PERANAN MEDIA DALAM MENBANTU PEMAHAMAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
PERANAN MEDIA DALAM
MENBANTU
PEMAHAMAN PESERTA
DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Oleh
Dr.
I Made Pageh, M.Hum.[1]
1. Pendahuluan
Media
merupakan alat bantu dalam pembelajaran sejarah, karena dalam pembelajaran
sejarah guru beusaha menghadirkan masa lalu dan mengambil nilainya untuk
dipentaskan dan didialogkan dengan situasi masa kini. Karena masa lalu penuh
dengan ketidakjelasan sangat dibutuhkan alat bantu untuk memperjelas masa lalu
itu pada pemahaman peserta didik (Kochhar, 2008:210).
Media
yang dipilih membutuhkan penyesuaian terkait dengan: disesuaikan dengan tujuan,
materi (tema), strategi, dan metode pembelajaran yang dipilih dalam
pembelajaran (Widja,1989; Sanjaya,2011). Karena bagaimanapun juga harus
dikaitkan pula dengan bentuk evaluasi yang akan dilakukan sebagai bahan feed back pembelajaran selanjutnya dan
juga untuk mengukur kemajuan dan perbedaan
pemahaman peserta didik (cf. Wiyanarti, 2016). Tentu komponen penting
terkait dengan jatah waktu pembelajaran itu, kesalahan dalam memperhitungkan
waktu bisa jadi justru dapat mengganggu pembelajaran itu.
Tulisan
ringkas ini dibuat sebagai bahan diskusi di Universitas Saraswati Denpasar,
tanggal 22 April 2017 di Denpasar Bali. Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pendidik dalam proses
pembelajaran pada peserta didik dalam menerapkan K-13, terutama pada masyarakat
luas yang konsen dengan dunia pendidikan khususnya pendidikan sejarah.
2.
Kedudukan Media/ Alat bantu dalam
Pembelajaran Sejarah
Guru sejarah dalam mementaskan masa
lalu itu sekarang, kita harus merekonstruksinya, ceramah saja tidaklah dapat
menghidupkan masa lalu itu, sehingga dalam usaha menghidupkan itu membutuhkan
bermacam-macam alat bantu/media, seperti: Peta, Film, Filmstrip, diorama, model,
kartun, dekorasi, chart time, grafik, gambar, foto, dan sebagainya. Semuanya
untuk memperkuat pembelajaran sejarah, mengubah dari membosankan menjadi
menyenangkan, menantang, dan penuh makna (meaningfull),
dalam mengatasi rutinitas yang membosankan (tolk
and cholk) (cf. Pageh, 2010). Dalam buku “Teaching of History” karya S.K Kochhar (2008:210) disebutkan ada
beberapa cara:
1. Membawa
siswa mengenal pengetahuan sejarah secara langsung: misalnya napak tilas rute
perjalanan pejuang, cara hidup bergerilya, dsb. Paling tidak digambarkan dalam
peta secara jelas.
2.
Menunjang dengan penjelas
kata-kata terucap:
misalnya melengkapi dengan latar belakang situasi, iklim, hujan, hutan dan
sebagainya, dengan penggambaran pada belahan dunia lainnya.
3.
Membuat sejarah nyata, jelas,
vital, menarik, dan seperti hidup:
gunakan oudio visual aids, animasi, komputerisasi di era digitalisasi dan
globalisasi ini. Sangat mendesak dalam kurikulum pendidikan sejarah, agar
mahasiswa dibekali pengetahuan dan ketrampilan menghidupkan yang sudah mati
dengan animasi, vidioasi, paling tidak film mini, dan sebagainya.
4.
Membantu dalam mengembangkan
kepekaan terhadap waktu dan tempat:
penggunaan garis waktu, peta, semacam goegle map seperti Encharta.
5.
Mengembangkan kepekaan terhadap
hubungan sebab-akibat:
hubungan antara peristiwa satu dengan peistiwa lainnya, baik lokal, regional,
maupun internasional. Misalnya bagaimana peristiwa “tembok raksasa Cina
berhubungan dengan perdagangan dan masa sejarah di Indonesia”; Menghubungkan
pamalayu dan pabali dengan sistem religi Bhuda Baerawa di Bali,dll.
6.
Membantu guru dalam mengembangkan
pemahaman dalam pembelajarannya. Misalnya masa prasejarah ada
teknik peleburan logam dan munculnya teknik “bevalve dan system cetak” sudah
ada di masa lalu, dan digunakan dalam system membuat “bokor, sanggah kapal, dan
system pencairan logam pada tukang emas atau perak sekarang. Atau bagaimana
dapat dipahami sistem religi zaman megalithic masih hidup ideologinya dengan
mimikiri atau berhibridasi di era modern ini. Sejarah harus dapat dipahami
implementasi dan diimplikasikan di masa kini dan di masa depan, sehingga dapat
dijadikan dasar berpikir, dan menjadi bekal hidup peserta didik dalam
mengahadapi tantangan masa depan yang penuh teka-teki (puzzle) (Wineberg, 2006).
7.
Menunjang pemahaman tema
pembelajaran:
misalnya dalam pemgembangan karakter (nation
building), daya kritis (cerdas dan cerdik), kaya pengetahuan, trampil
berpikir, menulis, self esteem/bangga
pada dirinya sebagai nabi sang waktu, dan wisdom dalam mengubah lingkungannya
menjadi civil society yang
multikulturalisme (Abdullah, 2010).
8.
Membantu dalam membuat pemahaman
permanen: buat
agar sejarah tidak mudah dilupakan, buat siswa bukan hanya tahu tetapi menjadi
percaya bahwa sejarah memiliki makna
vital dalam kehidupan siapa saja. Adegium “experience is the best teacher”,
memori pribadi sangat bermanfaat, apalagi memori kolektif, yakinkan bahwa akan
lebih berguna. Butuh media agar mendorong peserta didik di era miskin
baca-tulis-hitung ini karena pengaruh digitalisasi dan embah goegle, agar
memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berbicara sehingga menjadi
kebiasaannya.
9. Menambah
Kesenangan dan minat dalam sejarah:
Sosiodrama, karya wisata, gambar animasi, ke museum, dan sebagainya. Tentu
tidak setiap hari bias dilakukan, paling tidak dalam semester itu ada halyang
menyenangkan dan menambah minat kesejarahan peserta didik, untuk membedah
rutinitas dan ceramah yang membosankan.
Jadi
kedudukan alat bantu atau media dalam pembelajaran sejarah sangat strategis
karena dapat mengubah pembelajaran dari yang membosankan jadi menyenangkan,
dari rutinitas menjadi kegiatan menantang, dan mengubah citra sejarah dari teaching tolk and cholk menjadi tolk
show segar dan menyenagkan, bahkan
tak terlupakan sepanjang hidupnya, karena dapat mengalami, memerankan,
punya cerita tersendiri pada dirinya sebagai pencinta sejarah.
3. Jenis-Jenis
Media sebagai Alat Bantu Pembelajaran
Edgar
Dale mendasarkan klasifikasi pada jenis-jenis pengalaman yang disajikan melalui
media tersebut, yang disebutnya “Kerucut Pengalaman”, walaupun tidak kaku dan
baku, karena diantaranya saling menunjang satu dengan yang lainnya.
Kerucut
Pengalaman Ergad Dale, dalam Kochhar (2008:216)
Agar
mudah dipahami dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian utama, yaitu:
A.
Alat
Bantu tercetak
1.
Terbitan
berkala (utamakan journal sejarah)
2.
Buku
(buku klasik dan terbaru dengan variasi perspektif)
3.
Surat
Kabar (yang memiliki kredibelitas akademik, misalnya: Kompas, Tempo)
B.
Alat
Bantu Visual:
1.
Slide
bentuknya Power Point sekarang mudah disimpan dan dibagikan.
2.
Filmstrip
(serentetan gambar yang berhubungan satu dengan lainnya)
3.
Model
yang menarik minta peserta didik.
4.
Grafik
dengan berbagai jenisnya.
5.
Bagan
Waktu
C.
Alat
Bantu Audio
1.
Tape
recorder, Kaset
2.
Disk
Gramafon
3.
Radio
D.
Alat
bantu Audio Visual
1.
Gambar
bergerak
2.
Film
Sejarah/Dokumenter
3.
Televisi
4. Historionik
Histrionik:
seperti drama sejarah, sandiwara, parade sejarah, tablo (sandiwara bisu, penuh
simbolik), dan sebagainya merupakan media melampaui atau keluar dari
batasannya, karena peserta didik sudah mengidentifikasikan dirinya menjadi
orang lain (diperankan). Histrionik dan santra sama fungsinya untuk memberikan
peserta didik untuk mengeluarkan seluruh
imajinasinya, hayalannya, pengetahuan, dan fakta yang dipahaminya (Gottschalk,
1986:118). Sehingga histrionik dapat memiliki beberapa tujuan pengajaran: (1)
Dapat menimbulkan permasalahan; (2) Dapat membuktikan efektivitasnya sebagai
alat bantu untuk evaluasi pembelajaran sejarah, sudah sampai dimana tahap
pemahaman peserta didik sudah terjadi.
Bentuk-bentuk histrionik lainnya:
Wayang Orang, Kulit, Golek dan sebagainya. Pemilihan tema untuk histrionik
membutuhkan pemilihan yang betul betul meaninfull,
terutama dalam pengembangan karakter nation
building, dengan pengembangan nilai-nilai karakter bangsa (Pancasila),
dengan diterjemahkan menjadi 18 karakter dalam k-13. Nilai-nilai keilmuan
sejarah dan sejarah lokal jangan diabaikan (Abdullah, 2010:41; Fauzi, 2016:42).
Banyak lagi alat bantu yang biasa
dikembangkan, terutama disesuaikan dengan era dan kesenangan peserta didik
untuk menjadikan sejarah menjadi hidup dan berperspektif multikultur dan multi
struktur (Albar, 2016). Hak ini semua berpulang pada kreativitas dosen atau
gurunya dalam melakukan strategi pembelajaran (Pageh dan Atmadja, 2010).
5. History
Room dan Taman Sejarah Mini
Ruang
khusus untuk peragaan dan pemantapan sejarah (a living center of the study of history), bukan hanya seperti
museum mini, tetapi seperti benkel sejarah (camp sejarah) untuk menghayati
makna sejarah lebih mendalam. Gerak kehidupan dipentaskan di ruang itu dari
masa lalu ke masa kini, sedangkan masa kini dilengkapi dengan media
digitalisasi untuk menghidupkan sejarah, memroduksi film sejarah, media
sejarah, menerjemahkan sumber, melihat foto-foto tokoh dan peradaban dunia
terpenting. Syair-syair, adegium sejarah, tokoh lokal, nasional dan dunia.
Dilengkapi dengan Standar Operasional
Penggunaan (SOP) ruang sejarah, dari
mana mulai dan dimana berakhir. Lengkapi dengan video, layar, LCD dan
sebagainya. Sedangkan denah ruangan ditempatkan di sudut tertentu dan di
dalamnya menjelaskan logika berpikir sejarah (Historical thinking) para siswa mengapa ruang itu disetting seperti
itu (Widja, 1989:70-75).
Kelengkapan lainnya adalah taman
sejarah mini, dengan menyediakan ruang terbuka untuk kreasi kehidupan riil yang
dapat dilihat beberapa cukilan/ cuplikan sejarah yang dapat dijadikan taman
mini sejarah, kalau memungkinkan memang harus ada benda aslinya satu atau dua
benda yang dapat dijadikan bahan kekaguman peserta didik terhadap peristiwa
masa lalu itu. Seperti taman sejarah mini di Undiksha menampilkan manusia
purba- megalithic dan tokoh pemersatu Gajah Mada.
6. Simpulan
Peranan
media atau alat bantu dalam pembelajaran sejarah adalah membuat pembelajaran
sejarah menjadi hidup, menyenangkan dan tidak membosankan, memudahkan peserta
didik mendapatkan pemahaman dari peristiwa yang gelap karena telah terjadi
berabad-abad lalu menjadi terang menderang dan memliki implementasi dan
berimplikasi dengan kehidupan kini dan masa depan. Dengan alat bantu peserta
didik menjadi dapat pengalaman senyatanya, bukan hanya verbal dan lisan, sehingga
dapat menumbuhkan kesadaran sejarah dalam arti luas (Wineburg, 2006:3-10).
Dengan demikian alat bantu harus dipilih dan disesuaikan dengan latar belakang
kemampuan dalam arti luas, bukan hanya yang modern membutuhkan harga mahal dan
listrik, bisa juga dalam berbagai bentuk yang dapat dikerjakan bersama oleh
pendidik dengan peserta didik, dimanfaatkan secara tepat sasaran, dan
direncanakan secara matang kalau memilih histrionik, sosio drama dan bertujuan
penanaman nilai-nilai menumbuhkan karakter bangsa dan keilmuan sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Irwan. 2010. Berpihak Pada Manusia:
Paradigma Nasional Pembangunan Indonesia Baru. Pustaka Pelajar:
Jogjakarta.
|
Albar,
Muhhamad Wasith. 2016. Sejarah
Kebudayaan Indonesia: Bahan Ajar Whorkshop Guru Sejarah Tingkat SMA Seluruh
Indonesia. Penerbit Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen
Kebudayaan Direktorat Sejarah: Jakarta.
|
Aman.
2011. Model Evaluasi Pembelajaran
Sejarah. Penerbit Ombak: Jogjakarta.
|
Fauzi,
M. 2016. Penggalian dan Penulisan
Sejarah Lokal. Bahan Ajar Whorkshop Guru Sejarah Tingkat SMA Seluruh
Indonesia. Penerbit Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen
Kebudayaan Direktorat Sejarah: Jakarta.
|
Gottschalk,
Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Nugroho
Notosusanto (penerjemah). UI-Press: Jakarta.
|
Kochhar,
S.K. 2008. Teaching of History. Sterling
Publisher Pvt. Ltd.: New Delhi.
|
Pageh,
I Made dan Nengah Bawa Atmadja. 2010. Sejarah
dan Kearifan Berbangsa: Bunga Rampai Perspektif Baru Pembelajaran Sejarah.
Larasan: Denpasar.
|
Pageh,
I Made. 2010. Metodologi Sejarah: dalam Perspektif Pendidikan. Larasan:
Denpasar.
|
Sanjaya,
H. Wina. 2011. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media: Jakarta.
|
Setiawan,
Denny, dkk. 2007. Komputer dan Media
Pembelajaran Sejarah. Penerbit UT: Jakarta.
|
Wineburg,
Sam. 2006. Berpikir Historis: Memetakan
Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu. Masri Mris (Penerjemah). Yayasan Obor
Indonesia: Jakarta.
|
Wiyanarti,
Erlina. 2016. Pengembangan Penilaian
Otentik dalam Pembelajaran Sejarah. Bahan Ajar Whorkshop Guru Sejarah Tingkat
SMA Seluruh Indonesia. Penerbit Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Dirjen Kebudayaan Direktorat Sejarah: Jakarta.
|
[1] Dr. Drs. I Made
Pageh, M. Hum adalah Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Alumnus S-2 Sejarah UGM Yogyakarta dan
S-3 Cultural Studies di Universitas Udayana tahun 2015, Draft Tulisan ini
dibuat sebagai bahan diskusi di Universitas Saraswati Denpasar, tanggal 22
April 2017.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda