENJELASKAN

SELURUH UNSUR ANGGOTA

TUBUH JASMANINYA

UNTUK APA FUNGSI RAMBUT

SAMPAI MANFAAT UJUNG

KAKI SEHINGGA PAHAM

FUNGSI ANATOMI TUBUH SELURUHNYA.

3. SETIAP MURID

HARUS PRAKTEK SERTA

MENJELASKAN DISKRIPSI TUBUH JASMANINYA.

4. SHARING

Sharing

Dialog

Komunikasi dengan gurunya setiap saat.

5. ACTING UNTUK MENJADI

SESUATU

CONTOH

*PURA-PURA MENANGIS

TAPI BENAR-BENAR MENANGIS

* PURA-PURA TERTAWA

TAPI BENAR-BENAR

TERTAWA

*PURA-PURA MARAH

N…

Orasi Ilmiah

 

ORASI ILMIAH

 

INDIGENOUS KNOWLEDGE HISTORY AND LIVING MUSEUM:

KAJIAN KRITIS SEJARAH KEBERAGAMAAN NARA BALI DWIPA

KONTEMPORER

 

Oleh:

 

Prof. Dr. Drs. I Made Pageh, M.Hum.

FHIS UNDIKSHA

Rabu, 18 Januari 2023

Bidang Ilmu Kajian Sejarah

 

Om Swasti Astu, Om Awignam astu Namosidham.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh  

Namo buddhayo

Salam Kebajikan, Salom,

Salam Sejahtera bagi kita semua

Salam Harmoni

 

Yang terhormat

-        Rektor Universitas Pendidikan Ganesha beserta jajarannya.

Yang saya hormati:

-        Ketua Senat beserta seluruh anggota Senat Universitas     Pendidikan Ganesha

-        Para Dekan, Direktur Pascasarjana dan Staf Pimpinan di         masing-masing Fakultas dan Pascasarjana di lingkungan Universitas Pendidikan Ganesha.

-        Panitia, Bapak, Ibu Undangan yang saya hormati.

-        Para Sahabat, Andai Tolan, dan Keluarga, Serta semua hadirin, undangan lain yang saya muliakan.

 

Puji syukur saya panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga kita dapat berkumpul dalam acara pengenalan Jabatan Guru Besar saya pada hari Rabu tanggal 18 Januari 2023 ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya pula saya sampaikan atas kesediaan Bapak/Ibu, saudara, serta hadirin semuanya yang sudah memenuhi undangan kami hari ini. Selanjutnya saya mohon diijinkan untuk  menyampaikan orasi ilmiah pengenalan jabatan Guru Besar saya dengan judul Indigenous Knowledge History And Living Museum: Kajian Kritis Sejarah Keberagamaan Nara Bali Dwipa Kontemporer.

 

I.      Pendahuluan

Indigenous knowledge yang dimaksudkan adalah pengetahuan tradisi lokal Bali, dan Living Museum  adalah artefak sejarah zaman megalitik, yang masih live-hidup secara ajeg difungsikan dalam sistem religi di Bali.

Orasi ini bertujuan untuk menyampaikan hasil meta analisis kritis, dari peninggalan peradaban zaman prasejarah, untuk melihat representasinya dalam kehidupan keberagamaan di Bali kontemporer. Objek utamanya Indigenous knowledge dan Living Museum yang ada di Desa  Selulung, Trunyan, Tamblingan, Ponjok Batu yang masih fungsional dalam keberagamaan Nara Balidwipa kontemporer.

Kajian menggunakan metode sejarah dengan pendekatan kritis, yaitu teori poskolonial “mimikri dan hibridasi/bekisarisasi” (H. K. Bhabha), dan konsep “genealogi pengetahuan dan arkheologi budaya”, Michael Foucault secara eklektik. Sesuai dengan pengukuhan Guru Besar saya dalam “Ilmu Kajian Sejarah”.

 

II.  Temuan Penting  dalam Keberagamaan Bali Kontemporer:

 

A.    WIT HYANG WIDHI (Brahman-Atman Aekyam)

Hang Widhi diwujudkan “keberadaannya” dengan tindakan ngaben, memfungsikan Atman dan Sang Catur Sanak, menjadi Bhatara dan Hyang-Widhi.

1.     Ngaben tindakan mengubah manusia menjadi Hyang. Ngaben wit-nya dari Bekal Kubur (Funeral Gift) dalam sejarah. Jadi ngaben (Ngaba+in)  adalah mengubah status manusia  menjadi Hyang. Jadi dibekisarisasi di Bali menjadi Hyang Widhi. Nama lain ngaben, ngewisnuin, mepasah, bea tanem, dll. Ngaben membakar, baru ditradisikan setelah tahun 1001 (Jejak Samuan tiga).  

2.     Lingga-Yoni (Living Museumi di Pura tua): Simbol Penciptaan, agar memahami posisi taksu/hidup/tenget Bali itu ada di: (1) Daerah Liminitas (ruang antara/ambang); dan (2) di Sadpata (Astral) disebut Catus Pata; (3) dan di Margatiga.

3.     Atman ditunggalkan dengan Wedha/Widhi (Vid/Ilmu Pengetahuan) menjadi Hyang Widhi distanakan di Gedong Sineb. Jadi Gedong Sineb wit-nya Sarkopagus.  

4.     Sedangkan Sang catur Sanak distanakan Nyatur, saya sebut Konsep Nyaga Satru: senyatanya di bali diposisikan: (1.) Prajapati (Ulun Setra/ Pura Mrajapati); (2.) Anggapati (Jro Gede Penunggun Karang); (3.) Banaspati (Panglurah Agung di Maraja);  (4.) Banaspatiraja (Ngider bhuwana (di Sadpata, Penjaga Pintu Masuk, dan di daerah tenget lainnya). Di Bali menjadi Nabenya LIAK; Nabenya Dukun; menjadi Dewa Nyatur setelah pengaruh Hindu,.

 

B.    Wit dari Keberamaan di Bali:

 Tabel 5.1: Living Museum dan Keberlanjutan dalam Keberagamaan di Bali Kontemporer

Living Museum

Hasil Analisis Wit dari Keberadaan

Keberagamaan Bali

Kontemporer

 

 

 

 

 

 

Pura Candi di Desa Selulung

 

Punden berundak wit  Meru, Wadah, Dansil, di Bali Jani.  

Ada Lima Pura Candi hingga sekarang di Desa Selulung

 

    Meru Tumpang Ganjil

Sarkopagus Ponjok Batu

 

Sarkopagus Wit  Gedong Sineb Didedikasikan pada Ratu Ayu Mas Syahbandar.

Pelinggih Kang Cengwie

 

 

Patung Perwujudan Jayapangus dan Istrinya, arca di Desa Selulung; Wit Barong Landung di Bali. Konsep Kultus Dewa Raja.

 

Dan patung Megalitik di Dalem Tamblingan, Wit Daksina Linggih.

 

 

 

Patung nenek moyang wit Dewa-Dewi, Pratima, Simbolik lebih menukik Living Museum Lingga-Yoni, Celakkontong-Lugeng Luwih, Dalem Tamblingan.

Tahta Batu menjadi Padma Capah,  Surya, dan Padmasana.

Padma Capah dan Surya dasar filosopisnya Tapak Dara (+) sedangkan Padmasana (Nawa Sanga/Padma Bhudaisme). Padma Capah (Tirta Empul; Padma Trilingga (Beratan); Surya (Matahari), Padmasana (Sanghyang Licin).

Hasil Penelitian dan Literasi Digital (Desember 2022)

 

C.    Ilmu Sejarah Kritisnya   

Agama Asli Bangsa Melayu Austronesia (Bali termasuk) percaya pada kekuatan gaib yang dimiliki oleh roh leluhur/ ketua suku, raja, rsi, menjadi pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Hyang+Wedha/Widhi); Sang Catur Sanak menjadi Bhatara (Pelindung) Desa (Mrajapati), pelindung pekarangan Tugu Karang; Pelindung Mrajan (Anggapati); dan Pelindung dimana-mana (banaspatiraja). Dengan bukti Living museum sudah memiliki jejak keberadaan zaman prasejarah yaitu zaman megalitikum (sekitar 2500-1500 SM). Di Bali kepercayaan ini disebut kepercayaan Bali Mula/Mula Bali atau Bali Asli/asli Bali, disebut Nara Balidwipa (manusia pulau Bali).

Babakan sejarah gelombang ideologi agen perubahan datang ke Bali: (1) Rsi Markandya, datang awal ke-8, disebut zaman Bali Aga; (2) datang Mpu Kuturan akhir abad ke-10 dengan konsep Trimurtinya di Bali disebut zaman Bali Kuno; (3) Pengaruh Dang Hyang Nirartha, pada abad ke-16 pengaruh Majapahit; 4. Pengaru sampradaya berideologi memisahkan pemujaan roh leluhur dengan pemujaan dewa-dewa hinduisme, sehingga muncul berbagai riak budaya dalam keberagamaan Bali kontemporer.  Dengan indigenous knowledge (pengetahuan lokal/tradisi/adat Bali), agama bangsa melayu Austronesia (Bali Mula) ini menjadi dasar keberagamaan Nara Balidwipa, dibekisarisasi/hybridization,  dengan pengaruh pengetahuan India (wedha/widhi sama dengan pengetahuan India) local genius menjadi wujud agama baru, bukan Bali dan bukan India, menjadi wujud baru (bengkiwa, bekisar, hybrida).

Membuktikan “taksu/tenget/kesujatian” (dengan ngelakoni/ngelmu) dicari di (1) daerah liminitas/harmoni pada ruang antara. Sandikala, antara segara-gunung,  di Sadpata/Astral; margatiga, dll. Dengan ajaran “Bhuwana Agung lan Bhuwana Alit Nyawiji Mring Sariran Ingsun”, ajaran kalepasan. Pohon dan matahari adalah Ibu dan Bapaknya yang sujati, pohon dipahami sebagai yogin terbaik di seluruh dunia, karena dari tapanya dapat anugrah oksigen dan energi makanan, untuk makluk hidup (pahami visi undiksha, trihita Karana).

Jadi hakikat agama di Bali bukan hanya Dresta Bali/tradisi lokal dan bukan pula hanya tradisi Wedha/agama asing, tetapi hibridisasi (bekisarisasi) dari keduanya menjadi Agama Hinduisme di Bali kontemporer. Kecerdasan dan kebajikan Bali menjadikan Bali tetap eksis berkarakter Bali dan bertumbuh menjadi sempurna dalam perubahan zaman dari zaman megalitik sampai Bali globalisasi.  Sistem religi yang berpengaruh belakangan, bukan hanya hinduisme, tetapi juga sistem religi Arab, melayu, sunda, cina, Kristen dan barat dapat dibekisarisasi.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa jati diri keberagamaan Nara Balidwipa adalah “Pemujaan Roh Leluhur, Sang Catur Sanak Nara Balidwipa, dan supernatural (bumi dan matahari), jejak peradaban zaman megalitikum dan sistem religi lain dari penjuru dunia dapat hidup dan beradaptasi damai di tanah Bali, dengan catatan dapat menghormati sistem religi lokal, yaitu pemujaan Roh Leluhur, Sang Catur Sanak, dan supernatural (Matahari dan peradaban air).

Masa peradaban air di Bali, Matahari/Raditya/Surya disejajarkan dengan Brahman sebagai sumber dewa/sinar menjadi sumber hidup (oksigen) dan sumber energi (pangan), dan pohon sebagai yogin terbaik di dunia sangat dihormati untuk keberlangsungan hidup manusia, sebagaimana dijadikan basis visi Undiksha, menuju Undiksha Unggul di Asia Tenggara tahun 2045 berbasis Trihita Karana. Sistem religi Bali menjadi agama bekisar (hybrid) Bali-India. Kemampuan untuk menghybrid ini disebu kecerdasan berdasarkan indegineous knowledge Nara Balidwipa, sehingga lahir “agama Hindu di Bali tidak bisa dipisahkan dengan hinduisme dari India, hidupa secara harmonis dan berkelanjutan. (Salam Harmoni).

 

D.    Penutup

D-1 Simpulan

Living Museum dapat bukti kemapanan indigenous knowledge Nara Balidwipa memang hebat, genius, tangguh dan berkarakter. Juga dibuktikan oleh kontinuitas peradabannya dapat bertahan eksis menembus abad ke-21, era komputasi awan.

Hyang Widhi adalah hibridasi/bekisarisasi dari hyang dengan ilmu pengetahuan tradisi India (Wedha), menjadi sama-sama eksis dalam keberagamaan orang Bali sampai saat ini.

Keberagamaan Bali kontemporer dapat dipahami, bahwa  banyak makna sejarah yang tersembunyi dalam keberamaan disebut tradisi lokal yang “dimusuhi” oleh tradisi asing (indianisasi, westernisasi, arabisasi, cinanisasi, dll), namun sampai sekarang tetap selamat.

 

 D-2 Rekomendasi

1. Bahwa tidak ada alasan untuk mengabaikan indigenous knowledge lokal Bali yang unggul local genius dan local wisdomnya dalam menjaga kelangsungan hidup manusia secara universal,

2. Bahwa pandangan bhuwana agung lan bhuwana alit nyawiji mring sarirannya, mengadung makna universal we are one in the world, tatwam asi dalam konsep Bali. Bermakna keesaan manusia dengan alam jagat raya, dan sesame manusia secara universal.

3. Bahwa visi Undiksha diwujudkan terkait dengan, peradaban air dan pohon-pohon besar (oksigen dan sumber makanan) THK (M-A), Matahari pemberi berkah alam, pohon dan manusia (M-T), manusia dengan kecerasan lokal dan kebajikan lokal melakukan hidbidasi dengan kemajuan asing, sehingga bertumbuh menjadi warga dunia yang universal (M-M).  bertumbuh secara harmonis.

4. Bahwa agar Bali tetap Bali dan tidak tertutup dari kebajikan dan pengetahuan luar, hanya saja konsep hibridasi/bekisarisasi diterapkan dalam adaptasi peradaban ke depan agar Bali tetap memiliki karakter Bali dan tidak rentan dalam pemertahanan budaya dan peradabannya. (Salam Harmoni).