SEJARAH KRITIS DAN SEJARAH KONPENSIONAL
1. Penndahuluan
Sejarah
terkadang dipandang ilmu yang digunakan untuk mengawetkan hegemoni dan dominasi,
dengan pembentukan mitos-mitos yang melanggengkan kuasa. Oleh katena itu sejarah kritis di
arahkan untuk menampilkan bagian sejarah yang dipinggirkan, tidak diformalkan,
dan dianggap menyimpang terkadang. Karena wacana yang dibuat melawan kuasa dalam
melangengkan kekuasaan, dominasi, dan hegemoni di masyarakat. Namun tanpa
sejarah manusia selamanya akan menjadi bayi, tidak memiliki pengalaman di luar
yang mereka lalu.
Sejarah
kritis, juga dikenal sebagai historiografi kritis, adalah pendekatan dalam
studi sejarah yang mencoba untuk menganalisis, mempertanyakan, dan memahami
sumber-sumber sejarah secara kritis. Pendekatan ini menekankan pada kajian
kritis terhadap narasi sejarah yang sudah ada, serta upaya untuk mengungkap
bias-bias yang mungkin ada dalam catatan sejarah.
Sejarah kritis menantang
pandangan sejarah yang diterima secara umum dan mencoba untuk memperluas
pemahaman kita tentang masa lalu. Ia mencoba untuk melihat melampaui narasi
yang dominan atau resmi dan mengungkap perspektif yang mungkin terabaikan,
seperti pandangan dari kelompok minoritas, perempuan, atau golongan sosial
tertentu. Sejarah kritis juga berupaya mengidentifikasi kekuatan politik,
ideologis, atau sosial yang mempengaruhi konstruksi narasi sejarah.
Bagaimana
pendekatan sejarah kritis, dan kalau dibedakan dengan sejarah konvensional,
termasuk bagaimana tokoh ilmuan kritis dalam sejarah dan pengetahuan dalam
melakukan kritik kekuasaan dan gender?
2. Perbedaan
sejarah Kritis dengan Konvensional
Beberapa pendekatan dalam
sejarah kritis meliputi:
1.
Analisis sumber: Sejarawan kritis melakukan analisis
mendalam terhadap sumber-sumber sejarah yang ada, termasuk dokumen resmi,
memoar, catatan pribadi, dan sumber-sumber non-tulisan seperti seni visual atau
arkeologi. Mereka mengevaluasi keandalan, kebenaran, dan konteks dari
sumber-sumber tersebut.
2.
Kritik ideologi: Sejarah kritis berusaha
mengidentifikasi ideologi yang mendasari pembuatan narasi sejarah dan memahami
bagaimana ideologi tersebut dapat mempengaruhi penyajian fakta dan interpretasi
sejarah.
3.
Sejarah bawah ke atas: Pendekatan ini menekankan pada
peran dan pengalaman kelompok yang kurang terwakili dalam sejarah resmi.
Sejarah kritis berusaha untuk mendokumentasikan pengalaman kelompok minoritas,
pekerja, perempuan, dan kelompok marginal lainnya.
4.
Konstruksi narasi: Sejarah kritis menyadari bahwa
narasi sejarah bukanlah representasi objektif dari fakta-fakta, tetapi hasil
dari interpretasi dan konstruksi manusia. Sejarawan kritis mempertanyakan
bagaimana narasi sejarah tersebut dibangun, oleh siapa, dan untuk kepentingan
apa.
Sejarah kritis memainkan peran
penting dalam mengungkapkan kompleksitas masa lalu dan memberikan wawasan baru
tentang peristiwa sejarah. Pendekatan ini membantu kita menghindari kesalahan
interpretasi, pemahaman yang sempit, dan mempertanyakan versi sejarah yang
dominan, sehingga kita dapat mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan
terinformasi tentang masa lalu. Persoalan mana sejarah kritis dan mana yang
konvensional sulit dibedakan, karena secara metodologis sejarah memang melalui Langkah
kritik sumber, namun teori kritis bukan satu satunya teori yang dapat digunakan
dalam menulis sejarah.
Tabel 01:
Pperbedaan Sejarah (Historiografi Kritis) dengan Konvensional
Sejarah Kritis (Historiografi
Kritis) |
Sejarah Konvensional Historiografi
Konvensional) |
Menganalisis, mempertanyakan, dan
memahami sumber-sumber sejarah secara kritis. |
Menerima dan mengandalkan narasi
sejarah yang sudah ada tanpa banyak kajian kritis. |
Mengungkap bias-bias yang mungkin
ada dalam catatan sejarah. |
Menerima catatan sejarah tanpa
mempertimbangkan potensi bias atau kekurangan dalam narasi tersebut. |
Mencoba untuk melihat melampaui
narasi yang dominan atau resmi. |
Mengandalkan narasi yang dominan
atau resmi tanpa mencoba untuk mencari perspektif alternatif. |
Menekankan peran kelompok
minoritas, perempuan, atau golongan sosial tertentu dalam pemahaman sejarah. |
Cenderung mengabaikan pengalaman
kelompok minoritas, perempuan, atau golongan sosial tertentu dalam narasi
sejarah. |
Mengidentifikasi kekuatan politik,
ideologis, atau sosial yang mempengaruhi konstruksi narasi sejarah. |
Kurang mempertimbangkan kekuatan
politik, ideologis, atau sosial yang dapat memengaruhi narasi sejarah. |
Menganalisis keandalan, kebenaran,
dan konteks dari sumber-sumber sejarah. |
Menerima sumber-sumber sejarah
tanpa banyak analisis keandalan, kebenaran, atau konteks. |
Memahami bahwa narasi sejarah
adalah konstruksi manusia yang terpengaruh oleh interpretasi dan kepentingan. |
Melihat narasi sejarah sebagai
representasi objektif dari fakta-fakta. |
Bertujuan untuk memperluas
pemahaman kita tentang masa lalu dan menghindari kesalahan interpretasi. |
Bertujuan untuk memberikan narasi
sejarah yang lebih konsisten dengan versi yang sudah ada tanpa
mempertimbangkan perluasan pemahaman atau interpretasi alternatif. |
Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa
sejarah kritis berusaha melampaui batasan sejarah konvensional dengan
mengajukan pertanyaan kritis, mengungkap bias, mempertimbangkan perspektif
alternatif, dan memahami konteks sosial-politik dalam konstruksi narasi sejarah.
3. Pandangan Foucault Tentang Sejarah
dan Gender
Tokoh
kritis Prancis Bernama Michel Foucault, seorang filsuf dan sejarawan terkemuka
pada abad ke-20, memiliki pendekatan
unik terhadap sejarah. Pandangan Foucault tentang sejarah dipengaruhi oleh
pemikirannya tentang kekuasaan, pengetahuan, dan arkeologi pengetahuan. Berikut
adalah beberapa poin utama mengenai pandangan Foucault tentang sejarah
- Arkeologi Pengetahuan: Foucault
menggunakan pendekatan arkeologi pengetahuan untuk memahami sejarah.
Baginya, sejarah bukanlah sekadar rangkaian peristiwa linear, tetapi
sebuah jaringan kompleks dari praktik-praktik pengetahuan yang membentuk
cara kita memahami dan membangun realitas. Foucault tertarik pada
cara-cara di mana pengetahuan dihasilkan, diklasifikasikan, dan disebarkan
dalam masyarakat.
- Kuasa dan Pengetahuan: Foucault
melihat kuasa dan pengetahuan sebagai terkait erat dalam sejarah. Ia
berpendapat bahwa pengetahuan dan pengetahuan sejarah sering kali
digunakan sebagai alat oleh kelompok-kelompok yang berkuasa untuk
mengontrol dan mempengaruhi masyarakat. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang objektif
atau netral, tetapi terbentuk oleh hubungan kekuasaan yang ada dalam
masyarakat.
- Episteme: Foucault
memperkenalkan konsep "episteme" yang mengacu pada
kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan aturan-aturan yang mempengaruhi cara
kita memahami dan memproduksi pengetahuan dalam suatu periode sejarah
tertentu. Setiap episteme memiliki batas-batas tertentu yang mengatur apa
yang dapat diketahui dan bagaimana pengetahuan itu disusun.
- Arkeologi Pengetahuan Sebagai
Analisis Kuasa: Dalam karyanya yang berjudul "Surveiller et
punir" (Mengawasi dan Menghukum), Foucault menganalisis bagaimana
praktik pengawasan dan kekuasaan dalam sistem penjara berperan dalam
membentuk pengetahuan dan disiplin. Ia menunjukkan bagaimana
kuasa-ketahuan dan kuasa-fisik terkait erat dalam membentuk tatanan
sosial.
- Diskursus: Foucault memandang
sejarah sebagai perjuangan antara berbagai diskursus atau cara berbicara
dan berpikir yang mendefinisikan apa yang dianggap sebagai pengetahuan
yang sah dalam suatu masyarakat pada waktu tertentu. Dia berargumen bahwa
diskursus ini menciptakan batasan-batasan dan mengatur pemikiran kita
tentang dunia.
- Penjara (Prisons): Dalam karya
Foucault yang berjudul "Surveiller et punir" (Mengawasi dan
Menghukum), ia menganalisis sistem penjara dan bagaimana praktik
pengawasan dan kekuasaan di dalamnya berperan dalam membentuk pengetahuan
dan disiplin.
- Biopolitik (Biopolitics):
Konsep yang digunakan Foucault untuk menggambarkan hubungan antara
kekuasaan negara dan pengaturan kehidupan manusia, termasuk pengawasan
terhadap tubuh, kesehatan, dan populasi.
- Rejim Kekuasaan (Regime of
Power): Pandangan Foucault tentang cara kekuasaan beroperasi dalam
masyarakat dan bagaimana kekuasaan tersebut membentuk pengetahuan dan
praktik-praktik sosial.
Dalam
sejarah Foucault, mengajukan beberapa
konsep penting lainnya yang berhubungan dengan sejarah, pengetahuan, dan
kekuasaan. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai konsep-konsep dalam
sejarah kritis:
- Diskontinuitas (Discontinuity):
Foucault menekankan adanya diskontinuitas dalam sejarah, yaitu perubahan
tajam atau pemutusan yang terjadi dalam praktik, pengetahuan, atau
kekuasaan dari satu periode sejarah ke periode berikutnya. Foucault
menolak pandangan sejarah sebagai rangkaian yang kontinu dan menekankan
pada pemahaman bahwa perubahan dan pergeseran terjadi dalam
praktik-praktik sosial.
- Ceruk (Epistemic Break): Konsep
ceruk mengacu pada perubahan signifikan dalam cara kita memahami dan
memproduksi pengetahuan. Ceruk mewakili pemutusan atau pergeseran dalam
praktik pengetahuan yang terjadi pada suatu periode tertentu. Foucault
berpendapat bahwa ceruk muncul ketika ada perubahan dalam episteme, yaitu
dalam aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang mempengaruhi cara kita
memahami dunia.
- Seri (Series): Seri adalah
konsep yang digunakan oleh Foucault untuk menggambarkan hubungan antara
praktik-praktik sosial yang berkaitan satu sama lain dalam suatu periode
sejarah. Seri mengacu pada kelompok praktik atau pernyataan yang memiliki
kesamaan dan membentuk pola tertentu. Foucault melihat adanya serangkaian
praktik atau pernyataan yang saling berhubungan dalam membentuk
pengetahuan dan kekuasaan.
- Ambang (Threshold): Ambang
merujuk pada titik perubahan atau batas yang harus dilewati agar sesuatu
dapat diterima atau diakui dalam pengetahuan atau praktik sosial. Ambang
menggambarkan bagaimana pengetahuan dan praktik sosial terbentuk oleh
aturan-aturan dan batasan-batasan tertentu, dan perubahan tersebut terjadi
ketika ambang tersebut terlewati.
- Liminitas (Limitation):
Liminitas merujuk pada batasan atau keterbatasan dalam pengetahuan dan
praktik sosial. Foucault berpendapat bahwa kekuasaan dan pengetahuan
selalu memiliki batasan-batasan tertentu yang memengaruhi cara kita
memahami dan berinteraksi dengan dunia. Liminitas mencerminkan adanya
pembatasan dalam pengetahuan dan kekuasaan yang mempengaruhi praktik dan
pandangan kita.
Konsep-konsep tersebut merupakan
bagian dari kerangka pemikiran Foucault dalam menganalisis sejarah,
pengetahuan, dan kekuasaan. Foucault menekankan pada pemahaman bahwa sejarah
dan praktik-praktik sosial tidaklah kontinu, melainkan terdapat diskontinuitas
dan perubahan yang memengaruhi cara kita memahami dan mengorganisir dunia.
Pendekatan Foucault terhadap sejarah menantang pandangan
tradisional tentang sejarah sebagai narasi yang netral dan obyektif. Ia
menekankan pentingnya memahami hubungan antara kekuasaan, pengetahuan, dan
praktik-praktik sosial dalam membentuk pengetahuan sejarah. Pandangan Foucault
tentang sejarah telah memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita
tentang bagaimana pengetahuan dan kuasa beroperasi dalam masyarakat.
Michel Foucault memiliki pemikiran
yang relevan tentang gender dalam karyanya. Meskipun Foucault tidak secara
khusus memfokuskan penelitiannya pada gender, ia menyentuh isu-isu yang terkait
dengan konstruksi sosial dan kekuasaan yang ada di balik gender. Berikut adalah
beberapa poin penting mengenai pandangan Foucault tentang gender:
- Konstruksi Sosial Gender:
Foucault menolak pandangan bahwa gender adalah sebuah entitas yang melekat
pada individu secara alami. Baginya, gender adalah hasil dari proses
sosial yang kompleks, di mana norma-norma dan tuntutan sosial memainkan
peran penting dalam membentuk identitas gender.
- Peran Kekuasaan dalam Gender:
Foucault menyoroti peran kekuasaan dalam konstruksi gender. Ia
mengemukakan bahwa kekuasaan bukan hanya mengontrol individu secara
langsung, tetapi juga berperan dalam mengatur dan memengaruhi peran gender
yang diterima dalam masyarakat. Kekuasaan memainkan peran dalam menetapkan
norma-norma dan aturan-aturan yang membentuk identitas gender.
- Penindasan dan Pemberontakan:
Foucault melihat gender sebagai arena di mana kekuasaan menindas individu
dan masyarakat. Ia menyoroti bagaimana norma-norma gender yang didasarkan
pada perbedaan biner antara laki-laki dan perempuan dapat membatasi
kebebasan individu. Namun, Foucault juga menekankan bahwa di dalam
penindasan tersebut terdapat potensi pemberontakan dan resistensi terhadap
norma-norma gender yang diterima.
- Seksualitas: Foucault juga
memperhatikan isu-isu seksualitas dalam pemikirannya. Ia mengajukan
argumen bahwa seksualitas bukanlah sesuatu yang hanya berkaitan dengan
aktivitas seksual, tetapi juga merupakan konstruksi sosial dan kekuasaan
yang mempengaruhi identitas dan interaksi gender.
Penting untuk dicatat bahwa
pandangan Foucault tentang gender tidaklah sepenuhnya terpusat pada analisis
gender, melainkan lebih terfokus pada konstruksi sosial, kekuasaan, dan
disiplin secara umum. Meskipun Foucault telah memberikan wawasan yang berharga
terkait isu-isu gender, pemikirannya perlu digabungkan dengan kontribusi-kontribusi
dari bidang studi gender lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang gender dan identitas seksual.
Gender dan
feminisme adalah dua konsep yang berbeda, meskipun keduanya sering kali terkait
erat dalam konteks diskusi tentang kesetaraan gender dan perubahan sosial.
- Gender: Gender merujuk pada
peran sosial, perilaku, dan identitas yang dikaitkan dengan laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat. Konsep gender mengakui bahwa perbedaan
biologis antara laki-laki dan perempuan tidaklah cukup untuk menjelaskan
peran-peran sosial yang dibentuk oleh masyarakat. Gender dipahami sebagai
konstruksi sosial yang melibatkan tuntutan, norma-norma, dan harapan yang
diberikan kepada individu berdasarkan jenis kelamin mereka. Gender
mencakup berbagai aspek, seperti peran gender tradisional, ekspresi
gender, identitas gender, dan seksualitas.
- Feminisme: Feminisme adalah
gerakan sosial dan politik yang berjuang untuk mencapai kesetaraan gender
antara perempuan dan laki-laki. Feminisme bertujuan untuk mengatasi
ketidakadilan sosial, diskriminasi, dan ketimpangan yang berkaitan dengan
gender. Gerakan feminis menyoroti ketidaksetaraan sistemik yang dialami
oleh perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam hal hak
politik, kesempatan kerja, pendidikan, perwakilan dalam kekuasaan, dan
akses terhadap sumber daya. Feminisme mencoba untuk mengubah struktur
sosial yang mempertahankan dan memperkuat kesenjangan gender.
Perlu dicatat bahwa feminisme tidak
hanya berfokus pada isu-isu perempuan, tetapi juga mengakui bahwa patriarki dan
kesenjangan gender juga merugikan laki-laki dalam beberapa aspek kehidupan. Ada
berbagai aliran feminisme yang memiliki perspektif dan pendekatan yang berbeda
dalam memperjuangkan kesetaraan gender, seperti feminisme liberal, feminisme
radikal, feminisme sosialis, feminisme intersectional, dan banyak lagi.
Secara singkat, gender merujuk pada
konstruksi sosial yang melibatkan peran sosial dan identitas berdasarkan jenis
kelamin, sementara feminisme adalah gerakan sosial dan politik yang berusaha
mencapai kesetaraan gender dan mengatasi ketidakadilan sosial yang berkaitan
dengan gender.
3. Simpulan dan Saran
Sejarah kritis dan sejarah
konvensional sama pentingnya dalam kehidupan masyarakat, kuasa memang terkadang
menjadikan masyarakat terdominasi, terpinggirkan, bahkan terpenjara dan
dianggap gila. Karena pengetahuan dikonstruksi dari pusat kekuasaan, yang di
dalamnya terkonstruksi kebenaran berdasarkan kepentingan kekuasaan, ekonomi,
gender, dan libido manusia lainnya. Sejarah konvensional tidak semuanya salah,
demikian juga sejarah kritis tidak selalamnya keberpihakannya pada orang
terpinggirkan, oleh karena itu indiologi dan caouter ideologi dalam
cultuurgebudenheid dan zeitgeist penting untuk diungkapkan dalam mengkritisi
wacana sejarah. Dalam kontek ini waktu dan tempat, agen dan struktur masyarakat
sangat penting dipahami dengan hati-hati.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda