BUNUH DIRI DI KALANGAN REMAJA: (Dalam Perspektif Patologi Sosial )
BUNUH DIRI DI KALANGAN REMAJA:
(Dalam Perspektif Patologi Sosial )
Oleh
I Made Pageh
1.
Pendahuluan
Belakangan ini kasus bunuh diri semakin marak.
Pelakunya sebagian besar adalah anak remaja. Betapa kompleksnya persoalan hidup
manusia, termasuk kehidupan anak remaja.
Orang tua seringkali merasa tahu segalanya tentang kehidupan remaja berdasarkan
pengalaman hidupnya. Padahal sesungguhnya kita tidak tahu apa-apa. Jaman selalu
berubah, sementara referensi yang digunakan orang tua adalah masa lalu, bukan
masa sekarang yang real yang sedang dihadapi anak-anaknya.
Masa remaja yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa
merupakan masa yang sulit. Sering disebut masa stress and strom karena
pada masa ini remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya
bingung. Tidak hanya perubahan fisik yang berkembang pesat, tetapi juga
perubahan lingkungan yang memaksa remaja untuk menjadi dewasa seperti yang
diharapkan lingkungan padahal remaja sendiri tidak tahu harus berbuat seperti
apa.
Lingkungan mengharapkan remaja bisa bertanggung jawab seperti halnya orang
dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja yang tidak bisa menemukan
identitasnya mengalami kebingungan. Sehingga sebagian besar remaja menghadapi
masalah-masalah baik itu dengan orang tua, teman,pacar maupun dengan kehidupan
di sekolah. Hal tersebut dapat memicu banyaknya kejadian bunuh diri di kalangan
remaja.Bunuh diri adalah masalah yang kompleks diamana ada satu sebab. Itu
dihasilkan dari interaksi yang kompleks secara biologi, genetik, psikologi,
sosial, budaya dan faktor lingkungan. Depresi adalah diagnosa
yang paling sering ada dalam kasus bunuh diri. Semua remaja merasa depresi,
sedih, sendiri dan tidak stabil dari waktu ke waktu, dan perasaan-perasaan
seperti itu biasanya dapat dilewati. Tetapi, ketika perasaan-perasaan itu
dengan gigih mengacaukan kehidupan norma seorang remaja, perasaan-perasaan
depresif itu berubah kondisi menjadi penyakit depresif.
Prevalensi bunuh
diri pada anak dan remaja dalam satu tahun antara 1,7 % - 5,9 %. Diperkirakan
12% dari kematian pada kelompok anak dan remaja disebabkan karena bunuh diri.
Keberhasilan bunuh diri pada remaja laki-laki 5 kali lebih besar dibanding
wanita, meskipun untuk percobaan bunuh diri pada remaja wanita 3 kali lebih banyak
dibandingkan remaja laki-laki. Ide-ide bunuh diri bukan merupakan fenomena yang
statis dan dapat berubah sewaktu-waktu. Keputusan untuk bunuh diri dapat muncul
tiba-tiba (Impulsif) tanpa banyak dipikirkan terlebih dahulu atau keputusan
merupakan puncak dari kesulitan atau kebingungan yang berkepanjangan. Saat ini
bunuh diri seperti jalan alternatif terakhir remaja dalam menyelesaikan masalah
yang ada. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang penulis dalam pembuatan paper
ini. Pada paper ini akan dibahas beberapa masalah diantaranya adalah mengapa
bunuh diri dijadikan sebagai trend alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah di kalangan remaja,
faktor – faktor apa sajakah yang menjadi
pemicu bunuh diri sebagai alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah
dikalangan remaja, bagaimanakah cara mengatasi agar bunuh diri di kalangan
remaja dapat diminimalisasi. Untuk lebih jelasnya maka akan dibahas berikut.
2. Bunuh Diri dijadikan Alternatif Penyelesaian
Masalah di Kalangan Remaja
Mengapa remaja mencoba bunuh diri? Tidak ada jawaban yang
sederhana atas pertanyaan yang penting ini. Umumnya bunuh
diri dikaitkan dengan faktor-faktor proksimal dan distal. Faktor-faktor proksimal, atau kondisi
saat ini, dapat memicu suatu upaya bunuh diri. Keadaan-keadaan yang penuh
ketegangan, seperti kehilangan pacar, nilai rapor sekolah yang rendah, atau
kehamilan yang tidak diinginkan dapat memicu upaya bunuh diri.
Pengalaman-pengalaman distal, atau pengalaman masa lalu, juga seringkali
terlibat dalam upaya bunuh diri. Suatu kisah panjang ketidakstabilan dan
ketidakbahagiaan keluarga mungkin muncul. Begitu pula halnya dengan kurangnya
afeksi dan dukungan emosional, pengendalian yang ketat, dan tekanan untuk
berprestasi oleh orang tua selama masa anak-anak yang berkaitan dengan depresi
remaja, begitu juga dengan kombinasi pengalaman-pengalaman keluarga cenderung
memunculkan faktor-faktor distal dalam upaya-upaya bunuh diri. Kurangnya
persahabatan yang mendukung mungkin juga menjadi pemicu. Dalam suatu penelitian
tentang bunuh diri di kalangan perempuan-perempuan berbakat, ditemukan adanya
upaya-upaya bunuh diri, kecemasan, ketidakmantapan dalam pekerjaan dan dalam
relasi, depresi, atau alkoholisme, sebagai pemicu bunuh diri dalam kehidupan
kaum perempuan. Faktor-faktor ini sama dengan faktor-faktor yang ditemukan
untuk meramalkan bunuh diri di kalangan laki-laki berbakat. Sama
seperti faktor genetik yang berkaitan dengan depresi, faktor genetik juga
berkaitan dengan bunuh diri. Semakin dekat hubungan seseorang dengan seseorang
yang melakukan bunuh diri, semakin besar kemungkinan orang itu melakukan bunuh
diri.
Ada beberapa proses mental yang terjadi pada diri remaja sebelum mereka
memutuskan untuk bunuh diri.
Prosesnya adalah sebagai berikut.: Kebutuhan remaja yang paling menonjol
adalah ingin dihargai, butuh pengakuan serta butuh perhatian. Hal tersebut
berguna untuk meningkatkan identitas dirinya karena mereka sedang berada dalam
persimpangan jalan, dari seorang individu yang tergantung pada lingkungannya
menjadi seorang yang mandiri. Arti kemandirian di sini dilihat dari beberapa
aspek seperti aspek fisik, emosi, sosial maupun ekonomi. Untuk dapat mencapai
makna dari kemandirian tersebut diperlukan lingkungan yang dapat membimbing.
mengarahkan, mendorong serta memberi contoh yang baik bagi remaja. Bila
lingkungan kurang peduli dan kurang peka maka remaja akan semakin rapuh.
Akhirnya pada saat remaja menghadapi masalah atau kegagalan, reaksinya semakin
parah. Pada saat remaja megalami konflik yang berkepanjangan, maka perasaan
stressnya semakin dalam dan akhirnya mengalami depresi. Depresi adalah perasaan
kecewa yang sangat mendalam disertai perubahan tingkah laku seperti lebih
pendiam, sering mnyendiri, marah-marah tanpa sebab, sulit tidur, kurang
memiliki selera makan, perasaan malu berlebihan, kurang percaya diri bahkan
dapat menderita psikosomatik (sakit maag, sakit kepala, dada berdebar, sakit
badan, mual-mual dan sebagainya). Bila remaja dibiarkan hidup dalam dunianya
sendiri dalam waktu yang cukup lama dapat timbul perasaan “hopeless” yang
akhirnya bisa mengarah pada gangguan kepribadian atau percobaan bunuh diri.
Saat ini bunuh diri seperti jalan
alternatif terakhir remaja dalam menyelesaikan masalah yang ada, padahal hal
itu justru menimbulkan masalah lain bagi keluarga, kerabat, teman dan
lingkungan. Ide-ide
bunuh diri muncul secara tiba-tiba (impulsif) tanpa banyak dipikirkan terlebih
dahulu atau keputusan merupakan puncak dari kebingungan yang berkepanjangan.
Menurut data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan
bahwa sekitar satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau sekitar
satu orang setiap 40 detik. Data resmi di Kepolisian
Daerah Metro Jaya menyatakan, selama 2003 tercatat 62 kasus bunuh diri. Jumlah ini merupakan kelipatan tiga kali lebih banyak daripada angka tahun
2002. Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian remaja selain
karena masalah kecelakaan. Maraknya kasus bunuh diri yang terjadi akhir-akhir
ini mengundang sebuah pertanyaan. Tercatat ada lima kasus bunuh diri dalam
sepekan dan tiga di antaranya dilakukan dengan cara melompat dari lantai atas
pusat perbelanjaan. Modus bunuh diri dengan cara melompat dari lantai atas
pusat perbelanjaan ini seperti menjadi trend. Mengapa korban begitu nekad
mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari ketinggian?. Menurut psikolog
klinis dari Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia, Dra Yati Utoyo Lubis MA.
PhD, fenomena bunuh diri di mal adalah bukti bahwa para korban ingin mencari
pilihan yang mudah dan cepat dalam melepaskan nyawa. Gedung bertingkat atau
lantai atas pusat perbelanjaan menjadi pilihan ideal bagi para korban karena di
tempat-tempat seperti ini mereka yakin bahwa upaya bunuh diri akan berhasil.
“Mereka yang ingin melakukan bunuh diri akan mencari cara yang paling gampang. Memotong
pembuluh darah mungkin akan terasa sakit dan belum tentu akan selesai. Mungkin
yang paling gampang adalah melompat dari ketinggian. Mereka mencari tempat yang
pasti akan berhasil, jadi dicarilah gedung- gedung bertingkat. Mempersoalkan
apakah kasus bunuh diri beruntun ini karena para pelaku terilhami oleh kasus
sebelumnya, Yati tidak dapat memastikannya. Akan tetapi Yati mengakui bahwa
fenomena bunuh diri juga dapat dipicu oleh suicide contagion atau
bunuh diri yang menular. Pernah ada sebuah penelitian di Amerika Serikat bahwa
di kalangan remaja terjadi suicide contaigion. Mereka melakukan bunuh
diri hanya untuk mencoba-coba dan membuktikan dirinya hebat. Fenomena bunuh
diri yang menular dapat pula dipicu oleh pemberitaan media yang tidak
proporsional. Media yang memuat foto korban secara lengkap atau yang
mengungkap secara detail teknik korban melakukannya. Hal ini akan memunculkan
preokupasi (pikiran berulang) bunuh diri, dan tidak menutup kemungkinan akan
memberi ilham metode pelaksanaan bunuh diri. Remaja menganggap bunuh diri itu
akan menyelesaikan semua masalah, tetapi
pada kenyataannya tidak seperti itu, malah akan menimbulkan kesedihan yang
mendalam dan trauma psikis pada keluarga, kerabat, teman dan lingkungan
sekitar. Masa remaja merupakan masa perubahan hormonal, perubahan
tingkat dan pola hubungan sosial. Selain itu masa pertumbuhan remaja jarang
yang berlangsung dengan lancar. Banyak masalah yang dihadapi oleh para remaja
dan bisa makin serius hingga menyebabkan depresi yang berkepanjangan. Remaja
yang mengalami depresi akan menjadi apatis dan menyalahkan dirinya sendiri
sehingga merasa enggan untuk mencari pertolongan pada keluarga, kerabat dan
teman. Dan pada puncak kebingungan yang berkepanjangan itu menyebabkan timbulnya
ide-ide untuk bunuh diri.
Adapun karakteristik pemikiran dari orang yang
akan bunuh diri adalah sebagai berikut.
Karakteristik pemikiran dari orang yang ingin bunuh diri :
- Ambivalensi: kebanyakan remaja yang ingin bunuh diri
memiliki perasaan yang campur aduk tentang bunuh diri itu sendiri.
Keinginan untuk hidup dan mati beradu dalam diri remaja tersebut, ada
keinginan untuk hidup dan ada juga hasrat untuk hidup. Kebanyakan
dari mereka tidak ingin mati, mereka hanya tidak senang dengan hidup
mereka.
- Impusitasa : bunuh diri adalah
merupakan tindakan impulsif, dan sama seperti tndakan impulsive lainnya,
dorongan ini bisa bertahan lama atau hanya beberapa menit atau beberapa
jam saja. Biasanya dipicu oleh kejadian-kejadian negatif. Menolak
krisis-krisis tersebut dengan lebih banyak bermain dengan waktu,keinginan
untuk bunuh diri dapat dikurangi atau dicegah.
- Rigiditas : Apabila orang ingin
bunuh diri, pemikiran, perasaan dan tindakan mereka terbatasi. Merka
berpikir untuk bunuh diri secara konstan dan tidak mampu menerima jalan
keluar dari masalah, cara berpikir mereka sangat ekstrim.
Pikiran yang ambivalen dan
lebih banyak memikirkan hal-hal negative tentang diri, dunia, dan masa depannya
merupakan hal yang khas pada pelaku bunuh diri. Selain itu, tindakan
interpersonal yang umum pada pelaku bunuh diri adalah pengungkapan niat untuk
mengakhiri hidup. Mereka juga sering meninggalkan pesan berupa surat ataupun
perkataan.Yang memprihatinkan adalah lingkungan seringkali tidak menanggapi
dengan serius hal tersebut. Keterkejutan baru muncul manakala tindakan tersebut
benar-benar dilakukan. Ketidakberdayaan dan keputusasaan pada pelaku bunuh diri
menunjukkan bahwa dirinya kehilangan kepercayaan terhadap orang-orang di sekitar,
bahkan terhadap Tuhannya. Mereka sangat yakin bahwa tidak ada orang yang dapat
menolong dirinya keluar dari tekanan yang dialaminya, tidak ada orang yang dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak
ada lagi yang apat dilakukannya untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Hal
itu menyebabkan mereka merasa yakin bahwa mengakhiri hiduplah satu-satunya
jalan untuk menyelesaikan masalah dan bebas dari tekanan hidup.
Ciri-ciri
remaja yang akan bunuh diri. Remaja yang berencana akan bunuh diri menunjukkan perubahan
yang drastis pada sikap dan tingkah lakunya. Ciri-ciri remaja yang akan bunuh
diri adalah :
1. Perubahan sikap menjadi lebih pendiam .
Kebanyakan
remaja yang akan bunuh diri tidak suka bicara dan mengurung diri dalam kamar.
Mereka terlihat lesu dan tidak bersemangat. Apabila ada seseorang yang
menanyakan keadaannya, remaja tersebut akan berkata ia baik-baik saja atau
cukup menganggukkan kepala. Pada remaja yang sebelumnya sangat ceria, perubahan
sikap ini terlihat sangat mencolok. Diam menunjukkan remaja tersebut tidak
ingin membagi bebannya dengan orang lain karena ia percaya tidak ada yang
sanggup menolongnya lagi.
2. Sering menyendiri Remaja tersebut menarik
diri dari pergaulannya. Sering ia terduduk lesu sambil melamun di sudut yang
sepi.
3. Meminta maaf pada semua kenalannya.
4. Membagi-bagi barang kesayangannya
3. Faktor – faktor yang menjadi pemicu bunuh diri sebagai alternatif terakhir
dalam menyelesaikan masalah dikalangan remaja
Faktor-Faktor Penyebab Remaja Bunuh Diri. Ada kalanya alasan remaja
bunuh diri sangat sederhana dan tidak serumit alasan bunuh diri pada orang
dewasa. Tetapi penghayatan dari motif keinginan untuk bunuh diri bagi seorang
remaja sangat serius atau dinilai sangat mendalam. Hal tersebut terjadi karena
mereka sedang berada pada masa transisi dari masa anak ke masa dewasa. Pada
dasarnya faktor-faktor yang dapat memicu bunuh diri pada remaja dibagi menjadi
dua, yaitu:
1. Faktor Intern
Faktor intern meliputi
masalah yang berasal dari dalam remaja itu sendiri yaitu:
a. Keterbatasan intelektual
Keterbatasan intelektual mengakibatkan si
remaja mudah putus asa. Mereka cenderung untuk berfikir singkat tanpa diolah
terlebih dahulu. Ketika menemui jalan buntu, mereka mengira
tidak ada seorangpun yang peduli dan sanggup menolong mereka. Di mata mereka
solusinya hanya satu, mengakhiri hidup supaya masalah juga berakhir dan segera
terbebas dari stress, dan depresi.
b. Gangguan kepribadian.
Hal ini terlihat pada remaja yang bersikap agresif. Sikap
agresif, pemberontak dan tidak bertanggung jawab adalah salah satu ciri psikologi
remaja yang sangat umum.
c. Sakit fisik.
Kecelakaan yang mengakibatkan luka atau
cacat seumur hidup
membuat remaja dalam keadaan depresi dan rendah diri. Hal yang sama juga terjadi pada remaja yang mempunyai penyakit serius yang divonis dokter tidak dapat disembuhkan. Perasaan malu dan “tidak sama” dengan teman-teman menimbulkan stress pada diri remaja. Contoh sederhana dapat dilihat pada seorang remaja putri yang mempunyai bekas luka operasi pada lututnya. Ia malu jika ada temannya yang tahu dan berkomentar betapa menjijikkannya bekas luka itu. Ia merasa iri dengan teman-temannya yang bisa memakai rok mini untuk memamerkan paha mereka. Hal inilah yang dapat mengakibatkan depresi.
membuat remaja dalam keadaan depresi dan rendah diri. Hal yang sama juga terjadi pada remaja yang mempunyai penyakit serius yang divonis dokter tidak dapat disembuhkan. Perasaan malu dan “tidak sama” dengan teman-teman menimbulkan stress pada diri remaja. Contoh sederhana dapat dilihat pada seorang remaja putri yang mempunyai bekas luka operasi pada lututnya. Ia malu jika ada temannya yang tahu dan berkomentar betapa menjijikkannya bekas luka itu. Ia merasa iri dengan teman-temannya yang bisa memakai rok mini untuk memamerkan paha mereka. Hal inilah yang dapat mengakibatkan depresi.
d. Gangguan mental.
Skizofrenia
adalah penyakit kejiwaan dimana penderitanya merasa mendengar suara-suara yang
menyuruhnya untuk bunuh diri. Remaja yang megidap skizofrenia sebenarnya dapat
disembuhkan dengan bantuan ahli jiwa, pelayanan kesehatan yang baik, obat-obatan
dan dukungan keluarga.
2.
Faktor ekstern.
Faktor ekstern ini meliputi masalah yang
timbul dari luar diri remaja.
a. Lingkungan rumah.
a. Lingkungan rumah.
Keluarga
adalah tempat pertama remaja mendapatkan kasih sayang. Keluarga seharusnya
memberi rasa aman dan nyaman bagi remaja. Keluarga seharusnya mencurahkan
perhatian dan memberi penghiburan. Tetapi sering kita jumpai bahwa keluarga
kita bukanlah keluarga impian.
Ada beberapa contoh masalah dalam keluarga yang memicu
keinginan untuk bunuh diri, misalnya :
1. Perceraian orang tua.
Remaja
ingin mendapat kasih sayang dan perhatian yang seimbang dari ayah dan ibunya.
Tetapi ketika orang tua memutuskan untuk bercerai, keseimbangan itu menjadi
retak. Remaja harus memutuskan untuk hidup mandiri, atau tinggal dengan ayah
atau ibu.
Apalagi
dengan munculnya ayah tiri atau ibu tiri, remaja akan semakin tertekan dan
merasa bahwa rumahnya adalah neraka.
2. Ekonomi keluarga yang minim.
2. Ekonomi keluarga yang minim.
Remaja memang belum dewasa dalam pikiran. Masalah
ekonomi ini tentu merupakan masalah yang memusingkan. Pergaulan yang tinggi,
gaya hidup yang mewah dan glamour serta trend yang selalu bergerak adalah
lingkungan hidup remaja. Untuk mengikuti semua itu pasti membutuhkan uang. Hal
ini pasti tidak akan terpenuhi jika penghasilan orang tua pas-pasan atau
dibawah standart. Remaja menjadi frustasi. Mereka marah pada orang tuanya yang
tidak bisa memberikan apa yang mereka inginkan. Mereka tidak pernah berpikir
untuk mendapatkan uang dengan bekerja sambilan. Mungkin solusinya adalah dengan
berhutang kepada teman.
Namun
hutang semakin menumpuk dan remaja bingung tidak tahu harus berbuat apa. Lalu
remaja menggunakan uang SPP untuk berfoya-foya. Mereka baru sadar saat mereka
tahu tidak akan bisa menebus uang sebanyak itu. Disinilah remaja yang agresif
dapat bertindak kriminal untuk mendapatkan uang. Tetapi pada remaja yang lain,
yang sudah lelah dan putus asa, bunuh diri menjadi satu-satunya pilihan.
3. Ketidak harmonisnya hubungan anak
dengan orang tua. Pertengkaran anak dengan orang tua semakin sering terjadi
ketika si anak mulai remaja. Kebanyakan pertengkaran terjadi bukan karena
masalah kesenjangan umur, tetapi lebih mengarah pada kesenjangan kebudayaan.
Hal-hal yang dilakukan remaja masa kini, misalnya berpelukan di depan umum
adalah sangat tabu pada jaman orang tuanya remaja dulu. Tuntutan orang tua juga
dirasakan terlalu berat bagi remaja. Kamu harus begini, kamu harus begitu,
lakukan ini, lakukan itu. Akhirnya remaja merasa tidak mampu memikul tanggung
jawab. Remaja merasa ia bukanlah anak yang diharapkan orang tuanya. Rumah
terasa tidak nyaman dan solusinya adalah pergi sejauh-jauhnya atau tindakan bunuh
diri.
b. Lingkungan sekolah.
Salah
satu kasus di sekolah yang membuat remaja putus asa adalah tidak lulus ujian.
Remaja yang tidak lulus ujian merasa kuatir dengan masalah yang akan
dihadapinya. Perasaan malu, takut dimarahi orang tua, kuatir dengan hinaan dan
yang terakhir adalah perasaan marah pada diri sendiri. Hal-hal semacam itu
akhirnya mengarah pada sikap histeris, agresif atau percobaan bunuh diri.
c. Lingkungan teman-teman sebaya.
Arti teman sangat penting bagi remaja. Remaja yang banyak memiliki teman atau
menjadi anggota kelompok yang dianggap “wah”, merasa bangga dan percaya diri.
Sebaliknya, kehancuran karena ditinggalkan teman berakibat fatal. Remaja
bergaul dengan teman. Sangat menyakitkan jika suatu kesalahan kecil membuat
teman-teman menjauh dan membencinya. Mungkin juga cemohan yang pedas dari
seorang teman, terutama teman spesial menimbulkan luka hati yang dalam. Tanpa
menutup kemungkinan, peristiwa tersebut diakhiri dengan bunuh diri.
Selain
faktor di atas adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan
bunuh diri. Berikut merupakan beberapa faktor penyebab bunuh diri
pada remaja :
1.
Hubungan yang tidak bermakna dengan
orang lain karena sering dihina dan dilecehkan oleh teman bermainnya atau
lingkungan sekitar, hal ini dapat menjadi penyebabnya
2.
Pelarian karena penganiyaan dan
pemerkosaan remaja tidak kuat menanggung malu, akhirnya dunia tersa sempit dan
memilih untuk bunuh diri.
3.
Kehilangan
orang yang dicintai, ini bisa terjadi karena kehilangan pacar, suami/istri,
orang yang dicintai.
4.
Keadaan
fisik, karena kecacatan dan lain-lain sehingga merasa lebih baik mati.
5.
Masalah
dengan orang tua, keluarga dan lingkungan, ini dapat terjadi karena kurang
harmonisnya hubungan keluarga atau atau keluarga yang kurang mengerti kebutuhan
remaja.
6.
Karena
penyakit menahun yang tak mungkin sembuh akhirnya dari pada tersiksa lebih baik
bunuh diri.
7.
Kesulitan
disekolah baik akademis, hubungn interpersonal atau masalah keuangan.
8.
Mengindari atau antisipasi terhadap hukuman, misal dari
orang tua guru atau polisi karena kesalahan sendiri.
Umumnya remaja pelaku bunuh diri diliputi perasaan putus asa dan tidak
berdaya, berbagai peristiwa hidup yang tidak menyenangkan didalam kehidupan
individu akan membuatnya kehilangan perasaan mampu mengontrol kehidupannya,
yang kemudian akan menghasilkan perasaan tidak berdaya. Ketidakberdayaan yang
dipelajari dapat mengiring seseorang pasa kondisi depresif. Ternyata semua kasus
”horor” tersebut dilandasi pada mood atau suasana hati seseorang. Dr. Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois ,
Chicago ,
menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood
yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta
tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di
antaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas
protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding
mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. PKC merupakan komponen yang
berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan
gangguan mood seperti depresi di masa lalu. Pandey dan timnya sangat tertarik
untuk mengatahui kaitan lain antara PKC dengan kasus bunuh diri di kalangan
remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang meninggal akibat bunuh diri, sembilan
di antaranya memiliki sejarah gangguan mental. Delapan yang lain tidak
mempunyai riwayat gangguan psikis namun dua di antaranya mempunyai sejarah
kecanduan alkohol dan obat terlarang. Aktivitas PKC pada otak para remaja
tersebut jumlahnya sangat kecil dibanding dengan remaja yang meninggal bukan
karena bunuh diri. Dari sini disimpulkan bahwa kondisi abnormal PKC bisa
menjelaskan mengapa sebagian remaja memiliki keinginan bunuh diri. PKC bisa
menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien yang memiliki perilaku
kecenderungan untuk bunuh diri. Namun masih menjadi misteri mengapa
ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian besar. Dr Peter Parker, ilmuwan
dari Cancer Research London Research Institute, berkomentar bahwa studi
tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari
orang yang sudah meninggal bisa jadi sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan
penelitian. Sementara seorang juru bicara Depression Alliance, yayasan yang
melakukan terapi pada remaja yang cenderung bunuh diri menyatakan pihaknya
cukup senang dengan temuan Pandey. ”Insiden depresi pada remaja dan mereka yang
berusia muda cenderung meningkat di tahun-tahun belakangan dan semakin
mengkhawatirkan. Sebanyak 20 persen dari orang muda meninggal akibat bunuh
diri,” ujarnya. Memahami lebih banyak mengenai enzim PKC bisa memberi
pencerahan dalam memberi pengobatan efektif bagi pasien-pasien yang memang
memiliki kebiasaan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. ”Kasus bunuh diri remaja
juga menjadi perhatian di dalam bidang kesehatan. Selama ini sudah banyak
diketahui faktor psikososialnya.
Tetapi masih sangat sedikit sekali
yang diketahui dari sisi faktor neurobiologinya,”tulis Pandey dan kawan-kawan
mengenai studi mereka. Dengan mengetahui fakta neurobiologi para korban bunuh
diri, diharap kelak pengobatan dan terapi terhadap pasien penderita depresi
bisa lebih efektif. Setidaknya formula obat yang dibuat bisa lebih tepat lagi,
demikian pula terapi lain seperti konsultasi dan bercakap-cakap dengan remaja
yang memiliki kecenderungan bunuh diri.
- Cara
Meminimalisasi
Bunuh diri
di Kalangan Remaja
Dalam psikologi
perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh
dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup lama kurang
lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria.
Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian jati diri yang penuh
dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini remaja sedang
berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang
dewasa. Kesulitan dan persoalan yang muncul pada fase
remaja ini bukan hanya muncul pada diri remaja itu sendiri melainkan juga pada
orangtua, guru dan masyarakat. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa keberadaan
remaja yang ada di antara dua persimpangan fase perkembanganlah (fase interim)
yang membuat fase remaja penuh dengan kesukaran dan persoalan. Dapat dipastikan
bahwa seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu
keadaan ke keadaan yang lain seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang
terkadang dapat berakibat buruk bahkan fatal menyebabkan kematian atau bunuh
diri (Syah, 2001). Namun, pada dasarnya semua kesukaran dan persoalan yang
muncul pada fase perkembangan remaja ini dapat diminimalisir bahkan
dihilangkan, jika orangtua, guru dan masyarakat mampu memahami perkembangan
jiwa, perkembangan kesehatan mental remaja dan mampu meningkatkan kepercayaan
diri remaja. Menurut pandangan para ahli psikologi keluarga atau orangtua yang
baik adalah orangtua yang mampu memperkenalkan kebutuhan remaja berikut
tantangan-tantangannya untuk bisa bebas kemudian membantu dan mensupportnya
secara maksimal dan memberikan kesempatan serta sarana-sarana yang mengarah
kepada kebebasan. Selain itu remaja juga diberi dorongan untuk memikul tanggung
jawab, mengambil keputusan, dan merencanakan masa depannya. Namun, proses
pemahaman ini tidak terjadi secara cepat, perlu kesabaran dan ketulusan
orangtua di dalam membimbing dan mengarahkan anak remajanya. Selanjutnya para
pakar psikologi menyarankan strategi yang paling bagus dan cocok dengan remaja
adalah strategi menghormati kecenderungannya untuk bebas merdeka tanpa
mengabaikan perhatian orangtua kepada mereka. Strategi ini selain dapat
menciptakan iklim kepercayaan antara orangtua dan anak, dapat juga mengajarkan
adaptasi atau penyesuaian diri yang sehat pada remaja. Hal ini sangat membantu
perkembangan, kematangan, dan keseimbangan jiwa remaja. (Mahfuzh, 2001)
Di dalam pendekatan psikologis,
salah satu cara untuk mencegah munculnya gangguan psikologis adalah dengan
membangun kesadaran bahwa setiap individu dimasyarakat sesungguhnya memiliki
modal untuk berempati, saling menolong dan berinteraksi secara sehat dan
dewasa. Ketiga modal itulah yang perlu dibangun terutama didalam keluarga
melalui komunikasi dan interaksi yang hangat dan positif. Dengan cara ini,
setiap individu didalamanya tidak akan merasa sendiri dan individu merasa yakin
bahwa orang-orang disekitarnya dapat diandalkan manakala ia mengalami kesulitan
dan tekanan hidup. Dengan modal itu pula setiap orang menjadi lebih peka
terhadap berbagai persoalan yang dialami orang - orang disekitarnya dan segera mengulurkan
tangan untuk menolongnya sehingga bunuh diri pada remaja dapat diminimalisasi.
Penanganan bagi keluarga yang
ditinggalkan dan kepada pelaku yang selamat perlu segara dilakukan karena
bagaimanapun juga bunuh diri merupakan peristiwa tragis yang akan meninggalkan
luka psikologis bagi orang-orang terdekat. Hal yang perlu dilakukan adalah
menanamkan keyakinan dan harapan bahwa hidup masih panjang dan menunjukkan
berbagai alternative pemecahan masalah sekitar mereka mendapatkan kesulitan.
Individu di dalam masyarakat juga perlu dibekali dengan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang lebih adaptif. Kepada mereka juga
perlu dibangun keyakinan bahwa dirinya mampu untuk mengatasi persoalan yang
dihadapi dengan cara yang tepat. Yang terpenting dari semua adalah tidak
berputus asa terhadap intervensi Sang Khalik, bahwa akan ada yang ditunjuk-Nya
untuk mengatasi persoalandan tekanan hidup jika kita meyakini-Nya. Pada
kesempatan lain bunuh diri dimaksudkan untuk memberi hukuman pada orang yang
telah menyakiti atau mengecewakan mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan
kepedulian yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan, bukan hanya
tanggung jawab pemerintah saja. Masyarakat dan pemerintah punya tanggung jawab
yang sama besar karena hilangnya semangat hidup adalah kerugian besar hilangnya
SDM penerus bangsa. Keteribatan akademisi, praktisi, seperti psikologi, dokter,
pemerintah serta masyarakat adalah keharusan untuk dapat menyelesaikan
permasalah ini.
Cara mengurangi
kecenderungan untuk bunuh diri. Untuk mencegah tindakan
bunuh diri pada masa remaja, remaja perlu dukungan dalam hal :
1. Pematangan emosi.
Orang tua atau dewasa lain (bisa kakak atau guru)membantu remaja dalam
bersikap positif terhadap kebutuhsn-kebutuhan emosi yang dibutuhkan remaja.
Misalnya dalam bentuk perhatian, rasa aman, penghargaan pengelolaan serta
pengontrolan emosi yang timbul.
2. Menerima kelebihan dan
kekurangan diri .
Orang tua atau dewsaa lain dapat menerima kekurangan dan menghargai
kelemahan remaja. Selain itu turut membantu remaja dalam mencari solusi agar
kelemahan itu bisa diperkecil atau dikompensasikan menjadi kelebihan.
3. Menghadapi konflik.
Orang tua atau dewasa lain turut membantu menyelesaikan konflik yang ada,
sehinggremaja merasa didampingi pada saat ia mengalami “break down”.
4. Pemecah masalah.
Orang tua atau dewasa lain turut membantu remaja pada saat remaja mengalami
masalah, seperti menjadi pendengar yang baik, menjadi teman yang baik dan
membimbing mereka dalam mengidentifikasikan maslah sehingga masalah dapat
terselesaikan dengan cepat, tepat dan tuntas.
Kontak awal yang sangat penting dalam
mengatasi tindakan para pelaku bunuh diri :
- Langkah pertama adalah untuk mencari tempat-tempat yang
cocok dimana orang dapat bercakap-cakap secara tenang dan bisa mendapatkan
keleluasaan.
- Langkah barekutnya adalah untuk menentukan waktu
seperlunya. Orang yang berkeinginan bunuh diri biasanya membutuhkan waktu
lebih untuk melepaskan beban mereka sendiri dan seseorang harus siap
secara mental untuk memberikan mereka waktu.
- Yang terpenting adalah untuk mendengarkan mereka secara
efektif.”menjangkau dan mendengar saja merupakan langkah yang besar dalam
menurunkan tingkat keputusasaan orang tersebut.
4. Tujuannya adalah
untuk menjembatani celah yang terbentuk dari ketidakpercayaan, keputusasaan dan
hilang harapan dan memberikan orang tersebut harapan sehingga segala sesutau
bisa berubah menjadi lebih baik.
Cara berkomunikasi dengan pelaku bunuh
diri yang berhasil diselamatkan :
- Mendengar dengan penuh perhatian,
dengan tenang.
- Mengerti perasaan orang itu
(menekankan).
- Memberikan pesa-pesan non verbal
dari penerimaan dan menghargai.
- Ekspresikan rasa menghargai untuk opini-opini dan
nilai-nilai orang tersebut.
- Bicara secara jujur dan tulus
- Tunjukkan kepedulian, kasih sayang dan kehangatan.
- Fokuskan kepada perasaan orang itu.
5. Simpulan dan Saran
Ø Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa bunuh diri
dijadikan trend alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah di kalangan
remaja karena masa remaja merupakan masa perubahan hormonal, perubahan tingkat
dan pola hubungan sosial. Selain itu masa pertumbuhan remaja jarang yang
berlangsung dengan lancar. Banyak masalah yang dihadapi oleh para remaja dan
bisa makin serius hingga menyebabkan depresi yang berkepanjangan. Remaja yang
mengalami depresi akan menjadi apatis dan menyalahkan dirinya sendiri sehingga
merasa enggan untuk mencari pertolongan pada keluarga, kerabat dan teman. Dan
pada puncak kebingungan yang berkepanjangan itu menyebabkan timbulnya ide-ide
untuk bunuh diri. Faktor – faktor yang memicu terjadinya bunuh diri sebagai
alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah pada kalangan remaja adalah
Faktor intern yaitu salah satunya adalah keterbatasan
intelektual. Keterbatasan intelektual mengakibatkan si remaja mudah putus asa.
Faktor ekstern salah satunya adalah lingkungan rumah misalnya adanya perceraian
pada orang tua. cara mengatasi agar bunuh diri di
kalangan remaja dapat diminimalisasi adalah salah satunya remaja perlu
dukungan dalam hal: a. Pematangan Emosi; b.Menerima kelebihan dan kekurangan diri; c. Menghadapi konflik; d. Pemecah
masalah.
b. Saran-saran
Ø
Disarankan pada remaja kalau mempunyai
masalah agar terbuka didiskusikan dengan teman sebaya, dan orang tua, kalau
merasa tidak dapat mengatasinya sampaikan kepada Unit UBK yang tersedia di Undiksha,
melalui PGSD Denpasar.
Ø
Hidup adalah anugrah oleh karena itu
bunuh diri adalah masalah patologi sosial yang perlu dipahami bersama, baik
dosen maupun mahasiswa, sehingga sangat penting makalah ini dibaca oleh kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
. 2007. Pelaku Bunuh Diri Di kalangan Remaja Putri.http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=3440(Diakses pad tanggal 26 Desember 2009)
____. 2005. Pelajar
Kok Bunuh Diri?. http://www.dudung.net/print-artikel/pelajar-kok-bunuh-diri.html
(Diakses pada tanggal26 Desember 2009).
____. 2009. Msalah
– Masalah Yang Dihadapi Remaja. http://niandre7lovely.wordpress.com/2009/07/08/masalah-masalah-yang-dihadapi-remaja/.(Dakses pada tangga 27 Desember 2009).
_____. 2009. Keinginan Untuk Bunuh
Diri. http://jelleq.wordpress.com/2009/02/12/suasana-hati-pengaruhi-keinginan-bunuh-diri/ (Diakses pada tanggal 27 Desember 2009).
____. 2009. Bunuh Diri Di Mall.
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/12/04/14584957/bunuh.diri.di.mal.pilihan.ideal.(Diakses pada tanggal 27 Desember 2009).
______. 2009.Makalah Kecenderungan
Bunuh Diri.
http://lorenatazo.blogspot.com/2009/12/makalah-kecenderungan-bunuh-diri-pada.html. (Diakses pada tanggal 27 Desember 2009).
____. 2009.
Mahardika. 2007. Suasana Hati
Pengaruhi Keinginan Bunuh Diri. http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1644082-suasana-hati-pengaruhi-keinginan-bunuh/(Diakses pada tanggal 26 Desember 2009).
W.john,Santrock..
2009. Masalah dan Gangguan Remaja. http://www.idai.or.id/remaja.asp.(Diakses
pada tanggal 26 Desember 2009).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda