Minggu, 25 Juni 2023

SEJARAH KRITIS DAN SEJARAH KONPENSIONAL

 


1.     Penndahuluan

Sejarah terkadang dipandang ilmu yang digunakan untuk mengawetkan hegemoni dan dominasi, dengan pembentukan mitos-mitos yang melanggengkan  kuasa. Oleh katena itu sejarah kritis di arahkan untuk menampilkan bagian sejarah yang dipinggirkan, tidak diformalkan, dan dianggap menyimpang terkadang. Karena wacana yang dibuat melawan kuasa dalam melangengkan kekuasaan, dominasi, dan hegemoni di masyarakat. Namun tanpa sejarah manusia selamanya akan menjadi bayi, tidak memiliki pengalaman di luar yang mereka lalu.

Sejarah kritis, juga dikenal sebagai historiografi kritis, adalah pendekatan dalam studi sejarah yang mencoba untuk menganalisis, mempertanyakan, dan memahami sumber-sumber sejarah secara kritis. Pendekatan ini menekankan pada kajian kritis terhadap narasi sejarah yang sudah ada, serta upaya untuk mengungkap bias-bias yang mungkin ada dalam catatan sejarah.

Sejarah kritis menantang pandangan sejarah yang diterima secara umum dan mencoba untuk memperluas pemahaman kita tentang masa lalu. Ia mencoba untuk melihat melampaui narasi yang dominan atau resmi dan mengungkap perspektif yang mungkin terabaikan, seperti pandangan dari kelompok minoritas, perempuan, atau golongan sosial tertentu. Sejarah kritis juga berupaya mengidentifikasi kekuatan politik, ideologis, atau sosial yang mempengaruhi konstruksi narasi sejarah.

Bagaimana pendekatan sejarah kritis, dan kalau dibedakan dengan sejarah konvensional, termasuk bagaimana tokoh ilmuan kritis dalam sejarah dan pengetahuan dalam melakukan kritik kekuasaan dan gender?

2.     Perbedaan sejarah Kritis dengan Konvensional

Beberapa pendekatan dalam sejarah kritis meliputi:

1.     Analisis sumber: Sejarawan kritis melakukan analisis mendalam terhadap sumber-sumber sejarah yang ada, termasuk dokumen resmi, memoar, catatan pribadi, dan sumber-sumber non-tulisan seperti seni visual atau arkeologi. Mereka mengevaluasi keandalan, kebenaran, dan konteks dari sumber-sumber tersebut.

2.     Kritik ideologi: Sejarah kritis berusaha mengidentifikasi ideologi yang mendasari pembuatan narasi sejarah dan memahami bagaimana ideologi tersebut dapat mempengaruhi penyajian fakta dan interpretasi sejarah.

3.     Sejarah bawah ke atas: Pendekatan ini menekankan pada peran dan pengalaman kelompok yang kurang terwakili dalam sejarah resmi. Sejarah kritis berusaha untuk mendokumentasikan pengalaman kelompok minoritas, pekerja, perempuan, dan kelompok marginal lainnya.

4.     Konstruksi narasi: Sejarah kritis menyadari bahwa narasi sejarah bukanlah representasi objektif dari fakta-fakta, tetapi hasil dari interpretasi dan konstruksi manusia. Sejarawan kritis mempertanyakan bagaimana narasi sejarah tersebut dibangun, oleh siapa, dan untuk kepentingan apa.

Sejarah kritis memainkan peran penting dalam mengungkapkan kompleksitas masa lalu dan memberikan wawasan baru tentang peristiwa sejarah. Pendekatan ini membantu kita menghindari kesalahan interpretasi, pemahaman yang sempit, dan mempertanyakan versi sejarah yang dominan, sehingga kita dapat mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan terinformasi tentang masa lalu. Persoalan mana sejarah kritis dan mana yang konvensional sulit dibedakan, karena secara metodologis sejarah memang melalui Langkah kritik sumber, namun teori kritis bukan satu satunya teori yang dapat digunakan dalam menulis sejarah.

     Berikut adalah tabel perbedaan antara sejarah kritis (historiografi kritis) dengan sejarah konvensional:

Tabel 01: Pperbedaan Sejarah (Historiografi Kritis) dengan Konvensional

Sejarah Kritis (Historiografi Kritis)

Sejarah Konvensional Historiografi Konvensional)

Menganalisis, mempertanyakan, dan memahami sumber-sumber sejarah secara kritis.

Menerima dan mengandalkan narasi sejarah yang sudah ada tanpa banyak kajian kritis.

Mengungkap bias-bias yang mungkin ada dalam catatan sejarah.

Menerima catatan sejarah tanpa mempertimbangkan potensi bias atau kekurangan dalam narasi tersebut.

Mencoba untuk melihat melampaui narasi yang dominan atau resmi.

Mengandalkan narasi yang dominan atau resmi tanpa mencoba untuk mencari perspektif alternatif.

Menekankan peran kelompok minoritas, perempuan, atau golongan sosial tertentu dalam pemahaman sejarah.

Cenderung mengabaikan pengalaman kelompok minoritas, perempuan, atau golongan sosial tertentu dalam narasi sejarah.

Mengidentifikasi kekuatan politik, ideologis, atau sosial yang mempengaruhi konstruksi narasi sejarah.

Kurang mempertimbangkan kekuatan politik, ideologis, atau sosial yang dapat memengaruhi narasi sejarah.

Menganalisis keandalan, kebenaran, dan konteks dari sumber-sumber sejarah.

Menerima sumber-sumber sejarah tanpa banyak analisis keandalan, kebenaran, atau konteks.

Memahami bahwa narasi sejarah adalah konstruksi manusia yang terpengaruh oleh interpretasi dan kepentingan.

Melihat narasi sejarah sebagai representasi objektif dari fakta-fakta.

Bertujuan untuk memperluas pemahaman kita tentang masa lalu dan menghindari kesalahan interpretasi.

Bertujuan untuk memberikan narasi sejarah yang lebih konsisten dengan versi yang sudah ada tanpa mempertimbangkan perluasan pemahaman atau interpretasi alternatif.

Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa sejarah kritis berusaha melampaui batasan sejarah konvensional dengan mengajukan pertanyaan kritis, mengungkap bias, mempertimbangkan perspektif alternatif, dan memahami konteks sosial-politik dalam konstruksi narasi sejarah.

3.     Pandangan Foucault Tentang Sejarah dan Gender

Tokoh kritis Prancis Bernama Michel Foucault, seorang filsuf dan sejarawan terkemuka pada  abad ke-20, memiliki pendekatan unik terhadap sejarah. Pandangan Foucault tentang sejarah dipengaruhi oleh pemikirannya tentang kekuasaan, pengetahuan, dan arkeologi pengetahuan. Berikut adalah beberapa poin utama mengenai pandangan Foucault tentang sejarahTop of Form

  1. Arkeologi Pengetahuan: Foucault menggunakan pendekatan arkeologi pengetahuan untuk memahami sejarah. Baginya, sejarah bukanlah sekadar rangkaian peristiwa linear, tetapi sebuah jaringan kompleks dari praktik-praktik pengetahuan yang membentuk cara kita memahami dan membangun realitas. Foucault tertarik pada cara-cara di mana pengetahuan dihasilkan, diklasifikasikan, dan disebarkan dalam masyarakat.
  2. Kuasa dan Pengetahuan: Foucault melihat kuasa dan pengetahuan sebagai terkait erat dalam sejarah. Ia berpendapat bahwa pengetahuan dan pengetahuan sejarah sering kali digunakan sebagai alat oleh kelompok-kelompok yang berkuasa untuk mengontrol dan mempengaruhi masyarakat. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang objektif atau netral, tetapi terbentuk oleh hubungan kekuasaan yang ada dalam masyarakat.
  3. Episteme: Foucault memperkenalkan konsep "episteme" yang mengacu pada kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan aturan-aturan yang mempengaruhi cara kita memahami dan memproduksi pengetahuan dalam suatu periode sejarah tertentu. Setiap episteme memiliki batas-batas tertentu yang mengatur apa yang dapat diketahui dan bagaimana pengetahuan itu disusun.
  4. Arkeologi Pengetahuan Sebagai Analisis Kuasa: Dalam karyanya yang berjudul "Surveiller et punir" (Mengawasi dan Menghukum), Foucault menganalisis bagaimana praktik pengawasan dan kekuasaan dalam sistem penjara berperan dalam membentuk pengetahuan dan disiplin. Ia menunjukkan bagaimana kuasa-ketahuan dan kuasa-fisik terkait erat dalam membentuk tatanan sosial.
  5. Diskursus: Foucault memandang sejarah sebagai perjuangan antara berbagai diskursus atau cara berbicara dan berpikir yang mendefinisikan apa yang dianggap sebagai pengetahuan yang sah dalam suatu masyarakat pada waktu tertentu. Dia berargumen bahwa diskursus ini menciptakan batasan-batasan dan mengatur pemikiran kita tentang dunia.
  6. Penjara (Prisons): Dalam karya Foucault yang berjudul "Surveiller et punir" (Mengawasi dan Menghukum), ia menganalisis sistem penjara dan bagaimana praktik pengawasan dan kekuasaan di dalamnya berperan dalam membentuk pengetahuan dan disiplin.
  7. Biopolitik (Biopolitics): Konsep yang digunakan Foucault untuk menggambarkan hubungan antara kekuasaan negara dan pengaturan kehidupan manusia, termasuk pengawasan terhadap tubuh, kesehatan, dan populasi.
  8. Rejim Kekuasaan (Regime of Power): Pandangan Foucault tentang cara kekuasaan beroperasi dalam masyarakat dan bagaimana kekuasaan tersebut membentuk pengetahuan dan praktik-praktik sosial.

 

 

Dalam sejarah Foucault, mengajukan  beberapa konsep penting lainnya yang berhubungan dengan sejarah, pengetahuan, dan kekuasaan. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai konsep-konsep dalam sejarah kritis:

  1. Diskontinuitas (Discontinuity): Foucault menekankan adanya diskontinuitas dalam sejarah, yaitu perubahan tajam atau pemutusan yang terjadi dalam praktik, pengetahuan, atau kekuasaan dari satu periode sejarah ke periode berikutnya. Foucault menolak pandangan sejarah sebagai rangkaian yang kontinu dan menekankan pada pemahaman bahwa perubahan dan pergeseran terjadi dalam praktik-praktik sosial.
  2. Ceruk (Epistemic Break): Konsep ceruk mengacu pada perubahan signifikan dalam cara kita memahami dan memproduksi pengetahuan. Ceruk mewakili pemutusan atau pergeseran dalam praktik pengetahuan yang terjadi pada suatu periode tertentu. Foucault berpendapat bahwa ceruk muncul ketika ada perubahan dalam episteme, yaitu dalam aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang mempengaruhi cara kita memahami dunia.
  3. Seri (Series): Seri adalah konsep yang digunakan oleh Foucault untuk menggambarkan hubungan antara praktik-praktik sosial yang berkaitan satu sama lain dalam suatu periode sejarah. Seri mengacu pada kelompok praktik atau pernyataan yang memiliki kesamaan dan membentuk pola tertentu. Foucault melihat adanya serangkaian praktik atau pernyataan yang saling berhubungan dalam membentuk pengetahuan dan kekuasaan.
  4. Ambang (Threshold): Ambang merujuk pada titik perubahan atau batas yang harus dilewati agar sesuatu dapat diterima atau diakui dalam pengetahuan atau praktik sosial. Ambang menggambarkan bagaimana pengetahuan dan praktik sosial terbentuk oleh aturan-aturan dan batasan-batasan tertentu, dan perubahan tersebut terjadi ketika ambang tersebut terlewati.
  5. Liminitas (Limitation): Liminitas merujuk pada batasan atau keterbatasan dalam pengetahuan dan praktik sosial. Foucault berpendapat bahwa kekuasaan dan pengetahuan selalu memiliki batasan-batasan tertentu yang memengaruhi cara kita memahami dan berinteraksi dengan dunia. Liminitas mencerminkan adanya pembatasan dalam pengetahuan dan kekuasaan yang mempengaruhi praktik dan pandangan kita.

Konsep-konsep tersebut merupakan bagian dari kerangka pemikiran Foucault dalam menganalisis sejarah, pengetahuan, dan kekuasaan. Foucault menekankan pada pemahaman bahwa sejarah dan praktik-praktik sosial tidaklah kontinu, melainkan terdapat diskontinuitas dan perubahan yang memengaruhi cara kita memahami dan mengorganisir dunia. Top of Form

         

Pendekatan Foucault terhadap sejarah menantang pandangan tradisional tentang sejarah sebagai narasi yang netral dan obyektif. Ia menekankan pentingnya memahami hubungan antara kekuasaan, pengetahuan, dan praktik-praktik sosial dalam membentuk pengetahuan sejarah. Pandangan Foucault tentang sejarah telah memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita tentang bagaimana pengetahuan dan kuasa beroperasi dalam masyarakat.

Michel Foucault memiliki pemikiran yang relevan tentang gender dalam karyanya. Meskipun Foucault tidak secara khusus memfokuskan penelitiannya pada gender, ia menyentuh isu-isu yang terkait dengan konstruksi sosial dan kekuasaan yang ada di balik gender. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai pandangan Foucault tentang gender:

  1. Konstruksi Sosial Gender: Foucault menolak pandangan bahwa gender adalah sebuah entitas yang melekat pada individu secara alami. Baginya, gender adalah hasil dari proses sosial yang kompleks, di mana norma-norma dan tuntutan sosial memainkan peran penting dalam membentuk identitas gender.
  2. Peran Kekuasaan dalam Gender: Foucault menyoroti peran kekuasaan dalam konstruksi gender. Ia mengemukakan bahwa kekuasaan bukan hanya mengontrol individu secara langsung, tetapi juga berperan dalam mengatur dan memengaruhi peran gender yang diterima dalam masyarakat. Kekuasaan memainkan peran dalam menetapkan norma-norma dan aturan-aturan yang membentuk identitas gender.
  3. Penindasan dan Pemberontakan: Foucault melihat gender sebagai arena di mana kekuasaan menindas individu dan masyarakat. Ia menyoroti bagaimana norma-norma gender yang didasarkan pada perbedaan biner antara laki-laki dan perempuan dapat membatasi kebebasan individu. Namun, Foucault juga menekankan bahwa di dalam penindasan tersebut terdapat potensi pemberontakan dan resistensi terhadap norma-norma gender yang diterima.
  4. Seksualitas: Foucault juga memperhatikan isu-isu seksualitas dalam pemikirannya. Ia mengajukan argumen bahwa seksualitas bukanlah sesuatu yang hanya berkaitan dengan aktivitas seksual, tetapi juga merupakan konstruksi sosial dan kekuasaan yang mempengaruhi identitas dan interaksi gender.

Penting untuk dicatat bahwa pandangan Foucault tentang gender tidaklah sepenuhnya terpusat pada analisis gender, melainkan lebih terfokus pada konstruksi sosial, kekuasaan, dan disiplin secara umum. Meskipun Foucault telah memberikan wawasan yang berharga terkait isu-isu gender, pemikirannya perlu digabungkan dengan kontribusi-kontribusi dari bidang studi gender lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang gender dan identitas seksual.

Top of Form

Gender dan feminisme adalah dua konsep yang berbeda, meskipun keduanya sering kali terkait erat dalam konteks diskusi tentang kesetaraan gender dan perubahan sosial.

  1. Gender: Gender merujuk pada peran sosial, perilaku, dan identitas yang dikaitkan dengan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Konsep gender mengakui bahwa perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan tidaklah cukup untuk menjelaskan peran-peran sosial yang dibentuk oleh masyarakat. Gender dipahami sebagai konstruksi sosial yang melibatkan tuntutan, norma-norma, dan harapan yang diberikan kepada individu berdasarkan jenis kelamin mereka. Gender mencakup berbagai aspek, seperti peran gender tradisional, ekspresi gender, identitas gender, dan seksualitas.
  2. Feminisme: Feminisme adalah gerakan sosial dan politik yang berjuang untuk mencapai kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki. Feminisme bertujuan untuk mengatasi ketidakadilan sosial, diskriminasi, dan ketimpangan yang berkaitan dengan gender. Gerakan feminis menyoroti ketidaksetaraan sistemik yang dialami oleh perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam hal hak politik, kesempatan kerja, pendidikan, perwakilan dalam kekuasaan, dan akses terhadap sumber daya. Feminisme mencoba untuk mengubah struktur sosial yang mempertahankan dan memperkuat kesenjangan gender.

Perlu dicatat bahwa feminisme tidak hanya berfokus pada isu-isu perempuan, tetapi juga mengakui bahwa patriarki dan kesenjangan gender juga merugikan laki-laki dalam beberapa aspek kehidupan. Ada berbagai aliran feminisme yang memiliki perspektif dan pendekatan yang berbeda dalam memperjuangkan kesetaraan gender, seperti feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme sosialis, feminisme intersectional, dan banyak lagi.

Secara singkat, gender merujuk pada konstruksi sosial yang melibatkan peran sosial dan identitas berdasarkan jenis kelamin, sementara feminisme adalah gerakan sosial dan politik yang berusaha mencapai kesetaraan gender dan mengatasi ketidakadilan sosial yang berkaitan dengan gender.

3.     Simpulan dan Saran

Sejarah kritis dan sejarah konvensional sama pentingnya dalam kehidupan masyarakat, kuasa memang terkadang menjadikan masyarakat terdominasi, terpinggirkan, bahkan terpenjara dan dianggap gila. Karena pengetahuan dikonstruksi dari pusat kekuasaan, yang di dalamnya terkonstruksi kebenaran berdasarkan kepentingan kekuasaan, ekonomi, gender,  dan libido manusia lainnya.  Sejarah konvensional tidak semuanya salah, demikian juga sejarah kritis tidak selalamnya keberpihakannya pada orang terpinggirkan, oleh karena itu indiologi dan caouter ideologi dalam cultuurgebudenheid dan zeitgeist penting untuk diungkapkan dalam mengkritisi wacana sejarah. Dalam kontek ini waktu dan tempat, agen dan struktur masyarakat sangat penting dipahami dengan hati-hati.  

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda