POTENSI PENGEMBANGAN PARIWISATA DESA DAN INVESTASI BERKELANJUTAN
POTENSI
PENGEMBANGAN PARIWISATA DESA
DAN INVESTASI BERKELANJUTAN
Oleh
Dr. I Made Pageh, M.Hum.
Dosen FHIS Undiksha Singaraja
I.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Pariwisata di Bali hakikatnya
menjual alam dan budaya Bali pada wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara.
Bali sebagai tujuan wisata sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Desa di Bali
hampir semuanya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai objek pariwisata,
hanya saja masing-masing memiliki potensi wisata berbeda. Kalau dilihat dari
pekerjaan masyarakat Bali yang sebagian besar hidup dari pertanian, sangat
memungkinkan untuk digali potensi agrowisata dan budaya pertanian (subak)
sebagai objek wisata, sebagai pendukung pariwisata budaya yang sudah
berkembang. Pilihan kita apakah mau mengembangkan pariwisata budaya atau wisata
alam, atau perpaduan darinya. Penyiapan objek wisata desa yang unik akan menarik
golongan tertentu yang datang ke Bali, karena begitu banyaknya wisatawan ke
Bali, maka sesuai dengan hakikat manusia yang unik dan memiliki kesenangan
beragam, maka wisata pertanian, perkebunan, sangat memungkinkan untuk menarik wisatawan
yang memiliki kesenangan, kepentingan, dan minat unik dan beragam tadi.
Hanya saja dalam keunikan desa
itu, ada hal yang secara umum harus dipenuhi oleh desa wisata yang menjadi
tujuan wisata. Seperti pemahaman bahwa bangsa asing memiliki kebiasaan
melestarikan lingkungan alam dan satwa, kebersihan, dan jaminan keamanan.
Seperti sangat perhatian terhadap hijaunya lingkungan, bebas sampah plastik,
sanitasi, air bersih, dan keramahtamahan masyarakat setempat. Nilai-nilai
universal itu, terkadang di lingkungan desa tidak memdapat perhatian masyarat
setempat.
Memahami budaya barat, dan
memahami budaya lokal (Bali sebagai objek wisata) adalah kewajiban bagi pengelola
daerah tutujuan wisata (DTW), kedua budaya itu harus difasilitasi dan didamaikan
secara universal, sehingga dapat saling menguntungkan satu dengan yang lainnya.
Di sinilah dibutuhkan investasi dana untuk mengembangkan objek wisata desa yang
menarik, sehingga investasi yang ditanam oleh pemerintah melalui Anggaran Desa
(Anggaran Dana Desa), dan dana investor atau kewirausahaan yang memiliki kepentingan
ekonomi (untung), menjadi produktif, berkembang dan menghasilkan, sehingga
berdampak pada muncul kesejahteraan masyarakat desa secara umum.
Budaya Bali sangat dipengaruhi
oleh beberapa factor antara lain: (1) sejarah sistem religi yang berkembang di
Bali, (2) bentuk budaya yang tersisa (adaptasi budaya, mimikri, dan hibridasi
budaya agama) yang berkembang secara unik di masing-masing desa adat di Bali.
Keunikan budaya desa di Bali berdasarkan desa,
kala, patra itu, memiliki latar belakang
utama (1) bentuk pemertahanan jiwa budaya berupa sistem religi dan kuasa
politik di masa lalu; (2) adanya ikatan budaya desa pakraman yang dikembangkan sejak
dulu kala. Percampuran dan penguatan jiwa dan ikatan budaya yang dimiliki desa
pakraman itu, dapat dijadikan objek wisata budaya yang menarik. Jiwa dan ikatan budaya desa itu masih tersisa
berupa artefack budaya, seperti: Merajan,
Pura Desa, Setra, Tradisi Desa, sistem ritual, sistem sosial, sistem
religi, ikatan Banwa, dan lilitan wali yang masih bertahan dapat
dikemas menjadi wisata budaya menarik.
Keunikan desa seperti atraksi, sejarah,
tradisi dapat digali untuk dikemas secara maksimal. Memang tidak semua Desa
dapat dikembangkan menjadi objek wisata, tetapi yang pasti dapat dikembangkan
menjadi desa penunjang wisata budaya atau wisata alam yang sudah berkembang
duluan. Dengan demikian investasi dana pemerintah dan investor dapat diprospektifkan
untuk kerajinan pariwisata dan pertanian untuk wisatawan. Dengan demikian dana
investor dan pemerintah (ADD) menjadi produktif, penduduk desa dapat dididik
menggunakan waktu luangnya pada kegiatan kreatif dan produktif dipasarkan untuk
wisatawan.
Bali Utara sebagai daerah tropis dan banyak
lahan kering sangat potensial untuk dikemas sebagai wisata perkebunan tanaman
sejenis yang dapat dijual pada wisatawan yang memiliki kebutuhan khusus ke
Bali. Seperti direncanakan tanaman buah khusus untuk dijadikan objek wisata,
misalnya: tamaman duren, manggis, mangga, rambutan, kelapa, jambu biji, jambu
air, salak dan tanaman lainnya yang dapat diprospekkan pada pasaran lokal,
regional, dan internasional. Petani sangat mudah memroduksi hasil pertanian
besar-besaran, hanya saja yang menjadi masalah adalah pemasarannya. Pemasaran
ketika panen raya menjadi masalah karena sangat murah dan bahkan tidak ada yang
membeli hasil pertanian yang melimpah itu. Di sinilah diharapkan ada kontrak
petani dengan pengusaha dan pemerintah bahwa panen yang akan dihasilkan sangat
berlimpah itu, hasilnya dilola investor atau pemerintah (kontrak jangka
panjang) dan wajib hukumnya bagi pemodal untuk menyiapkan pengolahan buah
ketika ada panen raya. Respons petani saat ini, ketika hasilnya melimpah dan
tidak dapat dijual dengan harga layak dengan memotong tanamannya (sudah
dipelihara 5-10 tahun), mengganti dengan tanaman lain menunggu berbuah puluhan
tahun lagi. Di sinilah investasi dana pemerintah dan investor sangat
diharapkan, agar petani aman bertani, sementara hasilnya sudah ada yang
mengurusnya, peran pemerintah dan investor dalam pendanaannya menjadi sangat
kondusif.
Wisata
desa diharapkan menjual produk unik, proses, dan atraksi uniknya. Sebagai
petani menjual lokasi perkebunan dan pertanian (trecking), dan memetik buah
dari pohonnya langsung. Dengan menyiapkan penginapan rumah penduduk, dapur
penduduk, pelayan rumah tangga dan kealamian lainnya pada wisatawan yang
memiliki minat khusus.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang dikaji,
antara lain. (1) Apa potensi desa yang dapat dikemas menjadi objek wisata desa
yang menarik wisatawan datang ke desa? (2) Bagaimana investasi berkelanjutan disinergikan
di dalamnya?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
tulisan ini untuk dapat menggali potensi desa untuk dijadikan objek wisata
menarik; dapat memberikan wawasan pada masyarakat desa untuk dapat menjadikan
potensi desanya sebagai objek wisata yang dapat dijual pada wisatawan secara
berkelanjutan; dengan demikian dapat menjaga iklim investasi di desa wisata itu
secara berkelanjutan.
II.
Konsep
Pariwisata Desa
2.1
Pariwisata Desa
Pariwisata merupakan anak dari
kapitalisme, wisatawan datang ke DTW (daerah tujuan wisata) membawa uang
(capital) untuk dapat refreshing,
dapat kesenangan, pengalaman baru, situasi baru, kuliner unik, dan souvenir asli daerah untuk dibawa pulang ke
daerah asalnya. Tujuan lain seperti pendidikan (PKL), penanaman modal, prestise
individu, ketrampilan khusus yang dapat dipertontonkan di daerah asalnya,
terutama dapat self esteem sebagai
bagian masyarakat modern dengan capital sebagai ukurannya. Sehingga keberadaannya
sangat ditentukan oleh “seberapa barang mahal, aktivitas mahal, dan makanan
mahal yang dapat dikonsumsinya”, karena makin mahal barang yang dikonsumsi
makin tinggi prestise yang disandangnya. Sebagai DTW harus memahami budaya
modern asing itu, sehingga tidak dapat menggunakan harga lokal (Rp) sebagai
ukuran, harus menggunakan standard dollar ($).
Pariwisata merupakan industri tanpa
asap, industri yang memiliki keterkaitan secara integral satu faktor dengan
faktor lainnya. Tidak mungkin sebuah daerah akan dapat menyiapkan seluruh
faktor yang dibutuhkan untuk kemajuan wisata desa, dibutuhkan sinergi secara
holistik. Spillanne (1989:92) menyebutkan bahwa kemajuan industri pariwisata
ditunjang oleh bermacam-macam usaha yang perlu dilola secara terpadu, di
antaranya:
1. Promosi wisata untuk
memperkenalkan objek wisata
2. Transfortasi, jalan, dan
ases yang lancar
3. Kemudahan keimigrasian
atau biro wisata yang cakap
4. Akomudasi yang menjamin
penginapan yang nyaman
5. Pemandu wisata yang
cakap budaya, dan lingkungan
6. Penawaran barang dan
jasa dengan mutu terjamin, dengan harga yang wajar.
7. Pengisian waktu dengan
atraksi-atraksi yang menarik
8. Kondisi kebersihan dan
kesehatan lingkungan hidup (go green Bali
today).
9. Keramah tamahan, tegur
sapa, mimik pantu mimik penduduk bersahabat, menjaga perasaan tamu yang datang
(tambahan penulis).
Dari
kutipan di atas dapat disederhanakan untuk mudah memahami, pariwisata desa
terkait erat dengan: (1) kebersihan dan sanitasi lingkungan desa. (2) Ases ke
desa wisata yan digarap, (3) Objek wisata desa yang ditawarkan: alam/trecking,
budaya unik, proses, ketrampilan, dll. (sekarang lebih mudah melalui video on line di web). (4) Penginapan (standarisasi rumah penduduk). (5) Restouran
dapat dipusatkan, dengan tawaran kuliner lokal, terpusat. (6) Atraksi budaya:
baris, jogged, gambuh, barong nong kling, pembuatan keranjang hias, wakul,
capil ental/klangsah, tuak, pembuatan gula Bali, kisa, dulang, lukis kaca,
perak, buatan tenun, dan sebagainya. Tawarkan yang khas daerah masing-masing.
(7) Souvenir Desa terpusat, dengan menawarkan produk lokal dengan kemasan
mewah, dan mudah dibawa ke luar desa. Seperti makanan (kuliner kering), hasil
kerajinan bamboo, kayu unik, foto-foto dengan ruang selfi (dari bambu, goa,
kayu, rumah pohon, dll).
III Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan
pendekatan filsafat kritis, kajian budaya, penulisannya menggunakan daya nalar
kritis, dan data sejarah Bali, kemudian data dikonstruksi secara umum, yang
kemudian dapat dikritisi oleh masyarakat desa atau peserta, sehingga dengan
akal sehatnya akan dapat mengonstruksi
secara mandiri potensi desanya yang dapat dijadikan objek wisata
menarik, menggunakan poin-poin yang didiskusikan dalam petemuan ini. Deskrisi
wacana berdasarkan data sejarah, data sosial-budaya, dan abstraksi beberapa
konsep sejarah, social-budaya, ekonomi dan politik yang terkait dalam uraian
ini.
IV. Pembahasan
4.1 Faktor
Pariwisata Desa
Beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan industri pariwisata, yaitu: (1) faktor objek
wisata, (2) ases jalan (transfortasi), (2) akomudasi, restouran, atraksi
budaya, souvenir, peramu wisata, dan sanitasi- kebersihan lingkungan. Komponen
ini merupakan faktor yang harus dipersiapkan untuk turis dapat datang ke DTW
Desa yang dikembangkan. Pemerintah melalui dias pariwisatanya berkewajiban
untuk membantu desa untuk membangkitkan desa wisata, agar kesejahteraan
masyarakat desa dapat terwujud. Dana Desa (ADD) dan investor di desa diharapkan
untuk diarahkan kepada potensi desa yang dimilikinya. Dengan demikian dapat
menjamin keberlangsungan pembangunan desa dengan menggunakan kekuatannya dari
dalam desa. Dibangkitkan dengan melakukan gotong royong demi kemajuan desanya.
Pernyiapan sentra kerajinan,
kesenian, dan ataraksi desa secara berkala. Melakukan pemilahan sampah,
sehingga desa menjadi bersih dengan demikian penyakit menjadi menjauh, dan
sebagainya. Desa jadinya memiliki orientasi masa depan. Kalau tidak mungkin
dikembangkan menjadi pusat parwisata, paling tidak menjadi desa penunjang
pariwisata dengan menyediakan souvenir khas desa yang dijual di daerah
pariwisata yang sudah maju. Lama kelamaan tamu akan datang melihat daerah pusat
kerajinan yang ingin mereka jadikan souvenir. Dengan alasan apakah mau melihat
proses pembuatan, atau agar dapat membeli dengan harga yang lebih murah karena
dibeli dari tangan pertama.
Keunikan yang ditawarkan, akan
menarik turis manca negara atau wisatawan nusantar untuk datang, karena
pengalaman itu tidak ditemukan di daerah asalnya. Juga dapat menawarkan pengalaman baru,
terutama yang terkenal di daerah asalnya. Kedatangan tamu ke Bali sangat
beragam, baik asalnya, kulitnya, keinginan, dan kesenangannya (Sutrisno,
2004:2). Pariwisata desa menangkap peluang tamu yang memiliki keinginan khusus
ini.
4.2 Masyarakat
Jaringan di Era Globalisasi
Kedatangan tamu asing ke Bali sudah membawa program yang
ditawarkan oleh biro perjalanan di daerah asalnya. Oleh karena itu usahakan
menawarkan lewat web (intrnet), dan berikan kepastian dan jaminan pada pemesanan,
dengan alamat web yang jelas, sehingga interaksi terjadi lewat dunia maya,
sehingga kedatangan wisatawan apakah kelompok besar (siswa), keluarga, pribadi
dan sebagainya, memiliki kepastian. Melayani wisatawan sebagai masyarakat
jaringan yang menguasai web dan internet, maka dalam aktivitas pariwisata
dibutuhkan orang khusus yang menangani web desa wisata tersebut. Sehingga sehari-harinya
dia bekerja sebagaimana pekerjaan professional lainnya. Dia akan memfasilitasi,
memanegemen, mempersiapkan, apa yang dibutuhkan sehari sebelum wisatawan/pemesan
datang.
Wisata Desa membutuhkan seorang
yang bekerja setiap saat pada web khusus untuk berdagangan wisata desa
bersangkutan. Mengelola informasi di dunia maya menjadi kenyataan karena
kedatangan tamu diketahui dari internet itu. Dengan web (internet) masyarakat dunia
(yang tinggal di Jerman, Jepang, Eropa, Amerika, dan belahan dunia lainnya)
dengan mudah dapat mengakses apa yang nereka inginkan yang ada di belahan dunia
lainnya, pada saat itu juga, yang dihubungkan oleh dunia maya (jaringan
internet). Dunia telah masuk saku manusia, dengan gatget (HP Android)
komunikasi masyarakt dunia terjadi secara serentak. Kejadian hari ini, ketika
di uploud maka akan diketahui oleh masyarakat lainnya di seluruh dunia, asalkan
menarik bagi mereka untuk diketahui. Dunia bukan selebar daun kelor, telah
berubah menjadi kenyataan bahwa dunia tidak lebih dari segenggam dau kelor yang
dapat dilipat ke dalam saku. Kesadaran itu harus dipahami, karena kita sudah
menjadi satu dengan masyarakat dunia lainnya melalui jaringan, sehingga saya
sebutkan sebagai masyarakat jaringan.
Persiapan penerimaan tamu
disesuaikan sesuai dengan pesanan dan kemampuan kita untuk menyiapkannya,
dengan jaminan tidak akan mengecewakan pemesan. Tamu yang datang adalah alat
promosi paling efektif dalam dunia pariwisata. Butuh disiapkan masyarakat sadar
wisata, dengan menguasai bahasa asing, kebesihan lingkungan, pemilahan sampah,
sanitasi lingkungan, kamar kecil yang bersih, keramah tamahan penduduk, dan
persiapan lainnya agar satu kesatuan dalam pelaksanannya. Tentu hal itu
membutuhkan alat pendesiplinan. Sebagai alat pendisiplinannya adalah bagian berupa
prosentase dari penghasilan itu, perlu dibicarakan dan dipastikan hasilnya akan
dinikmati secara bersama-sama oleh masyarakat desa bersangkutan (Agger,
2003:247).
Pembagian
kerja dalam menerima turis datang sudah diatur secara professional, terkendali,
dan menyuguhkan yang terbaik, dengan alokasi waktu yang pasti. Managemen waktu
bagi tamu asing harus dilola dengan baik dan pasti, tidak ada tunda-tunda waktu
dengan alasan belum siap. Disinilah peran pemerintah, bekerja sama dengan kelompok sadar wisata yang dibentuk di daerah
tujuan wisata, agar tidak mengacaukan industri pariwisata secara umum.
Kesigapan desa dalam mengelola
waktu dan kegiatan yang harus disuguhkan sesuai dengan janji kita dalam
promosi, sangat menentukan kedatangan tamu pada hari-hari berikutnya. Promosi
daerah desa tujuan wisata yang tidak dijelaskan dengan kata-kata, tetapi
berdialog dengan tamu asing, adalah kebersihan lingkungan terlihat ada
pemilahan sampah ocial dengan sampah ocial, sanitasi lingkungan baik tidak ada
selokan kotor, mampet, bahu dan sebagainya. Penghijauan jalan, pekarangan, dan
lingkungan atraksi tidak ada sampah berserakan. Foto-foto, selfie turis dan
masyarakat merupakan promosi yang berdialog secara aktif tetapi tidak dengan
bahasa verbal, tetapi dengan bahasa simbolik.
4.3 Pariwisata
Desa Yang Ditawarkan: Menangkap Wisatawan Berkebutuhan Khusus.
Wisatawan yang berasal dari daerah
maju, betapapun mewahnya hotel tidak membuat mereka kagum, karena di daerah
asalnya sudah biasa dengan kemewahan dan glamor modern itu. Justru yang tidak
pernah mereka dapatkan di daerah asalnya, akan sangat menarik minatnya. Misalnya
mengapa ubud menjadi sangat terkenal di manca negara, karena ubud dapat
menangkap turis yang berkebutuhan khusus, yang mencari situasi berbeda dari
daerah asalnya. Dengan menyediakan rumah seperti rumah tangga dengan ketenangan
terjamin, yaitu hotel yang menyendiri dengan kamar, halaman, tempat makan,mandi
sendiri seperti sebuah keluarga mandiri. Masalah harga tidak ditanyakan berapa
saja akan dibayar, karena memang menerima tamu kaya. Mereka datang ke Bali
melepas kepengapan, keramaian, ingin sepi menyendiri, dan tidak terganggu. Hal itu ditemukan di Ubud, bukan di Kuta atau
di Sanur. Di samping apa yang didapatkan di Ubud, Kuta, Sanur, Candi Dasa dan
Lovina, ada beberapa aktivitas yang juga memberikan pengalaman khusus. Secara
teoretis beberapa keinginan khusus itu:
Tabel
01: Touris dengan Kebutuhan Khusus.
No
|
Kebutuhan Khusus
|
Ketrampilan yang Ditawarkan
|
1.
|
Belajar menari Bali
|
-
Belajar singkat beberapa dasar tari Bali
-
Belajar Cak Bali
-
Belajar Joged Bali Klasik dan Modern
-
Belajar tari jauk, baris, janger, dll
-
Menarikan barong, dll.
|
2.
|
Belajar ocia Bali dari Bambu
|
-Belajar
memainkannya seruling
-Belajar ngerindik/granting/Nyingklik
-Belajar
ngango kempli, dll
-Belajar
mreret
-Belajar
ngengong
-Belajar
Nyegog
-Belajar
memainkan Musik Bumbung (rantang lepas ocialion), dll.
|
3.
|
Ketrampilan
Proses Pembuatan Musik dari amboo
|
-Belajar
membuat seruling
-belajar
membuat kempli
-belajar
membuat kulkul
-belajar
membuat Grantang/rindik
-Belajar
membuat preret,
-Belajar
membuat gengong, dll .
|
4.
|
Ketrampilan
main dan membuat Gangsing
|
-Gangsing kayu utuh
-Gangsing dari papan dirakit
-dll
|
5.
|
Memasak
Makanan Khas Bali
|
-Ngelawar paku, Nangka, gedang, pisang batu,
klungah, isen, blimbing, dll.
-jukut-jukutan: urab, plecing, plahpah, dll
-jukut ares, embung, kakul, dll.
|
6.
|
Proses
buat jajanan Basah
|
-Proses membuat lempog dari ketela di pohon,
sampai ngabut lantas jadi jajan lempog.
-membuat timus (idem)
-membuat pisang rai (idem),
-membuat godoh (idem)
-membuat dodol
-membuat jaja- uli, abug, benyon, dll.
|
7.
|
Proses
membuat I Baas dan Serbuk Kopi Bali
|
-proses buat nyahnyah I baas Bali
-proses buat dari nyahnyah kopi jadi serbuk
-proses buat gula Bali, dari tuak- jadi gula.
-proses buat arak Bali dari tuak-jadi arak,
dll
|
8.
|
Proses
membuat Rontal di Bali
|
-Proses
daun ental (Video)- menulis di ental.
-Proses
buat souvenir dari daun ental, lidinya, buahnya, daunnya, tuaknya
diperkenalkan dan dijelaskan prosesnya di Bali.
|
9.
|
Proses
membuat Gula Bali dari tuak jaka
|
-tuaknya jadi gula
-ijuknya jadi atap sanggah
-daun mudanya jadi jejahitan
-roonnya jadi jejahitan, dan alat ritual
lainnya
-batangnya jadi Genggong
-batangnya jadi patin udud, blakas, dll.
-mitos pohon jaka di Desa Tua
|
10
|
Proses
membuat dan hasil kerajinan dari perak dan emas
|
-proses ngolah perak jadi renik perhiasan
(souvenir barang perak)
-proses ngolah emas jadi renik perhiasan
(souvenir emas)
-proses buat kain songket, souvenir songket.
|
11
|
Kebutuhan
menjadi orang Bali/Nginep di rumah penduduk
|
-sediakan rumah penduduk, dengan satndarisasi
keamanan, kebersihan, wc, dan standarminimal sebagai rumah layak dihuni
touris.
|
12
|
Merasakan
sebagai pemilik kebun /swah.
|
-memetik buah (jambu biji, duren, kopi, salak,
jeruk, tomat, stroberi, dll. Butuh jalan lingkar di desa bersangkutan.
|
Banyak ketrampilan lain, dan
keunikan lainnya yang dapat ditawarkan, seperti berjalan keliling desa, dengan
melihat sisi-sisi kehidupan desa yang asli. Selfi di Rumah Pohon, Plataran
Bamboo, Goa, tepi tebing, kandang sapi, dan sebagainya di podok-pondok dibuat
khusus diperuntukkan tamu yang akan datang.
Proses penanaman padi (mekirig), metekap,
ngelampit, dan sebagainya yang dapat dijadikan objek wisata menarik, dengan
menawarkan pengalaman khusus dan unik bagi wisatawan, karena di desanya sudah
serba mekanik. Hal ini akan sangat menarik dan menguntungkan desa dan petani,
tentu dengan kesepakatan bahwa mereka akan mendapat bagian (prosentase) yang
sudah disepakati sebelumnya. Ini adalah suatu objek wisata yang berlangsung
jangka panjang, yaitu menjadikan sesuatu professional sebagai komuditas yang
tidak habis-habisnya sepanjang zaman. Pengalaman-pengalaman unik dan khusus
itulah yang dapat ditawarkan melalui pariwisata desa di Bali Utara.
Kalau
sebuah desa kebetulan memiliki anugrah berupa keindahan alam, seperti air terjun
Gitgit, Munduk, Les, dan pematang sawah
yang indah (Jati Luwih), Pura yang unik dan indah seperti Bedugul dan Besakih,
Tanah Lot dan sebagainya, maka objek wisata itu merupakan anugrah untuk orang
Bali. Memang objek itu ada di luar daerah kita, tetapi pekerjanya,
pengusahanya, hotelnya, restourannya, pembuat souvenirnya, pramuwisatanya tentu
tidak semuanya dari daerah tersebut. Pekerja pariwisata dari mana-mana dan ada
dalam berbagai sector terkait dengan pariwisata. Akan sangat keliru jika
berpikir bahwa objek wisata itu hanya menguntungkan penduduk lokal. Bayangkan
berapa keluarga Islam dikayakan oleh objek wisata bedugul, yang memang hidup
dan berusaha dari dunia pariwisata sekitar bedugul itu. Dengan demikian maka
tidak harus memiliki tanah dan punya warung di sekitar objek wisata
bersangkutan untuk mau ikut menikmati glamor dunia pariwisata. Biarpun tinggal
di Buleleng misalnya di Tejakula, tetapi dapat membuat kerajinan rontal
(misalnya) namun dijual di Tanah Lot, Objek Wisata Bedugul atau Besakih.
Investasi
dana desa, investor harus memfasilitasi penduduk, melatih ketrampilan khusus
dan menjualkan produk yang dihasilkan, karena penduduk memiliki masalah dalam
penjualan, bukan pada produksinya. Dana investor dan pemerintah diharapkan
diperuntukkan pada perencanaan (desain) barang, pelatihan, dan penjualannya.
Sedang produksinya serahkan pada masyarakat desa wisata atau penunjang wisata
bersangkutan.
4.4
Pariwisata
Desa dan Sinergi Investasi Berkelanjutan
Produksi barang kerajinan untuk dunia
pariwisata dapat dijual di sentra wisata desa yang dibuat dan secara
berkelamnutan dijual pada pusat-pusat pariwisata lainnya. Pelatihan ketrampilan
membuat barang kerajinan, produk unggulan daerah lainnya dapat dibiayai untuk
dijual di pusat-pusat wisata yang sudah maju. Dengan demikian investasi dana
yang ditanam pada bidang-bidang tertentu akan kembali dengan penjualan barang
kerajinan itu di daerah lain, di samping di pusat kerajinan yang disediakan
untuk memasarkan produk kerajinan itu.
Di samping menjual
produksi kerajinan yang didanai, dapat juga menjual atau memasarkan proses
pembuatan produk itu pada tamu mancanegara dan nusantara, dengan menyasar siswa
PKL di Bali, rombongan dari negara tertentu, individu yang memiliki keinginan
dan kesenangan khusus seperti yang ditawarkan di atas.
Produk unggulan di desa
wisata diharapkan “one village one
product”, dengan kekhasannya, seperti barang yang disebarkan di sentra-sentra
objek wisata, jangan membuat produk duplikasi, dan sudah terkenal di daerah
lain. Misalnya Desa Pakudui Tegal Lalang, pasti wisatawan yang datang mau
membeli dan atau melihat proses pembuatan Garuda-Wisnu Kencana di sana. Kemasan
produk souvenir dari daun rontal dapat dikreasi di daerah Buleleng Timur,
karena menjadi habitat pohon rontal. Juga bagaimana misalnya daerah Jagaraga,
Bungkulan, Kubutambahan membuat souvenir ‘Orang Belanda Naik Sepeda Ontel”,
seperti yang dibuat dan dipesan Belanda agar Pura Meduwe Karang berisi relief berisi
“mimikri budaya Belanda” pada Garuda Wisnu Kencana (cf. Pageh, 2016;
Martono,2011:158).
Produk itu didanai dan dijualkan
di lokasi pembuatan dan di pusat-pusat penjualan souvenir itu di pasar seni dan
atau di hotel-hotel. Dengan demikian produk dapat diuangkan dan diukur
kasbecknya, sehingga investor dapat mengetahui pluktuasi keuangan dan budgetnya
secara lebih pasti. Dengan demikian dapat diketahui perkembangan modal, melalui
penghasilan yang didapat dari proses pelatihan touris, dan penjualan produk
yang dihasilkan. Dengan demikian pemerintah dan investor dapat memantau iklim
investasi yang terjadi secara bekelanjutan. Tentu hal ini akan memberikan iklim
investasi berbagai modal berkolaborasi dan berjalan secara pasti. Modal yang
dimaksud pemerintah memiliki modal politik/kuasa, investor memiliki modal
kapital, dan desa memiliki modal sosial dan modal budaya. Modal inilah
dimaksudkan untuk disinergikan dalam industri pariwisata (Field, 2010:149; cf.
Bourdieu, 1986).
V.
Simpulan dan Saran
5.1
Simpulan
1. Prakondisi
yang harus disiapkan, seperti: (1) objek wisata, (2) asses (transformasi dan
internet), (3) atraksi budaya, (4) akomudasi, (5) restouran, (6) souvenir khas
desa/lokal, (7) sanitasi, kebersihan desa (bebas plastik), dan (8) keramah-tamahan
penduduk lokal.
2. Perlu
disiapkan keterlibatan petani dalam pariwisata, dengan menanamkan investasi
pemerintah dan investor untuk menanam tanaman yang potensial untuk pengembangan
agrowisata.
3.
Dibutuhkan pembentukan kelompok sadar wisata
sebagai mentor pengembangan pariwisata desa dan pekerja profesional khusus
menangani web, internet, e-mailme, media sosial lainnya untuk mempromosikan,
menawarkan, dan mengelola pesanan melalui dunia maya (on line).
4.
Kerjasama sinergis antara petani, pemerintah,
dan investor secara pasti, pendanaannya, dalam menanam tanaman yang
dirposfektifkan pariwisata diikat dengan kontrak/perjanjian jangka pajang.
5.
Menyediakan ruang atraksi, proses produk, dan
barang souvenir unik, dan tempat penjualan souvenir, kuliner sebagai penunjang
keramaian.
5.2
Saran
dan rekomendasi
1.
Pengembangan desa wisata disarankan untuk
mengkaji secara mendalam potensi desa yang dapat dikembangkan, sebagai objek
wisata, atau sebagai desa pemeroduksi souvenir penunjang objek wisata lsinnya.
2.
Setiap desa direkomendasikan untuk memproduk
satu objek wisata, souvenir khas desa, sehingga muncul “one village one product”, dengan demikian tidak terjadi persaingan
yang tidak sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Spillane, James J.
1989. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan
Prospeknya. Kanisius: Yogyakarta.
|
Bourdieu, P. 1986.
“the Form of Capital”, dalam J.G. Richardson (ed.) Hand Book of Theory and Research for the Sociology of Education.
Greenwood Press: New York, p.241-248.
|
Pageh, I Made. 2016.
“Genealogi Baliseering: Membongkar
Ideologi Pendidikan Kolonial Belanda di Bali Utara dan Implikasinya di Era
Globalisasi”. Disertasi Kajian Budaya.
Universitas Udayana: Denpasar.
|
Sutrisno, Mudji. 2004.
“Pentingnya Pencarian Diri Kultural”, dalam Mudji Sutrisno dan Hendar
Putranto (editor) Hermeneutika
Pascakolonial: Soal Identitas. Kanisius: Yogyakarta.
|
Martono, Nanang. 2011.
Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif
Klasik, Modern, dan Poskolonial. Raja Wali Press: Jakarta.
|
Agger, Ben. 2003. Teori Sosial Kritis: Kritik,
Penerapan dan Implikasinya. Nurhadi (Penerjemah). Kreasi Wacana:
Yogyakarta.
|
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda