Senin, 30 Januari 2023

Nara Bali Dwipayana dengan Hyang Widhinya

 

Nara Bali Dwipayana dengan Hyang Widhi-nya
I. Pengantar

Siapa kategori Nara Bali Dwipa? apa ciri khasnya? mana dresta Bali yang dapat dijadikan pegengan untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi Bali?

II. Pembahasan dan Diskusi

Nara Bali Dwipa adalah manusia Bali yang memang mengikuti ajaran Bali sejak prhindu sampai sekarang, yang mana itu kebalian disebut dresta Bali. Dari analisis sejarah dimaksudkan keblian itu adalah "pemujaan roh leluhur", dan "sang Catur Sanaknya". Setelah mengenal huruf dijadikan aksara Modre, yaitu Sa-Ba-Ta-A-I (raga/Iswara dia saja bisa ngomong manusia, yang lainnya dimodrekan). 

1. Kalau I (raga-nya) adalah sang Roh (Atman) dihibridkan dengan brahman (Brahman-AtmanAikyam) manunggaling kaula-gusti (ajaran Lontar Aji Naya Sandhy) dalam konteks Ongkara Ngadeg-Ongkara Sungsang. Inilah sang roh yang dipuja dan dibuatkan rumah dewa (Merajan/Sanggar/h). Dilakukan dalam pelaksanaan Ngaben di Bali (Ngaben-- mekelin- funeral gift), sebelumnya ngaben dalam konteks ngaba+in (ngaben) sudah ada sejak zaman Megalithikum (kesadaran akan adanya sang roh). 

2. Mrajapati, salah satu sang catur sanak, distanakan di Pura Mrajapati (Pura  Ulum Setra) jauh sebelum sekta durga/iewasidanta datang ke Bali dia sudah ada. Berfungsi Nyaga Satru untuk seluruh desa dengan batas-batas desa itu, menjadi tugasnya secara niskala. 

3. Anggapati, menjadi Tugun Karang, berfungsi untuk menjadi keselamatan dengan batas pekarangan di Bali. Dalam lontar selanjutnya, karen sang catur sanak diturunkan gridnya menjadi Butakala (Kala Mraja pat, anggapati, banaspati dn banaspatiraja). ini kemudian zaman pengaruh hinduisme menjadi didewakan (Div=Sinar), sehingga menjadi Dewa Catur Lawa (Dewa Nyatur) dalam konsep Tapak Dara. 

4. Banaspti, menjadi juru sapuh dn lurah di Merajan, Pura, dan tugasnya mengamankan daerah parhyangan, sehingga disbut 'Panglurah Agung (Penguasa Niskala), Pengenter Agung (mangku Niskala)  jabatan yang biasa diberikan dalam memberikan sesajen banten, ajengan, suduhan lain seperti kopi,, teh dan sebagainya. 

5. Banaspatiraja, sebagai penjaga manusia dimana saja, kapan saja, mengikuti manusia yang bakti padanya. Dialah masternya/ratun Liak, dukun, dan taksu lainnya sesuai dengan spesialisasi sang balian. Apakah balian Usada, Ketakson, Turunan, dan sebagainya. dengan demikian LIAK (linggih aksara) adalah dasar untuk menemukan taksunya kebalian. 

    Prinsip dasar pemujaan roh leluhur dan sang catur sanak inilah menjadi lokal genius Nara Balidwipayana (perjalanan sejarah manusia Bali). Dan kehebatannya adalah kemampuna untuk melkukan hibridasi pada sistem religi dari India (disebut Agama/wedha). yang pada hakikatnya adlah pengalan kebhatinan India dibukukan dan disebut weda, sehingga mulanya juga sebuah tradisi di India dibukukan dan dikodifikasi menjadi Kitab Cuci Agama Hindu disebut Wedha.  

    Jadi kemampuan melakukan Mixing, Hybridasi, Bekisarisasi sistem religi India dengan Sistem religi Bali, sehingga menjadi "Agama Baru" di Bali yang sesungguhnya perpaduan antara Wedha/Widhi dengan Kebalian di atas. Percampuran ini disebut bekisarisasi/hybridasi,"disebut Agama Hindu di bali", perubahan agama dari sebelumnya disebut Agama Tirta (peradaban air) menjadi pengaruh dewa-dewa India sehingga berubah dari mulanya hanya memuja Bhatara (bathr/pelindung), menjadi memuja sinar matahari (Dewa/Div) inilah disebut Widhi/Wedha.  

III. Hyang Widhi

    Jadi Hyang dari manusia dengan prosesi ngabain (ngaben) mekelin ke alam dewata (Sinar); sedangkan Widhi adalah tradisi India/Wedha, dengan berbagai sinarnya dipuja tetapi hakikatnya sama yaitu berasal dari Radiyta/ Surya. Menginagtkan kita pada  sejarah mesir memuja Dewa Amonra (Dewa Matahari); Jepang memuja Ametrazu, juga memuja alam terang, dari berwujud 'Kunag-kunang", malam hari menjadi Bulan (Purana), dan kemudian Matahari, sumber galang apadang dalam doa Bali. Dengan demikian Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sama maknanya memuja :Beliau (ida), Sang/Dang kata sandang terhormat, hyang (orang sudah mati), widhi (wedha), wasa (kuasa). Jelas hybridasinya, dan jelas asal-usulnya, dan konsep penyatuan diawali dengan membuat esensi berupa pematuh, dengan berbagai ritual untuk dapat mensejajarkan roh leluhur manusia Indonesia (Bali) , dengan sinar suci (dewa meraga suci). Inilah Hyang Widhi sebagai konsep penyatuan, panunggalan, pengingkupan, sehingga ada acara mlagia, mepasah, bia tanem, ngiyehin (pada Catur desa Gobeleg).   

IV Simpulan 

Narabalidwipayana adalah perjalanan manusia Bali dalam menapaki [engaruh asing ke nusantara, dengan kemampuan geniusnya dapat beradaptasi dengan sistem religi luar, dengan demikian dikenal dengan Lokal Wisdom (Kearipan lokal). Seperti wujud hibridasi Hyang-Widhi, catur sanak jadi dewa nyatur, dan sebagainya. Rekomendasi tolong bukukan seluruh bentuk banten, fungsi banten, dan makna banten serta ritual lainnya, terkait dengan agama hindu di Bali. maka akan menjadi Wedhanya Bali, atau tradisi tertulis, seperti lontar jika dipahami semuanya akan menjadi "wedha" yang lahir di Bali. Terimakasih.  Hibridasi inilah senjata leluhur kita sehingga sampai sekarang kebalian itu tetap eksis sehingga layak disebut Kabajikan lokal dan kecerdasan lokalnya sangat luar biasa. terimakasih


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda