Minggu, 11 Juni 2023

Pandangan Hidup Sujati

 Beberapa Petinget diri

1. Jadilah manusia rendah hati, sadar diri, sadar teman, dan sadar lingkungan kita, terutama sadar akan hidup menuju kematian,  dengan bekal belajar hidup menerima apa adanya, sabar, dan jangan terlalu responsif dengan egoisme bahwa saya manusia super. Tan hana wong swastha nulus! Hiduplah dengan Pasaja, sujati, tanpa kehendak arta, tahta, dan wanita!

2. Rendah hati bukan berarti rendah diri, rendah hati adalah wujud manuisia sudah selesai dengan dirinya, sudah tercerahkan oleh matahari, bulan dan bintang dalam hidupnya, dengan penuh kesadaran bahwa pohon dan nafas adalah sumber hidup yang terdekat dengan keberadaan kita. 

3. Dimana-mana ada Tuhan, dimana-mana dapat belajar tentang diri-Nya, karena semua wujud itu adalah wujud beliau, olahlah batihnmu bahwa "bhuwana alit lan bhuwana agung nyawiji, manunggal mring sariran insun", dengan demikian tiada lawan didunia ini, karena semunaya adalah wujud kita dalam sarirakita!

4. baik-baik menghayati nafas, karena nafas adalah sinyal/ HP Berisi Pulsa dalam hidupmu, boleh bernafas tanpa kesadaran, sama dengan hap hidup tampa pulsa, tidak dapat akses data, dan informasi niskala yang kita butuhkan, sebagai makluk rohaniah, di samping jasmaniah. Gunakan kecerdasan utnuk melakukan amnalisis, namun jangan analisis sinyal dari tuhan dengan akalmu karena tidak nyambung, menilai bunga melati dengan ukuran bung mawar, apalagi menggunakan durinya bunga  mawar. 

5. Semua masalah dapat diselesaikan, tetapi kita tidak sabar dan sunguh-sungguh dalam menjalaninya, bernafas saja kita tidak sempat, apalagi bernafas panjang, dalam doa bersama saja "pranayama....." belum narik nafas sudah dilanjutkan dengan karasodana..., lanjut dengan puspa puyung, ... sehingga belum sempat bernafas sudah berganti, belum dapat berdoa sudah nunas anurah seperti yang dipikirkan oleh manusia modern, menggunakan prinsip makain cepat maikn baik, tetapi sesungguhnya main cepat makin tak naymbung dan makin payah tanpa hasil yang diharapkan, karena tidak memiliki kesadaran berdoa!

6. Gunakan kekuasaan kita untuk menguasai diri sendiri, bila perlu berikan orang lain menguasai kita, karena itu berarti ujian terbaik, jika kita ada pada kekuasaan duniawi, untuk mengasah kekuasaan rohaniah!

7. baik dan buruk di dunia ini sebenarnya semuanya dapat dijadikan sarana pencerahan, jika mampu "konsep bhuwana alit-lan bhuwana agung nyawiji, mring sariran ingsun". Javanologi idem dengan Baliologi dalam Ngudi Kesampurnan, untuk menunggaling kaula gusti. 

8. Kita sering terkecoh memaknai kesaktian, kesidian, liak, dan sebagainya, karena kita mencari diluar diri kita, jika dicari dari dalam diri kita, bukan manusia dan makhluk demonik lainnya, maka tidak apa perlu ditakuti, disalahkan dan dimusuhi. Dengan demikian maka kita dapat menjadi manusia sakti,sidi, dan liak (linggih aksara) Sa-Ba-Ta-A-I (sebagai representasi ajaran kanda phat leluhur kita/Kebalian), yang didewakan setelah Indianisasi, bahkan dijadikan Kala makhluk bawah setelah manusia Bali belajr ke India untuk mendapatkan ajaran Widhi/Wedha (Deva), tetapi akhirnya mengkoptasi sang catur sanak dan Iraga, menjadi Pancadewata, dengan momosisikan Bapa Akasa, menjadi Ciwaisme!

9. Orang Bali lebih banyak mengajarkan itu semuanya melalui ngelmu, bukan ilmu, tetapi ngelakoni (melaksanakan laku kewiden), menjadi keliru dengan menghayati dengan butaning-laku, sehingga pilihan ke kiwa yang diutamakan, dan akhirnya lupa ajaran yang ke tengen. Hidupa adalah pilihan, manusia diberikan memilih apakah kresnaning laku, atau teranging laku, hidup memang paro terang dan paro gelap!!  

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda