Rabu, 29 November 2017

PERANAN MEDIA DALAM MENBANTU PEMAHAMAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

PERANAN MEDIA DALAM MENBANTU
PEMAHAMAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Oleh
                                                        Dr. I Made Pageh, M.Hum.[1]


1.      Pendahuluan
Media merupakan alat bantu dalam pembelajaran sejarah, karena dalam pembelajaran sejarah guru beusaha menghadirkan masa lalu dan mengambil nilainya untuk dipentaskan dan didialogkan dengan situasi masa kini. Karena masa lalu penuh dengan ketidakjelasan sangat dibutuhkan alat bantu untuk memperjelas masa lalu itu pada pemahaman peserta didik (Kochhar, 2008:210).  
Media yang dipilih membutuhkan penyesuaian terkait dengan: disesuaikan dengan tujuan, materi (tema), strategi, dan metode pembelajaran yang dipilih dalam pembelajaran (Widja,1989; Sanjaya,2011). Karena bagaimanapun juga harus dikaitkan pula dengan bentuk evaluasi yang akan dilakukan sebagai bahan feed back pembelajaran selanjutnya dan juga untuk mengukur kemajuan dan perbedaan  pemahaman peserta didik (cf. Wiyanarti, 2016). Tentu komponen penting terkait dengan jatah waktu pembelajaran itu, kesalahan dalam memperhitungkan waktu bisa jadi justru dapat mengganggu pembelajaran itu.
Tulisan ringkas ini dibuat sebagai bahan diskusi di Universitas Saraswati Denpasar, tanggal 22 April 2017 di Denpasar Bali. Bertujuan untuk  meningkatkan kemampuan pendidik dalam proses pembelajaran pada peserta didik dalam menerapkan K-13, terutama pada masyarakat luas yang konsen dengan dunia pendidikan khususnya pendidikan sejarah.

2.      Kedudukan Media/ Alat bantu dalam Pembelajaran Sejarah
           Guru sejarah dalam mementaskan masa lalu itu sekarang, kita harus merekonstruksinya, ceramah saja tidaklah dapat menghidupkan masa lalu itu, sehingga dalam usaha menghidupkan itu membutuhkan bermacam-macam alat bantu/media, seperti: Peta, Film, Filmstrip, diorama, model, kartun, dekorasi, chart time, grafik, gambar, foto, dan sebagainya. Semuanya untuk memperkuat pembelajaran sejarah, mengubah dari membosankan menjadi menyenangkan, menantang, dan penuh makna (meaningfull), dalam mengatasi rutinitas yang membosankan (tolk and cholk) (cf. Pageh, 2010). Dalam buku “Teaching of History” karya S.K Kochhar (2008:210) disebutkan ada beberapa cara:
1.      Membawa siswa mengenal pengetahuan sejarah secara langsung: misalnya napak tilas rute perjalanan pejuang, cara hidup bergerilya, dsb. Paling tidak digambarkan dalam peta secara jelas.
2.      Menunjang dengan penjelas kata-kata terucap: misalnya melengkapi dengan latar belakang situasi, iklim, hujan, hutan dan sebagainya, dengan penggambaran pada belahan dunia lainnya.
3.      Membuat sejarah nyata, jelas, vital, menarik, dan seperti hidup: gunakan oudio visual aids, animasi, komputerisasi di era digitalisasi dan globalisasi ini. Sangat mendesak dalam kurikulum pendidikan sejarah, agar mahasiswa dibekali pengetahuan dan ketrampilan menghidupkan yang sudah mati dengan animasi, vidioasi, paling tidak film mini, dan sebagainya.
4.      Membantu dalam mengembangkan kepekaan terhadap waktu dan tempat: penggunaan garis waktu, peta, semacam goegle map seperti Encharta.
5.      Mengembangkan kepekaan terhadap hubungan sebab-akibat: hubungan antara peristiwa satu dengan peistiwa lainnya, baik lokal, regional, maupun internasional. Misalnya bagaimana peristiwa “tembok raksasa Cina berhubungan dengan perdagangan dan masa sejarah di Indonesia”; Menghubungkan pamalayu dan pabali dengan sistem religi Bhuda Baerawa di Bali,dll.
6.      Membantu guru dalam mengembangkan pemahaman dalam  pembelajarannya. Misalnya masa prasejarah ada teknik peleburan logam dan munculnya teknik “bevalve dan system cetak” sudah ada di masa lalu, dan digunakan dalam system membuat “bokor, sanggah kapal, dan system pencairan logam pada tukang emas atau perak sekarang. Atau bagaimana dapat dipahami sistem religi zaman megalithic masih hidup ideologinya dengan mimikiri atau berhibridasi di era modern ini. Sejarah harus dapat dipahami implementasi dan diimplikasikan di masa kini dan di masa depan, sehingga dapat dijadikan dasar berpikir, dan menjadi bekal hidup peserta didik dalam mengahadapi tantangan masa depan yang penuh teka-teki (puzzle) (Wineberg, 2006).
7.      Menunjang pemahaman tema pembelajaran: misalnya dalam pemgembangan karakter (nation building), daya kritis (cerdas dan cerdik), kaya pengetahuan, trampil berpikir, menulis, self esteem/bangga pada dirinya sebagai nabi sang waktu, dan wisdom dalam mengubah lingkungannya menjadi civil society yang multikulturalisme (Abdullah, 2010).
8.      Membantu dalam membuat pemahaman permanen: buat agar sejarah tidak mudah dilupakan, buat siswa bukan hanya tahu tetapi menjadi percaya  bahwa sejarah memiliki makna vital dalam kehidupan siapa saja. Adegium “experience is the best teacher”, memori pribadi sangat bermanfaat, apalagi memori kolektif, yakinkan bahwa akan lebih berguna. Butuh media agar mendorong peserta didik di era miskin baca-tulis-hitung ini karena pengaruh digitalisasi dan embah goegle, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berbicara sehingga menjadi kebiasaannya.
9.      Menambah Kesenangan dan minat dalam sejarah: Sosiodrama, karya wisata, gambar animasi, ke museum, dan sebagainya. Tentu tidak setiap hari bias dilakukan, paling tidak dalam semester itu ada halyang menyenangkan dan menambah minat kesejarahan peserta didik, untuk membedah rutinitas dan ceramah yang membosankan.    

Jadi kedudukan alat bantu atau media dalam pembelajaran sejarah sangat strategis karena dapat mengubah pembelajaran dari yang membosankan jadi menyenangkan, dari rutinitas menjadi kegiatan menantang, dan mengubah citra sejarah dari teaching tolk and cholk menjadi tolk show segar dan menyenagkan, bahkan  tak terlupakan sepanjang hidupnya, karena dapat mengalami, memerankan, punya cerita tersendiri pada dirinya sebagai pencinta sejarah.

3.      Jenis-Jenis Media sebagai Alat Bantu Pembelajaran
Edgar Dale mendasarkan klasifikasi pada jenis-jenis pengalaman yang disajikan melalui media tersebut, yang disebutnya “Kerucut Pengalaman”, walaupun tidak kaku dan baku, karena diantaranya saling menunjang satu dengan yang lainnya.
                          
Kerucut Pengalaman Ergad Dale, dalam Kochhar (2008:216)

Agar mudah dipahami dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian utama, yaitu:
A.     Alat Bantu tercetak
1.      Terbitan berkala (utamakan journal sejarah)
2.      Buku (buku klasik dan terbaru dengan variasi perspektif)
3.      Surat Kabar (yang memiliki kredibelitas akademik, misalnya: Kompas, Tempo)
B.     Alat Bantu Visual:
1.      Slide bentuknya Power Point sekarang mudah disimpan dan dibagikan.
2.      Filmstrip (serentetan gambar yang berhubungan satu dengan lainnya)
3.      Model yang menarik minta peserta didik. 
4.      Grafik dengan berbagai jenisnya.
5.      Bagan Waktu
C.     Alat Bantu Audio
1.      Tape recorder, Kaset
2.      Disk Gramafon
3.      Radio
D.     Alat bantu Audio Visual
1.      Gambar bergerak
2.      Film Sejarah/Dokumenter
3.      Televisi

4.      Historionik
Histrionik: seperti drama sejarah, sandiwara, parade sejarah, tablo (sandiwara bisu, penuh simbolik), dan sebagainya merupakan media melampaui atau keluar dari batasannya, karena peserta didik sudah mengidentifikasikan dirinya menjadi orang lain (diperankan). Histrionik dan santra sama fungsinya untuk memberikan peserta didik untuk  mengeluarkan seluruh imajinasinya, hayalannya, pengetahuan, dan fakta yang dipahaminya (Gottschalk, 1986:118). Sehingga histrionik dapat memiliki beberapa tujuan pengajaran: (1) Dapat menimbulkan permasalahan; (2) Dapat membuktikan efektivitasnya sebagai alat bantu untuk evaluasi pembelajaran sejarah, sudah sampai dimana tahap pemahaman peserta didik sudah terjadi.
            Bentuk-bentuk histrionik lainnya: Wayang Orang, Kulit, Golek dan sebagainya. Pemilihan tema untuk histrionik membutuhkan pemilihan yang betul betul meaninfull, terutama dalam pengembangan karakter nation building, dengan pengembangan nilai-nilai karakter bangsa (Pancasila), dengan diterjemahkan menjadi 18 karakter dalam k-13. Nilai-nilai keilmuan sejarah dan sejarah lokal jangan diabaikan (Abdullah, 2010:41; Fauzi, 2016:42).
            Banyak lagi alat bantu yang biasa dikembangkan, terutama disesuaikan dengan era dan kesenangan peserta didik untuk menjadikan sejarah menjadi hidup dan berperspektif multikultur dan multi struktur (Albar, 2016). Hak ini semua berpulang pada kreativitas dosen atau gurunya dalam melakukan strategi pembelajaran (Pageh dan Atmadja, 2010).

5.      History Room dan Taman Sejarah Mini
Ruang khusus untuk peragaan dan pemantapan sejarah (a living center of the study of history), bukan hanya seperti museum mini, tetapi seperti benkel sejarah (camp sejarah) untuk menghayati makna sejarah lebih mendalam. Gerak kehidupan dipentaskan di ruang itu dari masa lalu ke masa kini, sedangkan masa kini dilengkapi dengan media digitalisasi untuk menghidupkan sejarah, memroduksi film sejarah, media sejarah, menerjemahkan sumber, melihat foto-foto tokoh dan peradaban dunia terpenting. Syair-syair, adegium sejarah, tokoh lokal, nasional dan dunia.
            Dilengkapi dengan Standar Operasional Penggunaan (SOP) ruang sejarah,  dari mana mulai dan dimana berakhir. Lengkapi dengan video, layar, LCD dan sebagainya. Sedangkan denah ruangan ditempatkan di sudut tertentu dan di dalamnya menjelaskan logika berpikir sejarah (Historical thinking) para siswa mengapa ruang itu disetting seperti itu (Widja, 1989:70-75).
            Kelengkapan lainnya adalah taman sejarah mini, dengan menyediakan ruang terbuka untuk kreasi kehidupan riil yang dapat dilihat beberapa cukilan/ cuplikan sejarah yang dapat dijadikan taman mini sejarah, kalau memungkinkan memang harus ada benda aslinya satu atau dua benda yang dapat dijadikan bahan kekaguman peserta didik terhadap peristiwa masa lalu itu. Seperti taman sejarah mini di Undiksha menampilkan manusia purba- megalithic dan tokoh pemersatu Gajah Mada.

6.      Simpulan
Peranan media atau alat bantu dalam pembelajaran sejarah adalah membuat pembelajaran sejarah menjadi hidup, menyenangkan dan tidak membosankan, memudahkan peserta didik mendapatkan pemahaman dari peristiwa yang gelap karena telah terjadi berabad-abad lalu menjadi terang menderang dan memliki implementasi dan berimplikasi dengan kehidupan kini dan masa depan. Dengan alat bantu peserta didik menjadi dapat pengalaman senyatanya, bukan hanya verbal dan lisan, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran sejarah dalam arti luas (Wineburg, 2006:3-10). Dengan demikian alat bantu harus dipilih dan disesuaikan dengan latar belakang kemampuan dalam arti luas, bukan hanya yang modern membutuhkan harga mahal dan listrik, bisa juga dalam berbagai bentuk yang dapat dikerjakan bersama oleh pendidik dengan peserta didik, dimanfaatkan secara tepat sasaran, dan direncanakan secara matang kalau memilih histrionik, sosio drama dan bertujuan penanaman nilai-nilai menumbuhkan karakter bangsa dan keilmuan sejarah. 

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2010. Berpihak Pada Manusia: Paradigma Nasional Pembangunan Indonesia Baru. Pustaka Pelajar: Jogjakarta.

Albar, Muhhamad Wasith. 2016. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahan Ajar Whorkshop Guru Sejarah Tingkat SMA Seluruh Indonesia. Penerbit Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Kebudayaan Direktorat Sejarah: Jakarta.

Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Penerbit Ombak: Jogjakarta.

Fauzi, M. 2016. Penggalian dan Penulisan Sejarah Lokal. Bahan Ajar Whorkshop Guru Sejarah Tingkat SMA Seluruh Indonesia. Penerbit Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Kebudayaan Direktorat Sejarah: Jakarta. 

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Nugroho Notosusanto (penerjemah). UI-Press: Jakarta.

Kochhar, S.K. 2008. Teaching of History. Sterling Publisher Pvt. Ltd.: New Delhi.

Pageh, I Made dan Nengah Bawa Atmadja. 2010. Sejarah dan Kearifan Berbangsa: Bunga Rampai Perspektif Baru Pembelajaran Sejarah. Larasan: Denpasar.

Pageh, I Made. 2010. Metodologi Sejarah: dalam Perspektif Pendidikan. Larasan: Denpasar.

Sanjaya, H. Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media: Jakarta.

Setiawan, Denny, dkk. 2007. Komputer dan Media Pembelajaran Sejarah. Penerbit UT: Jakarta.

Wineburg, Sam. 2006. Berpikir Historis: Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu. Masri Mris (Penerjemah). Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

Wiyanarti, Erlina. 2016. Pengembangan Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Sejarah. Bahan Ajar Whorkshop Guru Sejarah Tingkat SMA Seluruh Indonesia. Penerbit Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Kebudayaan Direktorat Sejarah: Jakarta.









[1] Dr. Drs. I Made Pageh, M. Hum adalah Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Alumnus S-2 Sejarah UGM Yogyakarta dan S-3 Cultural Studies di Universitas Udayana tahun 2015, Draft Tulisan ini dibuat sebagai bahan diskusi di Universitas Saraswati Denpasar, tanggal 22 April 2017.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda