MEMBONGKAR DI BALIK MITOS KEPERAWANAN REMAJAPUTRI KITA
Oleh
I Made Pageh
1. Pengantar
Kiranya dikebanyakan masyarakat
keperawanan dipandang sesuatu yang luhur, yang suci, yang sakral. Tentunya yang
dimaksud adalah keperawanan perempuan --bukan keperawanan hutan atau alam Bali-- karena laki-laki tidak dapat
dilacak keperawanannya dan malahan dianggap tidak perlu dipermasalahkan.
Kehilangan keperawanan adalah kehilangan kegadisan dan ungkapan yang setara
dengan itu untuk laki-laki tidak ada. Sedangkan keperjakaan pada laki-laki
dikaitkan dengan setatus nikah, bukan pengalaman seksual atau kegigoloannya.
Apa bila seorang laki-laki mengawini
perempuan maka dia berasumsi mempunyai hak penuh atas keperawanan gadis itu. Dia harus gadis dan
harus perawan, kehilangan keperawanan pada waktu gadis adalah aib besar, bukan
hanya bagi gadis bersangkutan, tetapi juga bagi keluarga ikut menanggung malu. Daerah pariwisata sering dicurigai
akan paling cepat kehilangan sensitivitas keperawanan. Khususnya Bali, apakah
akan dapat mempertahankan kebiasaan atau peranata sosial, berupa budaya malu
kehilangan keperawanan, ataukah tanda-tanda zaman ini terus dan terus akan
meluas?
Keperawanan menjadi sangat menarik untuk dianalisis karena berkait dengan moralitas bangsa di era postmodernitas, yang kembali memandang bukan hanya kapital (uang saja) terpenting dalam kehidupan masyarakat postmodern, tetapi banyak secara disparitas menjadi dasar ukuran penting itu.
2. Mitos-Mitos Keperawanan
Menjaga keperawanan sebagai lambang
kesucian, merupakan sebuah “belenggu” pada perempuan di masa lalu, dengan
puncaknya berupa praktek “pemingitan”. Seorang gadis keraton dan bangsawan
misalnya, pada masa kolonial dapat diibaratkan sebagai wanita di dalam pasungan,
tidak ada kebebasan sama sekali. Perempuan sama sekali tidak berhak untuk
menentukan masa depannya untuk memilih pendidikan, ketrampilan atau pengetahuan
lain untuk mencapai cita-citanya. Dapat dikatakan perempuan hidup dalam
kemiskinan dan kebodohan ada di bawah penindasan laki-laki.
Mitos-mitos keperawanan yang sangat
bias gender sangat merugikan kaum perempuan. Jangankan seorang perjaka, seorang
duda pun yang mengawini gadis, bisa pusing tujuh keliling jika gadis yang
dikawininya diketahui sudah tidak perawan lagi. Pada tahun 1990-an pernah
hangat kasus penyanyi Farid Hardja yang berniat menceraikan istrinya lantaran
merasa “ditipu” sama bekas pacarnya yang dunikahi beberapa harinya.
Secara medis sebenarnya telah banyak
diimformasikan tentang berbagai bentuk/karakteristik selaput dara (Hymen), namun tetap saja sang suami
menuntut “darah malam pertama”, bahkan hal ini sering pula dipergunakan alasan
untuk selingkuh atau menceraikan istrinya. Jadi perempuan selalu ada pada pihak
yang lemah, sementara pasangannya tidak mau mendengar alasan yang dikemukakan,
hal ini pada hakikatnya merupakan
ketidakadilan kultural dan mungkin juga dapat dikatakan sebagai salah satu
pelecehan seksual terselubung. Semoga hal ini disadari oleh perempuan atau
remajaputri kita dalam berhubungan dengan laki-laki dari manapun juga asalnya
dan setatus sosialnya.
3. Tantangan Mempertahankan Keperawanan
Setidak-tidaknya ada empat tipe
tantangan dalam mempertahan keperawanan yang harus diperhatikan era globalisasi
ini yaitu tantangan biologis, psikologis, sosio-kultural dan politis. Untuk hal
ini kita akan melihat hasil penelitian WHO mengenai masalah Generasi Muda,
khusus yang dipaparkan di sini remaja putrinya. Disebutkan bahwa perempuan
mencapai kematangan biologis dan psikologis yakni perubahan dari fase anak-anak
ke fase dewasa, juga dalam kematangan bidang ekonomi dan sosial remajaputri
lebih cepat mandiri. Banyak hal menarik dari hasil risert Badan Dunia WHO ini.
Masalah utama yang perlu dicermati,
dalam mempertahankan keperawanan ini adalah makin cepatnya proses dewasa dan
usia subur (reproduksi) remaja putri. Hal ini berpengaruh pada prilaku mereka
dan perlu menjadikan perhatian dan maklum adanya. Hasil riset WHO tahun 1991,
dibandingkan dengan hasil riset yang sama pada tahun 1970-an, ternyata proses
menjadi dewasa perempuan maupun laki-laki mengalami percepatan 4-5 tahun.
Penelitian akhir abad ke-19 ini sebagai contoh, wanita mengalami masa mentruasi
rata-rata pada umur 17 tahun ke atas, ternyata sekarang pada usia 12 tahun
telah mengalami mentruasi pertama. Sedangkan remajaputra mengalami “mimpi
basah” pertama rata-rata pada usia 18 tahun (abad ke-19), kini rata-rata pada
usia 13 tahun. Sehingga dapat di numerikkan setiap satu dasa warsa terjadi
percepatan proses pendewasaan untuk kaun renaja putri 4-5 bulan. Faktor
penyebabnya adalah faktor arus teknologi, imformasi dan komunikasi yang sangat
deras, di samping faktor sosial-ekonomi dan perbaikan gizi pada masyarakat.
Apa yang paling menarik harus
diketahui dari hasil riset ini? Kondisi percepatan dewasa tersebut justru
berhadapan dengan tantangan usia nikah artinya: dulu usia nikah antara 16-17
tahun untuk remajaputri, dan 18-19 tahun untuk remajaputra, sedangkan usia
nikah sekarang mengalami penundaan sampai umur 23 tahun untuk putri dan sekitar
30 tahun untuk putra. Hal ini pula mungkin menjadi salah satu faktor penyebab
timbulnya dampak negatif dan mendorong munculnya dekadensi moral pada
masyarakat seperti terjadinya perzinahan, pemerkosaan, perselingkuhan, hamil pranikah,
lunturnya nilai-nilai keperawanan dan pada gilirannya akan dapat merusak
lembaga perkawinan itu sendiri.
Studi yang pernah diadakan oleh
beberapa orang seperti Wimpie Pangkahila, Sarlito, Kelompok Dasakung,
Faturochman dan Soetjipto Suharyo dan sebagainya sehubungan dengan dampak penundaan usia nikah ini,
mememukan fakta-fakta yang meyakinkan bahwa hubungan pacaran remaja kita di
tanah air (walaupun bervarisi cerminan angkanya) secara umum menunjukkan sifat
hubungan yang makin permisif.
Semoga keperawanan tetap dapat
dihormati oleh remajaputera maupun remajaputri sehingga esok “mentari pagi
tetap menyinari dunia dan Dewi Sri tetap menjadi tempat berteduh si burung ceterung”.
4. Pengaruh Glogalisasi
Beberapa faktor yang mempenagruhi terjadinya pergaulan bebas dapat dipahami secara umum adalah (1) adanya pengaruh datangnya orang asing ke tanah air kita yang membawa peradaban baru, terutama hubungan bebas yang dipertontonkan oleh pendatang itu; (2) adanya pengaruh media massa yang sering mengeksplor pergaulan bebas itu, sehingga remajaputri kita menjadi salah mengerti antara nilai budaya barat dengan nilai budaya timur; (3) adanya pengaruh modernisme yang didasari oleh prinsip rasionalitas dengan kapital sebagai dasarnya, sehingga banyak kebutuhan kapital/uang untuk mengikuti keinginannya mengejar kemajuan nihilisme (hedonisme) itu, sehingga mengubah prinsip surga menjadi surga dunia, sehingga keperawanan diartikan lain dari sebelumnya.; (4) adanya pengaruh IPTEK yang dapat mengubah orientasi budaya masyarakat timur, yaitu dari monotheisme ke moneytheisme, dengan demikian adat-istiadat ditinggalkan diganti dengan budaya dan ideologi baru yaitu ideologi barat (libralisme, hedonisme,materialisme, rasinalisme, pragmatisme, dan berpikir jangka pendek).
5. Simpulan
Hubungan intim terjadi pada remaja kita,kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa (a) menundaan usia nikah, sehingga sebelum menikah, mereka kawin dulu, sehingga banyak remaja menikah karena MBA (Marred by accident ), atau sebaliknya menikah karena banyak memakai obat antihamil maka banyak kasus terjadi kematian bibit kehidupannya; (b) karena adanya pengaruh globalisasi, terutama kapital, hedonisme dan IPTEK.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda