Minggu, 15 Juli 2018

 BUNUH DIRI DI KALANGAN REMAJA: (Dalam Perspektif Patologi Sosial )


 BUNUH DIRI DI KALANGAN REMAJA:
(Dalam Perspektif Patologi Sosial )
Oleh
I Made Pageh
1.      Pendahuluan
             Belakangan ini kasus bunuh diri semakin marak. Pelakunya sebagian besar adalah anak remaja. Betapa kompleksnya persoalan hidup manusia, termasuk kehidupan  anak remaja. Orang tua seringkali merasa tahu segalanya tentang kehidupan remaja berdasarkan pengalaman hidupnya. Padahal sesungguhnya kita tidak tahu apa-apa. Jaman selalu berubah, sementara referensi yang digunakan orang tua adalah masa lalu, bukan masa sekarang yang real yang sedang dihadapi anak-anaknya.
Masa remaja yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa merupakan masa yang sulit. Sering disebut masa stress and strom karena pada masa ini remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya bingung. Tidak hanya perubahan fisik yang berkembang pesat, tetapi juga perubahan lingkungan yang memaksa remaja untuk menjadi dewasa seperti yang diharapkan lingkungan padahal remaja sendiri tidak tahu harus berbuat seperti apa.
Lingkungan mengharapkan remaja bisa bertanggung jawab seperti halnya orang dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja yang tidak bisa menemukan identitasnya mengalami kebingungan. Sehingga sebagian besar remaja menghadapi masalah-masalah baik itu dengan orang tua, teman,pacar maupun dengan kehidupan di sekolah. Hal tersebut dapat memicu banyaknya kejadian bunuh diri di kalangan remaja.Bunuh diri adalah masalah yang kompleks diamana ada satu sebab. Itu dihasilkan dari interaksi yang kompleks secara biologi, genetik, psikologi, sosial, budaya dan faktor lingkungan. Depresi adalah diagnosa yang paling sering ada dalam kasus bunuh diri. Semua remaja merasa depresi, sedih, sendiri dan tidak stabil dari waktu ke waktu, dan perasaan-perasaan seperti itu biasanya dapat dilewati. Tetapi, ketika perasaan-perasaan itu dengan gigih mengacaukan kehidupan norma seorang remaja, perasaan-perasaan depresif itu berubah kondisi menjadi penyakit depresif.                     
 Prevalensi bunuh diri pada anak dan remaja dalam satu tahun antara 1,7 % - 5,9 %. Diperkirakan 12% dari kematian pada kelompok anak dan remaja disebabkan karena bunuh diri. Keberhasilan bunuh diri pada remaja laki-laki 5 kali lebih besar dibanding wanita, meskipun untuk percobaan bunuh diri pada remaja wanita 3 kali lebih banyak dibandingkan remaja laki-laki. Ide-ide bunuh diri bukan merupakan fenomena yang statis dan dapat berubah sewaktu-waktu. Keputusan untuk bunuh diri dapat muncul tiba-tiba (Impulsif) tanpa banyak dipikirkan terlebih dahulu atau keputusan merupakan puncak dari kesulitan atau kebingungan yang berkepanjangan. Saat ini bunuh diri seperti jalan alternatif terakhir remaja dalam menyelesaikan masalah yang ada. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang penulis dalam pembuatan paper ini. Pada paper ini akan dibahas beberapa masalah diantaranya adalah mengapa bunuh diri dijadikan sebagai trend alternatif terakhir dalam  menyelesaikan masalah di kalangan remaja, faktor – faktor apa sajakah  yang menjadi pemicu bunuh diri sebagai alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah dikalangan remaja, bagaimanakah cara mengatasi agar bunuh diri di kalangan remaja dapat diminimalisasi. Untuk lebih jelasnya maka akan dibahas berikut.
   
2.      Bunuh Diri dijadikan Alternatif Penyelesaian Masalah di Kalangan Remaja
        Mengapa remaja mencoba bunuh diri? Tidak ada jawaban yang sederhana atas pertanyaan yang penting ini. Umumnya bunuh diri dikaitkan dengan faktor-faktor proksimal dan distal. Faktor-faktor proksimal, atau kondisi saat ini, dapat memicu suatu upaya bunuh diri. Keadaan-keadaan yang penuh ketegangan, seperti kehilangan pacar, nilai rapor sekolah yang rendah, atau kehamilan yang tidak diinginkan dapat memicu upaya bunuh diri. Pengalaman-pengalaman distal, atau pengalaman masa lalu, juga seringkali terlibat dalam upaya bunuh diri. Suatu kisah panjang ketidakstabilan dan ketidakbahagiaan keluarga mungkin muncul. Begitu pula halnya dengan kurangnya afeksi dan dukungan emosional, pengendalian yang ketat, dan tekanan untuk berprestasi oleh orang tua selama masa anak-anak yang berkaitan dengan depresi remaja, begitu juga dengan kombinasi pengalaman-pengalaman keluarga cenderung memunculkan faktor-faktor distal dalam upaya-upaya bunuh diri. Kurangnya persahabatan yang mendukung mungkin juga menjadi pemicu. Dalam suatu penelitian tentang bunuh diri di kalangan perempuan-perempuan berbakat, ditemukan adanya upaya-upaya bunuh diri, kecemasan, ketidakmantapan dalam pekerjaan dan dalam relasi, depresi, atau alkoholisme, sebagai pemicu bunuh diri dalam kehidupan kaum perempuan. Faktor-faktor ini sama dengan faktor-faktor yang ditemukan untuk meramalkan bunuh diri di kalangan laki-laki berbakat. Sama seperti faktor genetik yang berkaitan dengan depresi, faktor genetik juga berkaitan dengan bunuh diri. Semakin dekat hubungan seseorang dengan seseorang yang melakukan bunuh diri, semakin besar kemungkinan orang itu melakukan bunuh diri.
Ada beberapa proses mental yang terjadi pada diri remaja sebelum mereka memutuskan untuk bunuh diri.
Prosesnya adalah sebagai berikut.: Kebutuhan remaja yang paling menonjol adalah ingin dihargai, butuh pengakuan serta butuh perhatian. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan identitas dirinya karena mereka sedang berada dalam persimpangan jalan, dari seorang individu yang tergantung pada lingkungannya menjadi seorang yang mandiri. Arti kemandirian di sini dilihat dari beberapa aspek seperti aspek fisik, emosi, sosial maupun ekonomi. Untuk dapat mencapai makna dari kemandirian tersebut diperlukan lingkungan yang dapat membimbing. mengarahkan, mendorong serta memberi contoh yang baik bagi remaja. Bila lingkungan kurang peduli dan kurang peka maka remaja akan semakin rapuh. Akhirnya pada saat remaja menghadapi masalah atau kegagalan, reaksinya semakin parah. Pada saat remaja megalami konflik yang berkepanjangan, maka perasaan stressnya semakin dalam dan akhirnya mengalami depresi. Depresi adalah perasaan kecewa yang sangat mendalam disertai perubahan tingkah laku seperti lebih pendiam, sering mnyendiri, marah-marah tanpa sebab, sulit tidur, kurang memiliki selera makan, perasaan malu berlebihan, kurang percaya diri bahkan dapat menderita psikosomatik (sakit maag, sakit kepala, dada berdebar, sakit badan, mual-mual dan sebagainya). Bila remaja dibiarkan hidup dalam dunianya sendiri dalam waktu yang cukup lama dapat timbul perasaan “hopeless” yang akhirnya bisa mengarah pada gangguan kepribadian atau percobaan bunuh diri.
          Saat ini bunuh diri seperti jalan alternatif terakhir remaja dalam menyelesaikan masalah yang ada, padahal hal itu justru menimbulkan masalah lain bagi keluarga, kerabat, teman dan lingkungan. Ide-ide bunuh diri muncul secara tiba-tiba (impulsif) tanpa banyak dipikirkan terlebih dahulu atau keputusan merupakan puncak dari kebingungan yang berkepanjangan. Menurut data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa sekitar satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau sekitar satu orang setiap 40 detik. Data resmi di Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan, selama 2003 tercatat 62 kasus bunuh diri. Jumlah ini merupakan kelipatan tiga kali lebih banyak daripada angka tahun 2002. Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian remaja selain karena masalah kecelakaan. Maraknya kasus bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini mengundang sebuah pertanyaan. Tercatat ada lima kasus bunuh diri dalam sepekan dan tiga di antaranya dilakukan dengan cara melompat dari lantai atas pusat perbelanjaan. Modus bunuh diri dengan cara melompat dari lantai atas pusat perbelanjaan ini seperti menjadi trend. Mengapa korban begitu nekad mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari ketinggian?. Menurut psikolog klinis dari Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia, Dra Yati Utoyo Lubis MA. PhD, fenomena bunuh diri di mal adalah bukti bahwa para korban ingin mencari pilihan yang mudah dan cepat dalam melepaskan nyawa. Gedung bertingkat atau lantai atas pusat perbelanjaan menjadi pilihan ideal bagi para korban karena di tempat-tempat seperti ini mereka yakin bahwa upaya bunuh diri akan berhasil. “Mereka yang ingin melakukan bunuh diri akan mencari cara yang paling gampang. Memotong pembuluh darah mungkin akan terasa sakit dan belum tentu akan selesai. Mungkin yang paling gampang adalah melompat dari ketinggian. Mereka mencari tempat yang pasti akan berhasil, jadi dicarilah gedung- gedung bertingkat. Mempersoalkan apakah kasus bunuh diri beruntun ini karena para pelaku terilhami oleh kasus sebelumnya, Yati tidak dapat memastikannya. Akan tetapi Yati mengakui bahwa fenomena bunuh diri juga dapat dipicu oleh suicide contagion atau bunuh diri yang menular. Pernah ada sebuah penelitian di Amerika Serikat bahwa di kalangan remaja terjadi suicide contaigion. Mereka melakukan bunuh diri hanya untuk mencoba-coba dan membuktikan dirinya hebat. Fenomena bunuh diri yang menular dapat pula dipicu oleh pemberitaan media yang tidak proporsional.  Media yang memuat foto korban secara lengkap atau yang mengungkap secara detail teknik korban melakukannya. Hal ini akan memunculkan preokupasi (pikiran berulang) bunuh diri, dan tidak menutup kemungkinan akan memberi ilham metode pelaksanaan bunuh diri. Remaja menganggap bunuh diri itu akan menyelesaikan  semua masalah, tetapi pada kenyataannya tidak seperti itu, malah akan menimbulkan kesedihan yang mendalam dan trauma psikis pada keluarga, kerabat, teman dan lingkungan sekitar. Masa remaja merupakan masa perubahan hormonal, perubahan tingkat dan pola hubungan sosial. Selain itu masa pertumbuhan remaja jarang yang berlangsung dengan lancar. Banyak masalah yang dihadapi oleh para remaja dan bisa makin serius hingga menyebabkan depresi yang berkepanjangan. Remaja yang mengalami depresi akan menjadi apatis dan menyalahkan dirinya sendiri sehingga merasa enggan untuk mencari pertolongan pada keluarga, kerabat dan teman. Dan pada puncak kebingungan yang berkepanjangan itu menyebabkan timbulnya ide-ide untuk bunuh diri.
 Adapun karakteristik pemikiran dari orang yang akan bunuh diri adalah sebagai berikut.
Karakteristik pemikiran dari orang yang ingin bunuh diri :
  1. Ambivalensi: kebanyakan remaja yang ingin bunuh diri memiliki perasaan yang campur aduk tentang bunuh diri itu sendiri. Keinginan untuk hidup dan mati beradu dalam diri remaja tersebut, ada keinginan untuk hidup dan ada juga hasrat untuk hidup. Kebanyakan dari mereka tidak ingin mati, mereka hanya tidak senang dengan hidup mereka.
  2. Impusitasa : bunuh diri adalah merupakan tindakan impulsif, dan sama seperti tndakan impulsive lainnya, dorongan ini bisa bertahan lama atau hanya beberapa menit atau beberapa jam saja. Biasanya dipicu oleh kejadian-kejadian negatif. Menolak krisis-krisis tersebut dengan lebih banyak bermain dengan waktu,keinginan untuk bunuh diri dapat dikurangi atau dicegah.
  3. Rigiditas : Apabila orang ingin bunuh diri, pemikiran, perasaan dan tindakan mereka terbatasi. Merka berpikir untuk bunuh diri secara konstan dan tidak mampu menerima jalan keluar dari masalah, cara berpikir mereka sangat ekstrim.
                 Pikiran yang ambivalen dan lebih banyak memikirkan hal-hal negative tentang diri, dunia, dan masa depannya merupakan hal yang khas pada pelaku bunuh diri. Selain itu, tindakan interpersonal yang umum pada pelaku bunuh diri adalah pengungkapan niat untuk mengakhiri hidup. Mereka juga sering meninggalkan pesan berupa surat ataupun perkataan.Yang memprihatinkan adalah lingkungan seringkali tidak menanggapi dengan serius hal tersebut. Keterkejutan baru muncul manakala tindakan tersebut benar-benar dilakukan. Ketidakberdayaan dan keputusasaan pada pelaku bunuh diri menunjukkan bahwa dirinya kehilangan kepercayaan terhadap orang-orang di sekitar, bahkan terhadap Tuhannya. Mereka sangat yakin bahwa tidak ada orang yang dapat menolong dirinya keluar dari tekanan yang dialaminya, tidak ada orang yang dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak ada lagi yang apat dilakukannya untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Hal itu menyebabkan mereka merasa yakin bahwa mengakhiri hiduplah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah dan bebas dari tekanan hidup.        
Ciri-ciri remaja yang akan bunuh diri. Remaja yang berencana akan bunuh diri menunjukkan perubahan yang drastis pada sikap dan tingkah lakunya. Ciri-ciri remaja yang akan bunuh diri adalah :
 1. Perubahan sikap menjadi lebih pendiam .
Kebanyakan remaja yang akan bunuh diri tidak suka bicara dan mengurung diri dalam kamar. Mereka terlihat lesu dan tidak bersemangat. Apabila ada seseorang yang menanyakan keadaannya, remaja tersebut akan berkata ia baik-baik saja atau cukup menganggukkan kepala. Pada remaja yang sebelumnya sangat ceria, perubahan sikap ini terlihat sangat mencolok. Diam menunjukkan remaja tersebut tidak ingin membagi bebannya dengan orang lain karena ia percaya tidak ada yang sanggup menolongnya lagi.
  2. Sering menyendiri Remaja tersebut menarik diri dari pergaulannya. Sering ia terduduk lesu sambil melamun di sudut yang sepi.
  3. Meminta maaf pada semua kenalannya.
  4.  Membagi-bagi barang kesayangannya

 3.  Faktor – faktor yang menjadi pemicu bunuh diri sebagai alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah dikalangan remaja 
          Faktor-Faktor Penyebab Remaja Bunuh Diri. Ada kalanya alasan remaja bunuh diri sangat sederhana dan tidak serumit alasan bunuh diri pada orang dewasa. Tetapi penghayatan dari motif keinginan untuk bunuh diri bagi seorang remaja sangat serius atau dinilai sangat mendalam. Hal tersebut terjadi karena mereka sedang berada pada masa transisi dari masa anak ke masa dewasa. Pada dasarnya faktor-faktor yang dapat memicu bunuh diri pada remaja dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Intern
Faktor intern meliputi masalah yang berasal dari dalam remaja itu sendiri yaitu:
       a. Keterbatasan intelektual
 Keterbatasan intelektual mengakibatkan si remaja mudah putus asa. Mereka cenderung untuk berfikir singkat tanpa diolah terlebih dahulu. Ketika menemui jalan buntu, mereka mengira tidak ada seorangpun yang peduli dan sanggup menolong mereka. Di mata mereka solusinya hanya satu, mengakhiri hidup supaya masalah juga berakhir dan segera terbebas dari stress, dan depresi.
b. Gangguan kepribadian.
Hal ini terlihat pada remaja yang bersikap agresif. Sikap agresif, pemberontak dan tidak bertanggung jawab adalah salah satu ciri psikologi remaja yang sangat umum.
c. Sakit fisik.
     Kecelakaan yang mengakibatkan luka atau cacat seumur hidup
membuat remaja dalam keadaan depresi dan rendah diri. Hal yang sama juga terjadi pada remaja yang mempunyai penyakit serius yang divonis dokter tidak dapat disembuhkan. Perasaan malu dan “tidak sama” dengan teman-teman menimbulkan stress pada diri remaja. Contoh sederhana dapat dilihat pada seorang remaja putri yang mempunyai bekas luka operasi pada lututnya. Ia malu jika ada temannya yang tahu dan berkomentar betapa menjijikkannya bekas luka itu.
Ia merasa iri dengan teman-temannya yang bisa memakai rok mini untuk memamerkan paha mereka. Hal inilah yang dapat mengakibatkan depresi.
     d. Gangguan mental.
Skizofrenia adalah penyakit kejiwaan dimana penderitanya merasa mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk bunuh diri. Remaja yang megidap skizofrenia sebenarnya dapat disembuhkan dengan bantuan ahli jiwa, pelayanan kesehatan yang baik, obat-obatan dan dukungan keluarga.
2. Faktor ekstern.
       Faktor ekstern ini meliputi masalah yang timbul dari luar diri remaja.
    
a. Lingkungan rumah.
Keluarga adalah tempat pertama remaja mendapatkan kasih sayang. Keluarga seharusnya memberi rasa aman dan nyaman bagi remaja. Keluarga seharusnya mencurahkan perhatian dan memberi penghiburan. Tetapi sering kita jumpai bahwa keluarga kita bukanlah keluarga impian.
Ada beberapa contoh masalah dalam keluarga yang memicu keinginan untuk bunuh diri, misalnya :
1. Perceraian orang tua.
Remaja ingin mendapat kasih sayang dan perhatian yang seimbang dari ayah dan ibunya. Tetapi ketika orang tua memutuskan untuk bercerai, keseimbangan itu menjadi retak. Remaja harus memutuskan untuk hidup mandiri, atau tinggal dengan ayah atau ibu.
Apalagi dengan munculnya ayah tiri atau ibu tiri, remaja akan semakin tertekan dan merasa bahwa rumahnya adalah neraka.
         2. Ekonomi keluarga yang minim.
Remaja memang belum dewasa dalam pikiran. Masalah ekonomi ini tentu merupakan masalah yang memusingkan. Pergaulan yang tinggi, gaya hidup yang mewah dan glamour serta trend yang selalu bergerak adalah lingkungan hidup remaja. Untuk mengikuti semua itu pasti membutuhkan uang. Hal ini pasti tidak akan terpenuhi jika penghasilan orang tua pas-pasan atau dibawah standart. Remaja menjadi frustasi. Mereka marah pada orang tuanya yang tidak bisa memberikan apa yang mereka inginkan. Mereka tidak pernah berpikir untuk mendapatkan uang dengan bekerja sambilan. Mungkin solusinya adalah dengan berhutang kepada teman.
Namun hutang semakin menumpuk dan remaja bingung tidak tahu harus berbuat apa. Lalu remaja menggunakan uang SPP untuk berfoya-foya. Mereka baru sadar saat mereka tahu tidak akan bisa menebus uang sebanyak itu. Disinilah remaja yang agresif dapat bertindak kriminal untuk mendapatkan uang. Tetapi pada remaja yang lain, yang sudah lelah dan putus asa, bunuh diri menjadi satu-satunya pilihan.
          3. Ketidak harmonisnya hubungan anak dengan orang tua. Pertengkaran anak dengan orang tua semakin sering terjadi ketika si anak mulai remaja. Kebanyakan pertengkaran terjadi bukan karena masalah kesenjangan umur, tetapi lebih mengarah pada kesenjangan kebudayaan. Hal-hal yang dilakukan remaja masa kini, misalnya berpelukan di depan umum adalah sangat tabu pada jaman orang tuanya remaja dulu. Tuntutan orang tua juga dirasakan terlalu berat bagi remaja. Kamu harus begini, kamu harus begitu, lakukan ini, lakukan itu. Akhirnya remaja merasa tidak mampu memikul tanggung jawab. Remaja merasa ia bukanlah anak yang diharapkan orang tuanya. Rumah terasa tidak nyaman dan solusinya adalah pergi sejauh-jauhnya atau tindakan bunuh diri.
       
 b. Lingkungan sekolah.
Salah satu kasus di sekolah yang membuat remaja putus asa adalah tidak lulus ujian. Remaja yang tidak lulus ujian merasa kuatir dengan masalah yang akan dihadapinya. Perasaan malu, takut dimarahi orang tua, kuatir dengan hinaan dan yang terakhir adalah perasaan marah pada diri sendiri. Hal-hal semacam itu akhirnya mengarah pada sikap histeris, agresif atau percobaan bunuh diri.
          c. Lingkungan teman-teman sebaya. Arti teman sangat penting bagi remaja. Remaja yang banyak memiliki teman atau menjadi anggota kelompok yang dianggap “wah”, merasa bangga dan percaya diri. Sebaliknya, kehancuran karena ditinggalkan teman berakibat fatal. Remaja bergaul dengan teman. Sangat menyakitkan jika suatu kesalahan kecil membuat teman-teman menjauh dan membencinya. Mungkin juga cemohan yang pedas dari seorang teman, terutama teman spesial menimbulkan luka hati yang dalam. Tanpa menutup kemungkinan, peristiwa tersebut diakhiri dengan bunuh diri.
Selain faktor di atas adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan bunuh diri. Berikut merupakan beberapa faktor penyebab bunuh diri pada remaja :
1.                  Hubungan yang tidak bermakna dengan orang lain karena sering dihina dan dilecehkan oleh teman bermainnya atau lingkungan sekitar, hal ini dapat menjadi penyebabnya
2.                  Pelarian karena penganiyaan dan pemerkosaan remaja tidak kuat menanggung malu, akhirnya dunia tersa sempit dan memilih untuk bunuh diri.
3.                  Kehilangan orang yang dicintai, ini bisa terjadi karena kehilangan pacar, suami/istri, orang yang dicintai.
4.                  Keadaan fisik, karena kecacatan dan lain-lain sehingga merasa lebih baik mati.
5.                  Masalah dengan orang tua, keluarga dan lingkungan, ini dapat terjadi karena kurang harmonisnya hubungan keluarga atau atau keluarga yang kurang mengerti kebutuhan remaja.
6.                  Karena penyakit menahun yang tak mungkin sembuh akhirnya dari pada tersiksa lebih baik bunuh diri.
7.                  Kesulitan disekolah baik akademis, hubungn interpersonal atau masalah keuangan.
8.                  Mengindari  atau antisipasi terhadap hukuman, misal dari orang tua guru atau polisi karena kesalahan sendiri.
       Umumnya remaja pelaku bunuh diri diliputi perasaan putus asa dan tidak berdaya, berbagai peristiwa hidup yang tidak menyenangkan didalam kehidupan individu akan membuatnya kehilangan perasaan mampu mengontrol kehidupannya, yang kemudian akan menghasilkan perasaan tidak berdaya. Ketidakberdayaan yang dipelajari dapat mengiring seseorang pasa kondisi depresif.  Ternyata semua kasus ”horor” tersebut dilandasi pada mood atau suasana hati seseorang. Dr. Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu. Pandey dan timnya sangat tertarik untuk mengatahui kaitan lain antara PKC dengan kasus bunuh diri di kalangan remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang meninggal akibat bunuh diri, sembilan di antaranya memiliki sejarah gangguan mental. Delapan yang lain tidak mempunyai riwayat gangguan psikis namun dua di antaranya mempunyai sejarah kecanduan alkohol dan obat terlarang. Aktivitas PKC pada otak para remaja tersebut jumlahnya sangat kecil dibanding dengan remaja yang meninggal bukan karena bunuh diri. Dari sini disimpulkan bahwa kondisi abnormal PKC bisa menjelaskan mengapa sebagian remaja memiliki keinginan bunuh diri. PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri. Namun masih menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian besar. Dr Peter Parker, ilmuwan dari Cancer Research London Research Institute, berkomentar bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari orang yang sudah meninggal bisa jadi sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Sementara seorang juru bicara Depression Alliance, yayasan yang melakukan terapi pada remaja yang cenderung bunuh diri menyatakan pihaknya cukup senang dengan temuan Pandey. ”Insiden depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di tahun-tahun belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20 persen dari orang muda meninggal akibat bunuh diri,” ujarnya. Memahami lebih banyak mengenai enzim PKC bisa memberi pencerahan dalam memberi pengobatan efektif bagi pasien-pasien yang memang memiliki kebiasaan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. ”Kasus bunuh diri remaja juga menjadi perhatian di dalam bidang kesehatan. Selama ini sudah banyak diketahui faktor psikososialnya.
          Tetapi masih sangat sedikit sekali yang diketahui dari sisi faktor neurobiologinya,”tulis Pandey dan kawan-kawan mengenai studi mereka. Dengan mengetahui fakta neurobiologi para korban bunuh diri, diharap kelak pengobatan dan terapi terhadap pasien penderita depresi bisa lebih efektif. Setidaknya formula obat yang dibuat bisa lebih tepat lagi, demikian pula terapi lain seperti konsultasi dan bercakap-cakap dengan remaja yang memiliki kecenderungan bunuh diri.
  1. Cara Meminimalisasi Bunuh diri di Kalangan Remaja
           Dalam psikologi perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup lama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria. Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini remaja sedang berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang dewasa. Kesulitan dan persoalan yang muncul pada fase remaja ini bukan hanya muncul pada diri remaja itu sendiri melainkan juga pada orangtua, guru dan masyarakat. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa keberadaan remaja yang ada di antara dua persimpangan fase perkembanganlah (fase interim) yang membuat fase remaja penuh dengan kesukaran dan persoalan. Dapat dipastikan bahwa seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang terkadang dapat berakibat buruk bahkan fatal menyebabkan kematian atau bunuh diri (Syah, 2001). Namun, pada dasarnya semua kesukaran dan persoalan yang muncul pada fase perkembangan remaja ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, jika orangtua, guru dan masyarakat mampu memahami perkembangan jiwa, perkembangan kesehatan mental remaja dan mampu meningkatkan kepercayaan diri remaja. Menurut pandangan para ahli psikologi keluarga atau orangtua yang baik adalah orangtua yang mampu memperkenalkan kebutuhan remaja berikut tantangan-tantangannya untuk bisa bebas kemudian membantu dan mensupportnya secara maksimal dan memberikan kesempatan serta sarana-sarana yang mengarah kepada kebebasan. Selain itu remaja juga diberi dorongan untuk memikul tanggung jawab, mengambil keputusan, dan merencanakan masa depannya. Namun, proses pemahaman ini tidak terjadi secara cepat, perlu kesabaran dan ketulusan orangtua di dalam membimbing dan mengarahkan anak remajanya. Selanjutnya para pakar psikologi menyarankan strategi yang paling bagus dan cocok dengan remaja adalah strategi menghormati kecenderungannya untuk bebas merdeka tanpa mengabaikan perhatian orangtua kepada mereka. Strategi ini selain dapat menciptakan iklim kepercayaan antara orangtua dan anak, dapat juga mengajarkan adaptasi atau penyesuaian diri yang sehat pada remaja. Hal ini sangat membantu perkembangan, kematangan, dan keseimbangan jiwa remaja. (Mahfuzh, 2001)
           Di dalam pendekatan psikologis, salah satu cara untuk mencegah munculnya gangguan psikologis adalah dengan membangun kesadaran bahwa setiap individu dimasyarakat sesungguhnya memiliki modal untuk berempati, saling menolong dan berinteraksi secara sehat dan dewasa. Ketiga modal itulah yang perlu dibangun terutama didalam keluarga melalui komunikasi dan interaksi yang hangat dan positif. Dengan cara ini, setiap individu didalamanya tidak akan merasa sendiri dan individu merasa yakin bahwa orang-orang disekitarnya dapat diandalkan manakala ia mengalami kesulitan dan tekanan hidup. Dengan modal itu pula setiap orang menjadi lebih peka terhadap berbagai persoalan yang dialami orang -  orang disekitarnya dan segera mengulurkan tangan untuk menolongnya sehingga bunuh diri pada remaja dapat diminimalisasi.
         Penanganan bagi keluarga yang ditinggalkan dan kepada pelaku yang selamat perlu segara dilakukan karena bagaimanapun juga bunuh diri merupakan peristiwa tragis yang akan meninggalkan luka psikologis bagi orang-orang terdekat. Hal yang perlu dilakukan adalah menanamkan keyakinan dan harapan bahwa hidup masih panjang dan menunjukkan berbagai alternative pemecahan masalah sekitar mereka mendapatkan kesulitan. Individu di dalam masyarakat juga perlu dibekali dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang lebih adaptif. Kepada mereka juga perlu dibangun keyakinan bahwa dirinya mampu untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dengan cara yang tepat. Yang terpenting dari semua adalah tidak berputus asa terhadap intervensi Sang Khalik, bahwa akan ada yang ditunjuk-Nya untuk mengatasi persoalandan tekanan hidup jika kita meyakini-Nya. Pada kesempatan lain bunuh diri dimaksudkan untuk memberi hukuman pada orang yang telah menyakiti atau mengecewakan mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan kepedulian yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan, bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja. Masyarakat dan pemerintah punya tanggung jawab yang sama besar karena hilangnya semangat hidup adalah kerugian besar hilangnya SDM penerus bangsa. Keteribatan akademisi, praktisi, seperti psikologi, dokter, pemerintah serta masyarakat adalah keharusan untuk dapat menyelesaikan permasalah ini.
Cara mengurangi kecenderungan untuk bunuh diri. Untuk mencegah tindakan bunuh diri pada masa remaja, remaja perlu dukungan dalam hal :
       1. Pematangan emosi.
Orang tua atau dewasa lain (bisa kakak atau guru)membantu remaja dalam bersikap positif terhadap kebutuhsn-kebutuhan emosi yang dibutuhkan remaja. Misalnya dalam bentuk perhatian, rasa aman, penghargaan pengelolaan serta pengontrolan emosi yang timbul.
       2. Menerima kelebihan dan kekurangan diri .
Orang tua atau dewsaa lain dapat menerima kekurangan dan menghargai kelemahan remaja. Selain itu turut membantu remaja dalam mencari solusi agar kelemahan itu bisa diperkecil atau dikompensasikan menjadi kelebihan.
         3. Menghadapi konflik.
Orang tua atau dewasa lain turut membantu menyelesaikan konflik yang ada, sehinggremaja merasa didampingi pada saat ia mengalami “break down”.
          4. Pemecah masalah.
Orang tua atau dewasa lain turut membantu remaja pada saat remaja mengalami masalah, seperti menjadi pendengar yang baik, menjadi teman yang baik dan membimbing mereka dalam mengidentifikasikan maslah sehingga masalah dapat terselesaikan dengan cepat, tepat dan tuntas.
Kontak awal yang sangat penting dalam mengatasi tindakan para pelaku bunuh diri :
  1. Langkah pertama adalah untuk mencari tempat-tempat yang cocok dimana orang dapat bercakap-cakap secara tenang dan bisa mendapatkan keleluasaan.
  2. Langkah barekutnya adalah untuk menentukan waktu seperlunya. Orang yang berkeinginan bunuh diri biasanya membutuhkan waktu lebih untuk melepaskan beban mereka sendiri dan seseorang harus siap secara mental untuk memberikan mereka waktu.
  3. Yang terpenting adalah untuk mendengarkan mereka secara efektif.”menjangkau dan mendengar saja merupakan langkah yang besar dalam menurunkan tingkat keputusasaan orang tersebut.
       4. Tujuannya adalah untuk menjembatani celah yang terbentuk dari ketidakpercayaan, keputusasaan dan hilang harapan dan memberikan orang tersebut harapan sehingga segala sesutau bisa berubah menjadi lebih baik.
 Cara berkomunikasi dengan pelaku bunuh diri  yang berhasil diselamatkan :
  1. Mendengar dengan penuh perhatian, dengan tenang.
  2. Mengerti perasaan orang itu (menekankan).
  3. Memberikan pesa-pesan non verbal dari penerimaan dan menghargai.
  4. Ekspresikan rasa menghargai untuk opini-opini dan nilai-nilai orang tersebut.
  5. Bicara secara jujur dan tulus
  6. Tunjukkan kepedulian, kasih sayang dan kehangatan.
  7. Fokuskan kepada perasaan orang itu.

5.      Simpulan dan Saran
Ø  Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa bunuh diri dijadikan trend alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah di kalangan remaja karena masa remaja merupakan masa perubahan hormonal, perubahan tingkat dan pola hubungan sosial. Selain itu masa pertumbuhan remaja jarang yang berlangsung dengan lancar. Banyak masalah yang dihadapi oleh para remaja dan bisa makin serius hingga menyebabkan depresi yang berkepanjangan. Remaja yang mengalami depresi akan menjadi apatis dan menyalahkan dirinya sendiri sehingga merasa enggan untuk mencari pertolongan pada keluarga, kerabat dan teman. Dan pada puncak kebingungan yang berkepanjangan itu menyebabkan timbulnya ide-ide untuk bunuh diri. Faktor – faktor yang memicu terjadinya bunuh diri sebagai alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah pada kalangan remaja adalah Faktor intern yaitu salah satunya adalah keterbatasan intelektual. Keterbatasan intelektual mengakibatkan si remaja mudah putus asa. Faktor ekstern salah satunya adalah lingkungan rumah misalnya adanya perceraian pada orang tua. cara mengatasi agar bunuh diri di kalangan remaja dapat diminimalisasi adalah salah satunya  remaja perlu dukungan dalam hal:        a. Pematangan Emosi; b.Menerima kelebihan dan kekurangan diri;    c. Menghadapi konflik;    d. Pemecah masalah.
b.      Saran-saran
Ø  Disarankan pada remaja kalau mempunyai masalah agar terbuka didiskusikan dengan teman sebaya, dan orang tua, kalau merasa tidak dapat mengatasinya sampaikan kepada Unit UBK yang tersedia di Undiksha, melalui PGSD Denpasar.
Ø  Hidup adalah anugrah oleh karena itu bunuh diri adalah masalah patologi sosial yang perlu dipahami bersama, baik dosen maupun mahasiswa, sehingga sangat penting makalah ini dibaca oleh kita semua.
                                                                                                                                               

DAFTAR PUSTAKA
        . 2007. Pelaku Bunuh Diri Di kalangan Remaja Putri.http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=3440(Diakses pad tanggal 26 Desember 2009)
____. 2005. Pelajar Kok Bunuh Diri?. http://www.dudung.net/print-artikel/pelajar-kok-bunuh-diri.html (Diakses pada tanggal26 Desember 2009).
____. 2009. Msalah – Masalah Yang Dihadapi Remaja. http://niandre7lovely.wordpress.com/2009/07/08/masalah-masalah-yang-dihadapi-remaja/.(Dakses pada tangga 27 Desember 2009).
_____. 2009. Keinginan Untuk Bunuh Diri. http://jelleq.wordpress.com/2009/02/12/suasana-hati-pengaruhi-keinginan-bunuh-diri/ (Diakses pada tanggal 27 Desember 2009).
____. 2009. Bunuh Diri Di Mall.
______. 2009.Makalah Kecenderungan Bunuh Diri.
____. 2009.
Mahardika. 2007. Suasana Hati Pengaruhi Keinginan Bunuh Diri. http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1644082-suasana-hati-pengaruhi-keinginan-bunuh/(Diakses pada tanggal 26 Desember 2009).
W.john,Santrock.. 2009. Masalah dan Gangguan Remaja. http://www.idai.or.id/remaja.asp.(Diakses pada tanggal 26 Desember 2009).

















0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda