KARMA PHALA
Oleh
I Made Pageh
I. PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya terdiri dari
dua unsur yaitu, unsur jasmani dan batin. Dewasa ini makin terasa perlunya
manusia membentengi diri dengan nilai-nilai luhur suatu agama, mengingat
pengaruhnya besar tehadap kehidupan manusia. Tidak sedikit kasus yang melanggar
norma-norma agama, adat istiadat tantanan negara, bahkan hukum negara. Seluruh
agama di dunia memiliki satu prinsip yang sama, yaitu adanya kesamaan
kepercayaan tentang kehidupan setelah kematian. Semua membenarkan bahwa
kehidupan tidak berakhir hanya di dunia ini, dan bahwa setelah kematian akan
ada kehidupan lagi yang lebih langgeng. Semua agama memiliki aturan kehidupan
yang hampir sama. Dalam kehidupan manusia ajaran tata susila atau ajaran yang
menuntun manusia untuk berbuat baik merupakan suatu hal yang sangat guna
tercapainya kehidupan yang damai. Susila merupakan salah satu bagian dari Tri
Kerangka Dasar Agama Hindu. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering sekali
menjumpai orang dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda dan memang sudah kodrat
manusia itu sendiri ada yang mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik dan
berbuat buruk. Dalam ajaran tata susila, hal ini dapat kita pahami dalam ajaran
hokum karma.
Kecenderungan-kecenderungan sifat
tersebut sangat berhubungan dan berpengaruh dengan karakter serta prilaku
manusia. Kecenderungan untuk berbuat baik merupakan sifat yang diajarkan dalam
subha karma, sedangkan kecenderungan untuk berbuat buruk merupakan sifat dari
Asubha karma.
Dalam kehidupan manusia ajaran tata
susila atau ajaran yang menuntun manusia untuk berbuat baik merupakan suatu hal
yang sangat guna tercapainya kehidupan yang damai. Susila merupakan salah satu
bagian dari Tri Kerangka Dasar Agama Hindu. Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering sekali menjumpai orang dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda dan
memang sudah kodrat manusia itu sendiri ada yang mempunyai kecenderungan untuk
berbuat baik dan berbuat buruk. Dalam ajaran tata susila, hal ini dapat kita
pahami dalam ajaran hukum karma.
Kecenderungan-kecenderungan sifat tersebut sangat berhubungan dan berpengaruh
dengan karakter serta prilaku manusia. Kecenderungan untuk berbuat baik
merupakan sifat yang diajarkan dalam subha karma, sedangkan kecenderungan untuk
berbuat buruk merupakan sifat dari Asubha karma.
Karma Phala merupakan hukum sebab
akibat yang berlaku untuk semua makhluk hidup di Dunia. Hukum ini merupakan
hukum yang terorganisir jauh lebih baik dari pada teknologi, tidak dapat
dihindari dan bersifat Universal(untuk semua makhluk). Pada kehidupan kita
sekarang yang kita bawa merupakan hasil dari karma yang kita lakukan
dikehidupan yang sebelumnya. Rupa muka, Tempat dilahirkan, Keluarga dan Semua
orang yang pernah kita temui merupakan pengaruh karma phala. Baik karma buruk
maupun karma baik ,akan membelenggu erat sang jiwa dalam rantai rantai
baja atau rantai emas. Moksa pun tidak
akan dapt di capai jika pengetahuan tentan sang abadi tidak di miliki
seseorang.
Tidak jauh berbeda dari Punarbhawa
yang juga merupakan bagian dari Panca Sradha.Punarbhawa merupakan kelahiran
kembali makhluk hidup ke dunia yang di sebab kan oleh karma manusia itu
sendiri. Jika dalam kehidupan terdahulu karma seseorang baik maka dia pun akan terlahir
kembali/merenkarnasi dalam kehidupan yang baik dan berada pada tingkat yang
lebih tinggi pula. Jadi antara Karma dan Punarbhawa itu memiliki hubungan
keterkaitan. Berikut akan di bahas lebih
jelas lagi mengenai Karma Phala dan Punarbhawa dalam makalah ini.
Berdasarkan Latar Belakang di atas
maka dapat beberapa tema penting perlu dikaji terkait dengan
Karma Phala.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karma Phala
Kata karma brasal dari bahasa
sansekerta yaitu dari akar kata “ Kr “
yang artinya berbuat atau bekerja .
Sedangkan Phala artinya hasil jadi
Karma Phala artinya “hasil dari perbuatan . perbuatan trsebut ada yang baik dan
adapula yang tidak baik . Perbuatan baik disebut dengan Subha karma , sedangkan
perbuatan yang tidak baik disebut Asubha karma. Sumber karma ada 3 yaitu : Manah
(pikiran ), Wacika (perkataan), Kayika (perbuatan ) disebut Trikaya Parisudha. Didalam kitab Slokantra di jelaskan
“ Karma
Phala Ngaran Ika,Phalaning Gawe Hala Hayu “ artinya Karma Phala itu
adalah akibat (phala) dari baik dan buruk suatu perbuatan.Baik perbuatan kita
baik pula hasilnya begitu juga sebaliknya. Hukum karma
phala sejalan dengan hukum sebab akibat yaitu segala sebab pasti mendatangkan
akibat.Demikian juga dengan karma, setiap karma pasti memiliki phala sehingga
erring disebut hukum karma phala.
2.2 Proses Berlakunya Karma Phala
Setiap aktivitas karma seseorang
didasari oleh keinginan ( Iccha ). Timbulnya keinginan akan direspon oleh
pikiran. Pikiran inilah yang akan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
dalam bentuk ucapan ataupun tindakan jasmani. Keputusan pikiran sangat
ditentukan oleh pengetahuan (jnana), kebijaksanaan ( wiweka), serta
pengalaman hidup serta karmawasana seseorang.
Jika digambarkan maka proses karma seseorang sebagai
berikut :
2.3 Wujud Karma Phala
2.3 Wujud Karma Phala
Banyak orang menafsirkan bahwa wujud
dari karma phala ( hasil perbuatan ) seseorang adalah berbentuk materi, seperti
kekayaan, kecantikan atau ketampanan, jabatan, kehormatan dan sebagainya yang
semata-mata diukur dari segi materi. Secara garis besar memang wujud karmaphala
ada dua yaitu berbentuk fisik dan psikis( batin). Artinya hasil dari perbuatan
tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh badan jasmani melalui panca indria
atau juga bisa memberikan suasana batin tertentu pada seseorang. Contoh:
Jika seseorang pernah berbuat baik misalnya membantu orang yang jatuh di jalan , suatu saat ketika dia terjatuh di jalan akan ada orang lain yang menolong. Ini adalah phala secara fisik. Contoh lain mungkin ada orang yang suka menipu justru akan membuat hatinya tersiksa karena selalu was-was, selalu berprasangka bahwa tipu dayanya akan ketahuan oleh orang lain. Ini berarti secara psikis dia menderita.
Jika seseorang pernah berbuat baik misalnya membantu orang yang jatuh di jalan , suatu saat ketika dia terjatuh di jalan akan ada orang lain yang menolong. Ini adalah phala secara fisik. Contoh lain mungkin ada orang yang suka menipu justru akan membuat hatinya tersiksa karena selalu was-was, selalu berprasangka bahwa tipu dayanya akan ketahuan oleh orang lain. Ini berarti secara psikis dia menderita.
Wujud dari karmaphala yang akan
diterima seseorang tidak dapat dipastikan. Artinya hasil karma tersebut bisa
saja berbentuk fisik, atau psikis, ataupun kedua nya yaitu fisik dan psikis.
Demikian pula kapan waktunya akan diterima seseorang atas perbuatannya
juga merupakan rahasia Hyang Widhi. Yang jelas bahwa karmaphala itu ada dan
akan hadir tepat pada waktunya.
Diatas kedua wujud karmaphala di atas
yang terpenting untuk menjadi tolok ukur atas hasil perbuatan seseorang adalah
akibat dari wujud karmaphala tersebut.
Artinya seseorang yang menerima karmaphala baik berwujud fisik maupun psikis apakah mengakibatkan adanya peningkatan kualitas sradha atau tidak. Apakah menyebabkan kebahagiaan atau penderitaan? Contoh
Seseorang yang mendapatkan uang sangat banyak dari hasil judi, diukur dari segi fisik tentu menyenangkan. Tetapi kemenangan itu justru menyebabkan dia semakin tergila-gila pada judi, suka berfoya-foya semata-mata memenuhi nafsu keinginannya. Suatu saat jika dia kalah berjudi maka kekesalan dan kemarahannya akan dilempahkan pada orang lain, seperti anak atau istrinya.
Ini menunjukkan bahwa uang yang diperoleh dari hasil judi tersebut bukan karmaphala yang baik, karena akibat dari uang yang diterima terebut justrui menjerumuskan dirinya pada karma-karma yang lebih buruk. Contoh lain mungkin ada seseorang yang secara fisik cacat jasmani, tetapi dengan kekurangannya tersebut memberikan dia inspirasi dan kesadaran bahwa hidup ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, sehingga dia menjadi orang yang teguh sradha bhakti, serta senantiasa merasa tentram . Jadi cacat jasmani tersebut bukan hasil karma buruk tetapi merupakan hasil karma baik yang membawa kebahagiaan bagi dirinya. Seperti halnya seseorang minum obat pahit untuk kesembuhan dari penyakitnya.
Artinya seseorang yang menerima karmaphala baik berwujud fisik maupun psikis apakah mengakibatkan adanya peningkatan kualitas sradha atau tidak. Apakah menyebabkan kebahagiaan atau penderitaan? Contoh
Seseorang yang mendapatkan uang sangat banyak dari hasil judi, diukur dari segi fisik tentu menyenangkan. Tetapi kemenangan itu justru menyebabkan dia semakin tergila-gila pada judi, suka berfoya-foya semata-mata memenuhi nafsu keinginannya. Suatu saat jika dia kalah berjudi maka kekesalan dan kemarahannya akan dilempahkan pada orang lain, seperti anak atau istrinya.
Ini menunjukkan bahwa uang yang diperoleh dari hasil judi tersebut bukan karmaphala yang baik, karena akibat dari uang yang diterima terebut justrui menjerumuskan dirinya pada karma-karma yang lebih buruk. Contoh lain mungkin ada seseorang yang secara fisik cacat jasmani, tetapi dengan kekurangannya tersebut memberikan dia inspirasi dan kesadaran bahwa hidup ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, sehingga dia menjadi orang yang teguh sradha bhakti, serta senantiasa merasa tentram . Jadi cacat jasmani tersebut bukan hasil karma buruk tetapi merupakan hasil karma baik yang membawa kebahagiaan bagi dirinya. Seperti halnya seseorang minum obat pahit untuk kesembuhan dari penyakitnya.
Jadi karmaphala
yang baik adalah yang dapat meningkatkan kualitas sradha bhakti untuk mencapai
kebahagiaan lahir batin ( moksartham jagat hita )
Karmaphala yang buruk adalah yang menyebabkan seseorang menderita lahir batin dan menurunkan kualitas sradha bhakti.
Karmaphala yang buruk adalah yang menyebabkan seseorang menderita lahir batin dan menurunkan kualitas sradha bhakti.
2.4 Macam-Macam Karma Phala
Jika dilihat dari segi waktu hasil
karma seseorang maka dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu: Sanchita
Karma, Prarabdha Karma, Kryamana Karma.
a)
Sancitha karma adalah karma atau
perbuatan yang dilakukan pada masa hidup di dunia baru akan menerima pahalanya
setelah meninggal dunia
b)
Prarabdha karma adalah karma atau
perbuatan seseorang yang pahalanya langsung diterima pada kehidupan ini.
c)
Kryamana karma
adalah pahala yang diterima seseorang pada kehidupan ini atas hasil dari
perbuatan ( karmanya ) pada kehidupan yang lampau.
Meskipun
kita menggolongkan karma tersebut seperti di atas tetapi dalam kenyataan sangat
sulit bagi kita untuk mengidentifikasi setiap karma yang kita terima saat ini.
Mengenai kapan waktu kita akan menerima pahala atas karma yang kita lakukan
juga merupakan rahasia Ida sang Hyang Widhi.Manfaat kita mengetahui jenis-jenis
karma tersebut adalah untuk meningkatkan sradha dan bhakti kepada Hyang Widhi.
Kita harus yakin bahwa apapun yang kita alami pada kehidupan ini adalah hasil
perbuatan diri sendiri. Bukan karena orang lain. Bisa saja merupakan pahala
atas karma kita pada kehidupan terdahulu, atas pahala atas karma kita masa
kini.
Oleh karena
itu yang terbaik harus dilakukan adalah melaksanakan tugas sebaik-baiknya,
selalu berbuat kebaikan serta tetap yakin dan bhakti kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.Laksanakan semua kewajiban sebagai yadnya dan bhakti kepada Ida sang
Hyang Widhi. Jika hal itu sudah dilakukan maka Tuhan pasti akan memberikan yang
terbaik bagi kita. Apa yang seharusnya kita butuhkan pasti akan terpenuhi,
sebagaimana wahyu Beliau dalam Kitab Bhagawad Gita Bab IX Sloka 22 :
Mereka yang memuja-Ku dan hanya
bermeditasi kepada-Ku saja, kepada mereka yang senantiasa gigih demikian itu,
akan Aku bawakan segala apa yang belum dimilikinya dan akan menjaga yang sudah
dimilikinya
Berdasarkan
unsur Triguna; triguna terdiri atas unsur satwah, rajah, dan tamah.
Ketiganya masing-masing membentuk wikarma, sahaja karma, dan akarma. Wikarma: adalah
karma yang dihasilkan dari guna satwah, yang sifatnya satwik. Satwah adalah
sifat-sifat dalam diri manusia yang dipengaruhi secara kuat oleh Dharma. Yang
dapat digolongkan dalam karma yang wikarma antara lain: berkata yang benar dan
lemah lembut, bekerja dengan teliti, tenang; berpikir yang benar dan jernih,
dan sebagainya. Sahaja karma: karma ini
dihasilkan dengan guna rajah, sifatnya disebut rajasik. Sifat ini mengarahkan
dan mempengaruhi manusia sehingga penuh gairah keinginan, terburu-buru, kurang
sabar, dan sebagainya. Bila manusia melakukan berbagai kegiatan dengan
sifat-sifat rajasik ini, itulah yang dinamakan sahaja karma. Hasilnya sudah
bisa diduga. Akarma: sifat
tamasik yang mempengaruhi manusia untuk menghasilkan akarma. Tamasik bisa
disejajarkan dengan kemalasan. Kadang-kadang akarma dikatakan sebagai tidak
berbuat. Arti ini tidak sepenuhnya benar. Tidak ada manusia yang benar-benar
tidak berbuat sama sekali. Manusia dibuat tak berdaya oleh hukum karma ini
untuk berbuat dan berbuat, walau dalam bentuk yang sangat pasif. Dalam diam pun
manusia berbuat, paling tidak manah atau pikirannya yang “berkelana”.
Berdasarkan kesucian: atas dasar
kesucian perbuatan, karma dibagi menjadi subha karma dan asubha karma. Subha karma: subha
artinya suci, jadi subha karma adalah perbuatan yang suci, perbuatan baik.
Pikiran yang penuh kedamaian, hati yang penuh rasa kasih sayang, akan
menghasilkan ucapan, perkataan, dan tindakan yang similar, sejajar, dan searah
dengan itu. Konsep karma memang menyangkut ketiganya (pikir, ucapan, dan
tindakan). Asubha
karma: huruf a didepan kata subha membuat makna penyangkalan.
Dengan penyangkalan, muncul makna sebaliknya dari yang di atas.
Perbuatan-perbuatan yang didasari kegelisahan, kebencian, kekerasan, amarah,
dan sebagainya, dikategorikan sebagai asubha karma. Dalam kaitannya dengan
kedua karma berdasarkan kesucian ini, mucul anekdot bahwa bila kita tidak
banyak memiliki tabungan perbuatan baik, maka bila ajal menjemput, kita akan
dijemput asu.Yang dimaksudkan bukanlah anjing (asu dalam bahasa Jawa dan Bali
berarti anjing), melainkan asubha karma
ini.
Berdasarkan kebenaran: dengan faktor ini, karma dibagi
menjadi sat karma, dush karma, dan mirsa karma. Sat Karma: adalah
karma yang dilaksanakan dengan dasar Dharma (kebenaran). Semua perbuatan yang
berlandaskan Dharma dianggap sebagai sat karma. Dush karma: kebalikan
dari sat karma disebut dush karma. Dasar perbuatan dush karma adalah yang
bertentangan dengan Dharma, seperti yang berdasarkan kroda, moha, matsarya,
kama, dan sebagainya. Misra karma: campuran antara sat karma dan dush karma disebut
mirsa karma. Manusia pada saat ini, pada zaman kali yuga ini, umumnya melakukan
atau menerima hasil karma ini. Karena umumnya manusia kini melakukan keduanya.
Tidak ada yang 100 % jahat, atau 100 % baik. Sejahat-jahatnya perampok, selama
hidupnya ia pasti pernah berbuat baik.
Semua hasil perbuatan ini akan kembali ke padanya. Hasil perbuatan baik atau hasil perbuatan buruknya, hanya dial ah yang akan menerimanya, bukan orang lain. Kalau yang lebih banyak adalah perbuatan buruknya, maka setelah meninggal ia akan menerima hasil perbuatan baiknya terlebih dahulu, kemudian baru menerima hasil perbuatan buruknya. Kalau sebaliknya, lebih banyak perbuatan baiknya; justru ia akan menerima hasil perbuatan buruknya terlebih dahulu, baru kemudian hasil perbuatan baiknya yang dinikmatinya. Jadi tidak ada perbuatan yang sia-sia atau yang tidak dipetik hasilnya menurut hukum karma ini. Tidak ada neraka abadi bagi manusia, bagi manusia jahat sekalipun. Sebaliknya, tidak ada juga surga abadi. Karena surga dan neraka hanya persinggahan sang atman, untuk menentukan “baju” atau badan lain yang cocok dengan hasil karmanya tadi (BG.II.22, Swargarohana Parwa).
Semua hasil perbuatan ini akan kembali ke padanya. Hasil perbuatan baik atau hasil perbuatan buruknya, hanya dial ah yang akan menerimanya, bukan orang lain. Kalau yang lebih banyak adalah perbuatan buruknya, maka setelah meninggal ia akan menerima hasil perbuatan baiknya terlebih dahulu, kemudian baru menerima hasil perbuatan buruknya. Kalau sebaliknya, lebih banyak perbuatan baiknya; justru ia akan menerima hasil perbuatan buruknya terlebih dahulu, baru kemudian hasil perbuatan baiknya yang dinikmatinya. Jadi tidak ada perbuatan yang sia-sia atau yang tidak dipetik hasilnya menurut hukum karma ini. Tidak ada neraka abadi bagi manusia, bagi manusia jahat sekalipun. Sebaliknya, tidak ada juga surga abadi. Karena surga dan neraka hanya persinggahan sang atman, untuk menentukan “baju” atau badan lain yang cocok dengan hasil karmanya tadi (BG.II.22, Swargarohana Parwa).
Berdasarkan tri sarira: tri sarira
adalah tiga jenis badan manusia, yakni stula sarira/badan kasar atau fisik
(tangan, kaki, kepala, dsb), suksma sarira atau badan mental, dan badan
penyebab (karana sarira). Karma fisik: jenis
karma ini berakibat pada badan fisik manusia, misalnya saja makan yang kurang
teratur akan menyebabkan tubuh sakit.Karma
astral: karma astral adalah karma yang berasal atau berakibat pada
perasaan, misalnya saja ucapan yang lemah lembut akan berakibat pada perasaan
yang akan menjadi senang. Atau berbicara tentang makanan enak pada siang hari
akan berakibat pada timbulnya rasa lapar, dan sebagainya. Karma mental: badan
mental manusia akab kena pengaruh karma ini. Senantiasa berpikir baik dan
positif akan berakibat pada ketenangan diri, kebahagiaan, kedamaian,
kegembiraan, rasa optimis dan seterusnya. Perlu dicatat ini juga adalah karma.
Berdasarkan hasilnya, phala atau
buah atau hasil suatu karma dibedakan atas dua jenis, yaitu: Vishaya (Wishaya)
karma, dan sreyo karma. Wishaya karma, disebut juga karma yang mengikat. Keterikatan akan
hasil perbuatan adalah wishaya karma. Melakukan suatu perbuatan karena ingin
memperoleh imbalan, atau ada pamrih di balik perbuatannya. Jika diperkirakan
tidak ada hail baginya, maka tidaklah ia melakukannya. Ketergantungan kepada
hasil perbuatan inilah yang dikatakan wishaya. Sreyo karma, adalah
membebaskan diri dari ikatan terhadap hasil perbuatan. Kegiatan yang dilakukan
dengan tanpa berharap akan hasilnya bukan berarti kerja dengan asal-asalan.
Prosesnya tetap diletakkan pada pelaksanaan penuh kompetensi. Bila dilaksanakan
dengan kompetensi penuh, lalu ditambah lagi dengan keikhlasan dan tanpa
berharap hasil bagi diri sendiri, niscayalah pada pelaksanaannya saja sudah
mendatangkan kebahagiaan. Bila mendatangkan kebahagiaan, apalagi saat
pelaksanaannya sudah dirasakan, maka karma itu dikatakan atmananda. Seperti
pada awal tulisan ini dikatakan bahwa antara perbuatan dan hasilnya tidak dapat
dipisahkan, bagai dua sisi mata uang. Tanpa diharapkan pun hasil itu akan
datang. Cepat atau lambat, hal itu pasti adanya.
2.5 Sifat Hukum
Karmaphala
Abadi, keberadaan
hukum ini dimulai pada saat alam semesta ini ada dan akan berakhir pada saat
pralaya (kiamat). Walaupun demikian, tidak ada seorang pun yang tahu kapan
penciptaan dan berakhirnya alam semesta ini. Inilah yang menjadi rahasia
Pencipta. Penciptaan alam semesta bersamaan dengan penciptaan hukum-hukum yang
bekerja secara amat sangat canggiiiih sekali dan memiliki ketepatan yang tiada
tara. Hukum grafitasi diciptakan bersamaan dengan diciptakan-Nya alam semesta.
Kebetulan saja ada mahluk Tuhan yang bernama Isaac Newton yang menggunakan akal/pikiran
dan budinya dengan baik, sehingga berhasil mengungkap “keberadaan” dan “cara
kerja” hukum ini, walaupun sebelumnya pun kalau ada benda yang dilemparkan ke
atas, pasti akan jatuh lagi ke bumi. Lalu manusia lain mengakuinya dan
menamakan hukum ini dengan “hukum Newton”.
Universal, hukum ini berlaku pada setiap
ciptaan Tuhan,. Di mana pun berada, bagaimanapun wujud ciptaan itu, hukum ini
berlaku baginya. Mempercayai atau tidak mempercayai keberadaan hukum ini, jika
masih berada di alam semesta ini, hukum ini tetap bekerja baginya. Kalau ia
berbuat baik, hasilnya pasti baik juga, dan hasilnya dia juga yang akan
menikmatinya. Kalau sebaliknya, ya demikian juga. Kalau ada anggapan bahwa
hanya kalau berbuat dosa saja kena hukum karma, ya inilah salah kaprah yang
luar biasa
Berlaku sepanjang zaman, pada zaman
apa pun hukum ini tetap berlaku dan tidak mengalami perubahan. Baik pada zaman
satya (kerta) yuga, treta yuga, dwapara yuga, kali yuga hukum ini tetap
berlaku. Kalau di zaman sekarang (yang diidentifikasi sebagai zaman kali, zaman
terakhir) sepertinya hukum karmaphala ini tidak lagi efektif bekerja, ya
anggapan itu keliru lagi. Kalau kelihatan bertentangan, itu hanya penglihatan
dan analisis manusia yang sangat terbatas, yang tidak mampu melintasi dan menggabungkan
berbagai fakta dari zaman lainnya dengan lengkap. Demikian singkatnya
pengetahuan dan pemahaman manusia tak mampu mengungkap lintas zaman tadi,
karena rentang waktunya demikian lamaaaaa sekali, yang ribuan bahkan jutaan
kali rentang umur manusia. Sedangkan pengetahuan tentang diri dan perbuatannya
semasa bayi atau anak-anak saja tak tersimpan lagi di memorinya, bagaimana mau
menyimpan peristiwa lintas zaman?
Sempurna, karena kesempurnaannya, kerja hukum
ini tak dapat diganggu-gugat, diubah atau dipaksa berubah. Sifatnya konstan dan
tidak berubah dari zaman ke zaman. Hukum ini hanya dapat “ditaklukkan”dengan
cara mengikuti alur kerjanya, diiringi dengan keihklasan yang dalam. Kalau
menurut penglihatan dan analisis manusia, dia menerima hasil yang tidak sesuai
dengan perbuatannya, bisa dipastikan penglihatan dan analisisnya itu tidaklah
lengkap. Kalau rasa-rasanya telah dan selalu berbuat baik, lalu hidupnya
begitu-begitu saja atau malah menderita sepanjang hayat, mesti ada yang belum
terungkap. Ada mata rantai kausalitas yang menyebabkan demikian. Itulah yang
tak mampu dijangkau nalar, pikir, dan budi manusia. Karena bak iklan sebuah
produk, hukum ini mengikuti yang berbuat atau yang berkarma kapan dan di
manapun berada.
2.6 Pelaksanaan Karma Phala
Sebagaimana diuraikan sebelumnya
bahwa wujud karmaphala bisa berbentuk fisik bisa juga berbentuk psikis. Jika
karma seseorang harus diterima setelah meninggal dunia maka atmannya akan
menuju sorga atau neraka. Tetapi bagaimana bentuk pahala dari karma yang harus
dinikmati pada kehidupan ini?
Tentu saja akibat karma akan dirasakan oleh seseorang melalui interaksi dengan lingkungan, baik alam maupun sesama manusia. Pahala karma bisa saja dirasakan melalui tangan manusia, binatang, tumbuhan, serta bisa juga dari alam. Sehingga manusia disamping akan menerima pahala atas karmanya, tetapi juga sebagai alat untuk membalas karma orang lain. Contoh sederhana mungkin suatu ketika kita menerima bantuan dari orang lain dimana pada waktu tersebut kita benar-benar memerlukan pertolongan tersebut. Kejadian ini buakanlah suatu kebetulan. Itu adalah hasil karma kita yang mungkin kita sudah lupa kapan melakukannya, sehingga disaat yang tepat kita akan menerimanya. Dalam peristiwa tersebut yang menjadi alat Tuhan untuk menyampaikan pahala atas karma tersebut adallah manusia ( orang lain). Meskipun manusia adalah alat pembalas karma, bukan berarti dia terbebas atas karma yang diperbuatnya itu tetapi pahala akan selalu mengikuti karma yang dilakukannya.
Tentu saja akibat karma akan dirasakan oleh seseorang melalui interaksi dengan lingkungan, baik alam maupun sesama manusia. Pahala karma bisa saja dirasakan melalui tangan manusia, binatang, tumbuhan, serta bisa juga dari alam. Sehingga manusia disamping akan menerima pahala atas karmanya, tetapi juga sebagai alat untuk membalas karma orang lain. Contoh sederhana mungkin suatu ketika kita menerima bantuan dari orang lain dimana pada waktu tersebut kita benar-benar memerlukan pertolongan tersebut. Kejadian ini buakanlah suatu kebetulan. Itu adalah hasil karma kita yang mungkin kita sudah lupa kapan melakukannya, sehingga disaat yang tepat kita akan menerimanya. Dalam peristiwa tersebut yang menjadi alat Tuhan untuk menyampaikan pahala atas karma tersebut adallah manusia ( orang lain). Meskipun manusia adalah alat pembalas karma, bukan berarti dia terbebas atas karma yang diperbuatnya itu tetapi pahala akan selalu mengikuti karma yang dilakukannya.
Misalkan Andi menolong Budi yang
terjatuh dari sepeda motor. Dalam peristiwa tersebut Budi menerima pahala dalam
bentuk pertolongan dari Andi, pahala tersebut mungkin saja atas kebaikan Budi
di waktu lalu Dalam kasus ini Andi adalah sebagai alat pembalas karma perbuatan
Budi di masa lalu. Meskipun Andi sebagai alat , atas perbuatannya menolong budi
dia juga akan mendapat pahala atas karma tersebut. Jadi setiap peristiwa karma
yang melibatkan lebih dari satu orang maka dalam peristiwa tersebut ada dua
jenis proses karma yang terjadi yaitu ada pihak yang menerima hasil karmanya
dan ada orang yang yang berkarma dimana hasilnya belum diketahui kapan akan
diterima.
Demikian pula alam bisa saja sebagai alat pembalas karma. Bencana alam bukanlah hukuman Tuhan, tetapi semua itu akibat perbuatan manusia sendiri.
Jadi karmaphala:
Demikian pula alam bisa saja sebagai alat pembalas karma. Bencana alam bukanlah hukuman Tuhan, tetapi semua itu akibat perbuatan manusia sendiri.
Jadi karmaphala:
-
Pahala atas karma seseorang dapat
diterima di alam niskala ( sorga atau neraka ) juga bisa dinikmati pada saat
hidup.
-
Pahala karma
di dunia bisa diterima melalui tangan manusia atau alam lingkungan.
-
Setiap peristiwa
karma yang melibatkan lebih dari satu manusia maka akan ada pihak penerima
pahala atas karmanya dan ada pihak sebagai pembalas karma sekaligus
pelaku karma untuk dirinya.
-
Setiap karma
yang terjadi akan menjadi penyebab untuk karma-karma berikutnya.
-
Dalam rangka meningkatkan karma baik
maka pada saat berdoa mohonlah agar kita senantiasa menjadi alat pembalas karma
yang baik.
Karma Phala
berasal dari 2 (dua) kata, yaitu Karma yang artinya segala perbuatan,
kerja/gerak dan Phala yang artinya hasil. Jadi Karma Phala
artinya segala perbuatan akan memperoleh hasil, hasil dari segala perbuatan.
2.7 Makna
Karma Phala
Karma (kerja/gerak)
meninggalkan Karma Wasana (bekas-bekas gerak) yang kelak timbul menjadi Karma
Phala yaitu hasil dari perbuatan yang akan menentukan baik dan buruk
penjelmaan kita di masa yang akan datang. Hal ini dapat kita ketahui
dari adanya kelahiran orang pandai, bodoh, tampan/cantik, jelek, normal, cacat,
kaya, miskin dan sebagainya, itu adalah disebabkan oleh adanya Karma yang baik
(Ḉubhakarma) dan Karma yang tidak baik/buruk (Aḉubhakarma) yang
telah dilakukannya pada penjelmaan terdahulu. Kita percaya, bahwa
segala perbuatan (Karma) akan memperoleh hasil (Phala/Phahala)
dan tiap hasil yang kita peroleh tergantung dari baik dan buruk dari perbuatan
yang kita perbuat. Oleh karena itu, jika ingin menjadi manusia yang baik
dan sempurna, berbuatlah baik sekarang
juga, agar sekala (nyata) dan niskala (tidak nyata) serta
kemudian menjadi manusia utama, sehingga Sang Hyang Atma (Rokh)
memperoleh tempat yang baik.
Dalam buku Sarasamuscaya Bab XI,12) disebutkan: Kang ḉubha karma panenta
sakna ring aḉubha kharma phalaning
ring wong. Artinya: Perbuatan yang baik itu adalah alat
untuk menebus perbuatan yang tidak baik (dosa), yang patut dilaksanakan oleh
setiap orang. Jadi disini dikatakan, bahwa perbuatan yang tidak baik
(dosa) hanya dapat ditebus dengan perbuatan yang baik, karena tidaklah ada
suatu alasan bagi manusia untuk menebus dosanya dengan uang (materi).
Kalau toh ini mungkin ini hanya berlaku dalam alam dunia
(sekala/duniawi/kemanusiaan), ilustrasi ini dapat diambil dari Wayang Cenk.
Blonk ”Gatokaca Anggugah” tentang Cerita Atman Pranda yang ngotot
supaya mendapatkan Sorga (Percakapan Tuwalen/Penakawan vs Pak Sokir/Petani
miskin yang memperoleh Sorga), di alam sekala kesalahan/dosa kita bisa beli
dengan menyogok sehingga kita terbebas dari jeratan hukum, tetapi alam niskala
tetap akan menuntut kita berdosa dan tetap akan memperoleh pahala/hasil yang
dinamakan neraka. Selanjutnya penjelasan mengenai
Karma Phala kita jumpai melalui cerita dalam kitab Maha Brata, Ramayana, Arjuna
Wiwaha, Niti Castra dan kakawin lainnya : Arjuna Wiwaha, Wirama Dasar :
Aswalalita, Kadang Wirama : Rajani/Mandamalon (17)
O
|
o
|
o
|
o
|
-
|
o
|
-
|
o
|
o
|
o
|
-
|
o
|
o
|
-
|
O
|
o
|
ō
|
Sya
|
pa,
|
ka
|
ri
|
tan
|
te
|
mung
|
a
|
yu,
|
ma
|
se
|
dha
|
na,
|
sar
|
Wa
|
a
|
yu
|
Mi
|
Ya
|
ta
|
ka
|
tem
|
wa
|
ning
|
a
|
la,
|
ma
|
se
|
dha
|
na,
|
sar
|
Wa
|
a
|
la
|
Tu
|
wa
|
sa
|
li
|
sih
|
ma
|
nang
|
sa
|
ya,
|
pu
|
re
|
kre
|
ta,
|
ta
|
Pa
|
ti
|
nut
|
Sa
|
Ke
|
ha
|
re
|
pan,
|
ke
|
Si
|
dan,
|
ma
|
ka
|
dar
|
sa
|
na,
|
Pan
|
dhu
|
su
|
ta
|
Artinya :
Siapa yang
masih tertinggal belum menemui kebahagiaan, diantara mereka yang telah
mengabdikan diri pada kebaikan…, - Oleh karena itu tentu akan memperoleh
kesengsaraan jika berbuat yang salah…, - Pikiran yang ragu-ragu akan
keadaan si Karma Phala, yang baiklah dilaksanakan…, - Segala yang
terangan-angan pasti tercapai sebagai halnya Sang Arjuna.
Niti Castra,
Wirama Dasar : Wirat, Kadang Wirama :
Kalelengan
(22)
O
|
-
|
o
|
o
|
o
|
-
|
o
|
-
|
o
|
o
|
o
|
-
|
O
|
o
|
o
|
o
|
O
|
-
|
o
|
o
|
o
|
ō
|
Su
|
rud,
|
ni
|
ka
|
na
|
ngar
|
tha
|
ring
|
gre
|
ha
|
hi
|
lang
|
nya
|
tan
|
ha
|
na
|
Wi
|
na
|
wa
|
yan
|
pe
|
jah
|
I
|
kang
|
ma
|
mi
|
dra
|
swa
|
wan
|
dhu
|
su
|
ru
|
di
|
pe
|
ma
|
sa
|
ra,
|
nu
|
mu
|
lih
|
pa
|
da
|
na
|
ngis
|
Ga
|
we,
|
a
|
la
|
ha
|
jong
|
ma
|
nun
|
tun,
|
a
|
ngi
|
ring,
|
ma
|
nu
|
dha
|
ke
|
Nu
|
lah,
|
te
|
ka
|
te
|
kan
|
Ka
|
Li
|
nga
|
ni
|
ka,
|
ring
|
da
|
di
|
wa
|
ngi
|
se
|
deng
|
U
|
rip
|
a
|
ngu
|
La
|
ha
|
dhar
|
ma
|
sdha
|
Na
|
Artinya :
Luluh hilangnya si harta benda itu semasih kita di rumah, sudah berpisahan
tidak dapat dibawa jika kita mati… Yang cinta kasih, sanak keluarga
berpisahannya sampai di kuburan dan pulangnya sama-sama menangis… Segala perbuatan
buruk dan baik itulah yang akan menuntun memberi petunjuk jalan di mana
sepantasnya akan tinggal… Demikianlah disebutkan, kita jadi manusia,
kebetulan masih hidup dan sepatutnyalah menjalankan dharma laksana
2.8 Hubungan Hukum Karma
Phala dengan Punarbhawa
Seperti yang
suda-sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Subha dan Asubha Karma itu adalah baik
buruknya perbuatan. Sedangkan Karma Phala adalah hasil atau buah dari
perbuatan, dengan demikian maka dapat di pastikan bahwa hubungan antara Subha
dan Asubha Karma dengan Karma Phala itu sangat erat sekali , sebab setiap Karma
atau perbuatan pasti akan mendatangkan hasil atau buah.apabila Karma yang di
perbuat itu baik maka buah Karma atau Karma phala yang di proleh adalah
kebaikan demikian juga sebalik nya. Seseorang yang selalu berbuat baik dalam
kehidupan ini,setelah ia meninggal dunia roh nya akan mendapat surga dan bila
ia di lahirkan kembali ,ia akan lahir dari surge syuta. Yang dimaksud dengan Surga
Cyuta ,yaitu yang lahir dari surga
dan peuh dengan kebahagiaan. Sedangkan kalau sekarang selalu berbuat burukdi
dunia,setelah meninggal dunia rohnya akan disiksa di neraka dan bila dilahirkan
kembali ia akan lahir dari neraka yang juga disebut Neraka Cyuta, yaitu anak yang lahir dari neraka
yang diliputi penuh dengan penderitaan atau kesengsaraan Hasil Karma kejahatan
atau keburukan yang di tabug oleh seseorang akan mengantarkan orang
bersangkutan menuju ke neraka, sebagaimana di jelaskan dalam cloak kitab
Bhagawadgita berikut:“Tri vidam
narakesyedam, dvaram nasanan atmanah,kamah krodhas tatha lobhas, tasmad etat
trayam trayet (bhagawadgitaXVI-21). Artinya: Tiga pintu gerbang neraka jalan menuju, jurang kehancuran jiwa,
ada tiga yaitu kama krodha, dan lobha oleh karena itu ketiganya harus di
tinggal kan.
Sesungguh
nya contoh nyata sebagai bukti bahwa
Punarbhawa itu benar terjadi, dapat kita simak dari keberadaan beberapa
orang yang sejak lahirnya mempunyai bakat istimewa, terutama yang sering
terjadi pada anak-anak bahwa,bakat-bakat tersebut ada kalanya berkembang dengan
spontan,sepertinya mereka mengingat kehidupan nya masa lalu. Hal ini merupakan
suatu bukti yang sangat berharga untuk menimbulkan keyakinan bagi seseorang
yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran punarbhawa atau samsara.
III. PENUTUP
Karma Phala
merupakan hukum sebab akibat yang berlaku untuk semua makhluk hidup di Dunia.
Hukum ini merupakan hukum yang terorganisir jauh lebih baik dari pada
teknologi, tidak dapat dihindari dan bersifat Universal(untuk semua makhluk).
Dan punarbawa merupakan merupakan bagian dari Panca Sradha.Punarbhawa merupakan
kelahiran kembali makhluk hidup ke dunia yang di sebab kan oleh karma manusia
itu sendiri. Jika dalam kehidupan terdahulu karma seseorang baik maka dia pun
akan terlahir kembali/merenkarnasi dalam kehidupan yang baik dan berada pada
tingkat yang lebih tinggi pula. Jadi antara Karma dan Punarbhawa itu memiliki
hubungan keterkaitan, dimana
punarbhawa adalah kelahiran berulang-ulang yang disebut juga penitisan atau
juga samsara.di dalam pustaka suci Weda dikatakan bahwa penjelmaan atma atuau
roh yang berulang-ulang atau samsriti ke dunia ini disebut samsara.Samsara ini
terjadi akibat dari adanya hukum karma dimana karma yang jelek menyebabkan atma
menjelma kembali untuk memperbaiki perbuatan nya yang baik atau atma itu masih di pengaruhi oleh karma wesana (bekas-bekas
perbuatan) atau kenikmatan duniawi sehingga tertarik untuk lahir ke
dunia.Kelahiran ini adalah samsara atau sengsara sebagai hukuman yang
diakibatkan oleh perbuatan di masa kelahiran terdahulu.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda