Senin, 14 Agustus 2023

Kuasa dan Wibawa Demokrasi

 1. Pengantar

        Kuasa, kapital dan budaya menjadi kata kunci dalam demokrasi Pancasila. Secara kritis hubungan kuasa dengan kapital dan prestige sangat erat, dan bersaudara satu dengan yang lainnya. Demokrasi diharapkan mampu mengendalikan manusia ketika ada pada puncak kuasa, puncak kemakmuran, dan puncak penghormatan status manusia yang sedang di puncak. Dalam pandangan ahli bahwa "power tens to corupt", sehingga perlu diwaspadai kalau menumpuk kekuasaan sebuah negara pada seorang Individu dan atau satu lembaga negara. Bagaimana kondisi bangsa Indonesia terkait dengan masalah ini? sangat menarik untuk dikaji secara kritis. 

2. Pembahasan 

        Kekuasaan terkait dengan politik, politik dikaitkan dengan legalitasnya melalui produk hukum, sebagai norma yang mengatur masyarakat terkait dengan kehidupan bersama agar semuanya tertib mengikuti aturan hukum. Hukum dibuat oleh lembaga pembuat hukum dalam hal ini pemerintah dan dewan perwakilan rakyat. masalahnya sekarang bagaimana produk hukum itu agar tidak ada relasi kuasa, kapital dan budaya dominatif di dalamnya. 

          Makna yang dapat dipahami bahwa hubungan kuasa dengan kapital, dengan kekuasaan dilakukan politik birokrasi, melalui juknis pelaksanaan UU atau Aturan yang ada. Tidak dapat diselenggarakan oleh birokrasi yang ada di bawah presiden. tentu lembaga kepresidenan memegang peranan penting terlaksana atau tidaknya perundangan yang diadakan oleh lembaga negara (DPR dan Presiden). Di situlah terkadang ada relasi kapitalis kalau menguntungkan kelompok tertentu yang ada kaitannya dengan kuasa akan dilaksanakan dengan segera, sebenarnya untuk mendapatkan bagian untuk mengisi pundi-pundi pribadi, perusahaan, atau partai politik. Demikian sebaliknya dengan memiliki kapital yang menggudang, bertumpuk karena aliran sebagai pengusaha, politisi (fee politik), jual kepentingan publik untuk hidup seperti rekrutmen ASN, AKABRI, Dan sekolah pavorit dalam sekolah, pekerjaan pavorit, jabatan Pavorit karena basah dan mudah mengumpulkan berbagai modal (terutama modal kapital). Dengan demikian Corupt tidak hanya terjadi dimana kuasa sedang bermain untuk itu, tetapi juga sudah memulai saat proses menentuan orang untuk menjabat sebagai pembuat keputusan. Kolusi terjadi karena di dalamnya ada relasi kuasa yang dominan, karena demokrasi dikebiri dengan keputusan birokrasi yang ada di atasnya, ujung-ujungnya berbelit atau dikatakan sesuai dengan printah presiden, mentri, dirjen, Gubernur, Bupati, Rektor, Dekan, dan sebagainya. Posisi-posisi strategis itu hanya dapat dikendalikan oleh masyarakat sebagai sumber kuasa yang didelegasikan atau diwakilkan pada lembaga  demokrasi. Persoalannya kuasa sangat sensitif terhadap kritik, dalam wacana menyampaikan terbuka terhadap kritik, tetapi ketika penguasa dikritik maka penggikutnya brontak, sewot dan lebih marah dari penguasa. Di situlah masalahnya dalam demokrasi kita, sehingga menjadi demokrasi yang mobokrasi. Demokrasi yang seolah-olah demokrasi padahal sistem zaman kerajaan atau feodal. 

    Secara teoretis di masyarakat terjadi pembelahan pendukung pemerintah, dengan dasar mendapat bagian kuasa, kapital, atau prestise dengan berkuasanya seseorang tokoh. Di sisi lain kelompok yang tidak mendapat keuntungan Kuasa-kapital dan Prestise dalam era kekuasaan tokoh atau atas nama Partai tertentu. Jadi dengan demikian masyarakat Indonesia harus mau dan mampu beradaptasi dengan konflik dan pertentangan karena hidup itu memang rwabhineda, hidup itu masalah menangani pertentangan dualitas yang harus didamaikan.   

    Demokrasi akan berwibawa jika kuasa memang terbuka, menerika kritik, dan mengubah dunia dari manusia hanya materialistis juga menjadi manusiaa spiritual, yang kualitasnya bukan hanya di kulit tetapi sampai pada bagian terdalam kehidupan manusia itu. Pejabat tinggi kuasa yang telah memiliki banyak harta, demikian juga pengusaha yang sudah banyak punya arta, terkadang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. kuasa butuh arta dan arta butuh kuasa, apa sesungguhnya yang manusia cari? sebenarnya ingin mendapatkan menyamanan hidup, penghormatan yang tulus, bukan kaena jabatan, dan menjabat juga yang tulus bukan karena ingin menumpuk harta sebanyak-banyaknya sampai mencedrai kemanusiaan. Manunggaling kaula gusti adalah jargon kejawen, dan manunggaling pribadi dengan yang kuasa sebagai manusia sempurna dan manunggaling bhuwana agung lan bhuwana alit adalah sisi kualitas manusia yang sesungguhnya sudah 'selesai menjadi manusia' yang didasari oleh kepentingan tertentu. 

3. Simpulan

    Dimana kuasa menunpuk, karena kuasa memang menyebar, di sana butuh kontrol dan pengawasan. kalau pengawas juga sudah dikorup dan dikontrol, maka akan terjadi dualisme korup hanya saja keterbukaan pada publik akan menentukan kualitas kontrol yang dilakukan. Kembali pada kualitas SDM kita, dan kembali pada kemampuan menyadari bahwa materi itu untuk menyempurnakan kebutuhan fisik, ada kebutuhan lain yang harus disediakan ruangnya dalam hidup sehingga kualitas kemanusiaan menjadi seimbang secara lahir dan bathin. Materi penting dan sangat penting di dunia ini, tetapi kehidupan spiritual menyempurnakan kualitas kemanusiaan Indonesia, sebagaimana diajarkan oleh leluhur, ngudi kesampurnan hidup, dengan kewicaksanaan hidup di didunia ini.  








0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda