Senin, 27 November 2017

PENDEKATAN VISIONER DALAM PENDIDIKAN SEJARAH   



1.  Pendekatan Visoner 

Pendekatan visioner melihat sejarah dalam tiga dimensi waktu, yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Pendidikan sejarah adalah untuk mewariskan nilai-nilai masa lalu, dan masa kini yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah terkait dengan waktu, tempat, kejadian (event), siapa dan bagaimana, bahkan latar belakang sejarahnya (sebab umum atau khusus). 

Sebuah kejadian yang belum terjadi tidak dapat disebut sebagai sejarah, oleh karena itu masa depan itu dilupakan oleh sejarawan. Kemungkinannya karena ada rasa takut bersalah menyampaikan apa yang belum terjadi, sehingga seperti bukan tanggungjawab sejarawan. 

Masa lalu adalah gudang pengalaman sebagai tempat belajar, latar berpikir, tauladan hidup, guru kehidupan, obor kehidupan, experien is the best teacher, oleh karena itu di masa lalu itu ada penuh kebajikan, dan penuh kelaliman, sekarang kebebasan untuk memilih bagi manusia yang mau belajar dari sejarah. sejarah mengantarkan manusia yang umurnya 25 tahun memiliki pengalaman melebihi orang yang umurnya 1000 tahun, karena petualangan pengalaman bathin membaca sejarah itu,menjadikannya memiliki wawasan luas dan jauh ke cakrawala masa lalu tak terbatas. 

Jadi masa lalu itu adalah gudang pengalaman unuk menghadapi masa kini yang penuh masalah, penuh memikri, penuh hibridasi, penuh adaptasi yang semuanya merupakan penyelesaian masalah yang ada dalam pengalaman hidup (peradaban) manusia kini, dengan penyesuaiannya dengan perjalanan sejarahnya. jadi masa kini adalah masalah. sedangkan masa depan itu sesungguhnya simplikasi dari cakrawala luas di masa lalu, dan masalah yang kompleks diwasa ini yang dialami oleh manusia. Simlikasi masa depan adalah memandang kompleksitas masalah dewasa ini merupakan perpaduan perjalanan sejarah peradaban manusia dengan masalah yang harus disesuaikan dewasa ini, dalam menghadapi tantangan dalam masyarakat,sesuai dengan sikontol (situasi, kondisi, dan toleransinya).Dilihat dari budaya masa depan itu adalah hibridasi dari cakrawala masalalunya, dengan tantangan masa depan, dan hayalan masalah masa depannya ketika itu. Masa depan adalah masa lalu di masa depan, ketika masa depan itu sudah dilalui oleh peradaban manusia. Jika tidk dilalui, berarti Tuhan berkehendak lain, maka prediksi ini tidak berlaku. 

2. Pendidikan Sejarah Visioner 

Masa lalu kolektif yang penuh makna itu, dicari bagian urgennya (peradaban mengantar ke kemajuan), kemudian kecendrungan (tendencies) masa kini, dipahami dalam kaitan teori kritis: orientalis, ideologis, kapitalis, agen perubahan yang menonjol yang di dalamnya ada hegemonik, dominasi, dan modal-modal soaial lainnya yang mewarnai generasi hibrid di masa depan. 

Pendidikan sejarah karena hakikatnya pendidikan nilai peristiwa budaya terkait dengan waktu, maka pandangan kritis erhadap masa kini, akan dapat menghayalkan masa depan yang lebih cerah, sehingga sejarah bukan alat pengideologian penguasa, tetapi sebagai vista masa depan yang lebih bening karena sudah terbongkar bariernya. 

Contohnya, akankan di masa depan sistem kasta di Bali terus berlanjut seperti yang ditanamkan sejak zaman Baliseering oleh penjajah? Akankah Bali mengembangkan masyarakat dengan struktur kasta di masa depan??? Jika IPTEK (internet, FB, WA, Instagram, dll berkembang) di masa depan sebagai panglinga, maka akan tumbuh masyarakat jaringan, bagaikan rizoma, kelompok-klompok berbasis group tumbuh dan berkembang ling secara terbuka maka masyarakat itu sudah tidak mengenal tingkatan. masyarakat bukan lagi bagaikan "hutan tropis", tetapi bagaikan "hamparan koleksi tanaman rizoma di tegal penangsaran,akankah dibutuhkan lagi sistemkasta itu??? Namun semasih kuburan niskala kita diperkuat (sanggah itu), dan di dalamnya ada kodifikasi roh leluhur berdasarkan wangsanya, secara genealogis,maka selama itulah ajeg Bali itu seperti hari ini. Diharapkan kesadaran kritis ini mendasari masyarakat luas, sehingga egalitarian masyarakat dalam unitynya menjadi makin dewasa dan berwawasan sejarah ke depan. 

3. Simpulan
Pendidikan sejarah sepatutnya mengambil nilai-nilai masa lalu itu, dan masalah hari ini, demi masa depan (pendekatan visioner dalam pembelajaran sejarah) yang diharapkan. enak untuk semuanya bukan untuk sebagian orang saja seperti yang dikehendaki oleh kolonial Beland zaman Baliseering. semoga kesadaran ini menjadi dasar berpikir mengebangkan masa depan Bali. 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda