KEKERASAN DAN KORUPSI
KEKERASAN DAN KORUPSI
1. Pengantar
Korupsi memiliki latar belakang sejarah panjang, hanya bentuknya berbeda-beda, sama dengan kekerasan sesungguhnya memiliki latar belakang sejarah yang panjang. Oleh karena itu untuk melakukan pembrantasan memerlukan pemahaman sejarah yang panjang. oleh karena itu sangat menarik untuk ditelusuri latar belakangnya terutama latar belakang sejarah (waktu), struktur, dan kultur serta agen yang berperan munculnya korupsi dan kekerasan itu. Untuk masalah ini agar mudah dipahami saya menggunakan dua peristiwa sejarah dalam benua yang berbeda, sehingga lebih mudah memaaminya menggunakan kejadian sejarah itu. (1) Bagaimana latar belakang munculnya korupsi di negara Indonesia yang memiliki latar belakang kerajaan yang feodalis? (2) bagaimana kekerasan muncul di Amerika Serikat yang memiliki latar belakang sejarah panjang, sampai munculnya negara adi daya seperti sekarang?.Pembahasannya menggunakan beberapa kejadian penting yang memiliki pengaruh besar terhadap kepribadian bangsanya, sehingga perjuangannya terakhir mengalami banyak kejadian korupsi dan kekerasan di dua negara ini. Pembacaan sejarah dan perenungan sejarah digunakan untuk memberikan pemahaman terhadapa perjalanan sejarah dua negara bersangkutan, dengan demikian renungan dan pikiran kritis (filsafat sejarah kritis) dijadikan dasar utama penulisan.
2. Latar Belakang Korupsi di Indonesia
Sejarah bangsa Indonesia yang terdiri dari sekitar 7500 suku bangsa, dan 300-an bahasa darah, serta ribuan pulau besar dan kecil mejadikan bangsa ini tidak mengalami perkembangan dan kemajuan sama, sehingga menyulitkan untuk mengambil keputusan politik demokratis memberlakukan perundangan sama rata di nusantara. Latar belakang penjajahan tidak merata, persebaran agama impor dari luar nusantara juga tidak merata, serta kemajuan ekonomi dan pendidikan tidak sama yang mengantarkan pada peradaban yang sangat timpang di nusantara. Kondisi politik dan politisi juga sangat merugikan kebersamaan kita, karena sebagian besar berasal dari Indonesia bagian barat, terutama Jawa. Dengan demikian terjadi perbedaan rasa dalam keberterimaan terhadap berbagai keputusan politik yang diambil. Sementara politisi jawa sangat tidak konsisten dalam melaksanakan berbagai keputusan politik, karena dipengaruhi oleh mayoritas dan minoritas di Indonesia, terutama dengan adanya sistem elekabilitas sebagai dasar utama dalam mengambil keputusan politik. Dengan kata lain siapapun presidennya selalu akan berbenturan dengan keputusan politik yang berdasarkan pemilihan, bukan musyawarah dan apalagi berbasis multikulturalisme yang mengutamakan kelompok tidak bersuara, kelompok minoritas, menjadi perhatian utama dan dasar sebuah keputusan politik. Celakanya lagi jawa centris itu bukan lagi jawa tetapi sudah jawa-western (kebenaran barat yang dipuja-puja dan diidealkan).
Indonesia adalah bercitra kesukuan (kepala suku sejak zaman prasejarah), feodalisme (setelah pengaruh kerajaan/India dan Arab), dan pengaruh barat (zaman kolonial sampai zaman now). Hendapan budaya ini saling berhibridasi dan mimikri, terutama secara filosopis antara barat (melihat ke tanah/culture/olah tanah) dengan timur (melihat ke atas, olah bhudi, bahkan melupakan perut). Dengan demikian definisi kebenaran pun menjadi berbeda. Dengan pernyataan itu dapat dikatakan kalau kebenaran barat itu secara hakiki tidak sesuai dengan kebenaran timur secara hakiki, kecuali terkait dengan olah alam menggunakan teknologi, yaitu ilmu pengetahuan alam (natural science). jadi secara peradaban kita dan barat tidak mungkin bersatu, bagaikan tanah dengan langit, tetapi memang dilihat dari filasafat rwabhineda hidup itu terjadi karena adanya penyatuan secara harmonis (Lingga-Yoni bertemu lahirlah manusia/ciptaan). Dengan demikian bukan hanya menilainya hitam-putih, tetapi perpaduan dari Arjuna dengan Paus (perdaban timur dengan barat).
Dari uraian di atas dapat dikatakan suku nusantara (memandang persembahan, hadiah, pemberian dengan tulus dari bawahan pada penguasa adalah sejak zaman kesukuan sampai zaman kerajaan (feodalis) memandang pemberian itu adalah bukan korupsi, tetapi tanda tunduk, upeti, ucapan terimakasih, etika bertamu ke atasan, dan bendapenarik agar diperhatikan atasan/rajanya. Dengan demikian dia merupakan bagian dari kebudayaan timur, dan sudah menjadi bagian dari etika orang beradab di dunia timur. Justru kalau tidak ada aturan sama sekali dipandang kurang beradab, kurang sopan, egois, sombong, dan meremehkan atasan. Dengan demikian "ada perasaan tidak enak, kurang sreg, kurang apdol, merasa ada yang kurang", seperti wisuda tanpa menggunakan pakian seragam seperti dasi, jas, kalung dan sebagainya, jadi saya ingin mengatakan apa yang menyebabkan kurang enak itu, dan memang tidak kena sanksi kalau tidak melakukannya, tetapi rasa "keberadaban, berbudaya" kita seperti cacat, maka dapat dikatakan pemberian itu adalah kebudayaan kita, dan bahkan sudah menjadi peradaban bangsa Indonesia sejak zaman kesukuan, kerajaan di Indonesia.
Penjajahan memberikan nuansa baru, dengan hegemoni kolonialisme barat di Indonesia, terjadi hegemoni dalam agama (nasranai), kebuadayaan barat, peradaban barat, sistem pemerintahan (demokratisasi), dan kebenaran barat (Ilmu Pengentahuan dan teknologi) menjadi mendominasi bangsa Indonesia yang secara langsung maupun tidak, dengan kepemimpinan hegemoniknya mampu memperdaya bangsa Indonesia dari kulit sampai isinya. Melalui penanaman kebenaran barat, IPTEK, dan sifat materialistik, individualis, dan demokrasi dengan sistem hukum (nilai kebenaran bersanksi barat) yang tidak kita sadari telah membentuk diri kita, dan mengalimi kebenaran barat (melalui materialnya, seperti kapital, hasil IPTEK), sehingga dapat memperbudak bangsa Indonesia.
Sampai akhirnya Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, berkehendak menjalankan ideologi jalan tengah (Pancasila) dengan merangkumn filsafat timur (Ketuhanannya) sebagai basis utama, karena menurut Notonegoro Sila pertama melingkupi secara piramidal sila-sila yang lain, jadi k e b e r a d a a n T u h a n dalam segala hal (baik benda mati maupun hidup) dalam kehidupan manusia Indonesia ada "Tuhan di baliknya". Termasuk "Kemanusiaan yang adil dan beradab", keberadaban yang di dalamnya ada keberadaan Tuhan. Persatuan Indonesia, di dalamnya ada Tuhan, karena yang bersatu nusa dan bangsanya (nusa adalah tanah-airnya), bangsanya adalah "Suku-suku Etnik Nusantara", dengan tetap melihat keberadaan Tuhan. Kerakyatan yang dipimpin oleh h i k m a t k e b i j a k s a n a a n permusyawaratan/perwakilan (bukan suara terbanyak yang mengabaikan minoritas, dan suara yang dibungkam, bukan pemilihan langsung,tetapi perwakilan) tetap harus melihat keberadaan Tuhan di baliknya terutama kelompok minoritas, kelompok yang tidak terwakili. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pembagian berbagai hal dengan melihat keadilan sosial, dan untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya Sumatra-jawa-Bali saja. Dengan adanya zaman pembangunan mengutakan musyawarah semu (zaman Soeharto, kebulatan tekad bentuknya), zaman reformasi mengutamakan politik kebebasan (keblablasan), dengan mengubah dan menambah esensi Pancasila, sudah menjadi mengekor ke dunia barat (westernisasi). Padahal Pancasila adalah way of live hibrid peradaban timur sebagai esensi/fundamen dan peradaban barat mutakhir yang dianggap puncak kemanusiaan di barat (HAM, Kebebasan, IPTEK, dll).
Reformasi berideologi untuk menghabisi sisa zaman Orde Baru, seperti ada dendam politik/ideologis /kekuasaan. Segalanya direform, asal lahir zaman Orde Baru, ada semacam sindrom Orde Baru, dan Pancasila dan UUD 1945. Tidak ada (langka) pejabat setelah zaman Orba menyebut Pancasila dan UUD 1945. Indonesia seperti baru bangkit dari tidurnya (kepupungan: bhs Bali).
Mulai ada usaha untuk memberantas korupsi dan marak dibicarakan di Indonesia tahun 1968 (setelah G.30/S). Rakyat trauma dengan tragedi 1965, terutama di Bali dan di Jawa, karena ribuan sanak-keluarga menjadi korban pembantaian tahun 1965.
Definisi korupsi dibuat berdasarkan bagaimana Amerika Serikat mendefinisikannya, sehingga definisinya keluar dari ranah budaya Indonesia, sehingga upeti, hadiah, pemberian bagian kesuksesannya, karena Departemen tertentu (penguasanya/tersebar bukan hanya di pimpinan puncak pada rekanannya. Hal yang dianggap beradab sejak zaman sukuisme sampai feodalisme (zaman Hindu Bhuda di Bali) menjadi biadab, sehingga banyak rakyat yang tidak dapat memahami hukum hanya melaksanakan tradisi/hukum adat, menjadi terjebak oleh UU yang mengatas namakan dirinya, yang bertentangan dengan hakikat way of live dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan kita menjadi mengenal korupsi karena adanya pemahaman berbeda dengan diri kita yang menjerat kita sendiri, karena kita melepaskan hak-hak kita pada yang sudah dihegemoni oleh peradaban barat (way of live, ideologi, makna kebenaran, ukuran kebenaran, dan perundangan yang sudah teregemonik di dalamnya.
Dapat disingkat korupsi di Indonesia mengalami masalah dalam persepsi, filosopis, definisi korupsi yang diundangkan/ mengikat bersama dalam negara hukum; konfli nilai, definisi kebenaran dari zaman sukuisme, feodalisme, kolonial, kemerdekaan, dan reformasi sampai sekarang. Korupsi merupakan pemutusan tradisi zaman kesukuan sampai zaman feodalisme. Korupsi budaya masa lalu yang mau diatur disamakan dengan barat, dalam makna, bersanksi, dan ingin dijerakan.Ternyata Lapas menjadi penuh sesak, over populasi, sehingga Lapas menjadi kandang perjualan dan pengedaran candu, ekstasi, yang sangat mengerikan. Tentu dapat beredarnya karena adanya sistem upeti, persembahan, dan bentuk sogokan pada "penguasa" yang tersebar itu. Bukan berarti saya mendukung korupsi, saya paling benci dengan korupsi dan narkoba, sehingga sangat tertarik untuk mencari solusi terbaik untuk membrantasnya.
3. Kekerasan di Amerika
Amerika Serikat sebelumnya didiami oleh suku asli yang disebut Suku Indian, bersifat kesukuan, perang antar suku selalu terjadi (primes interperes) berlaku hukum alam, kalahnya suku asli ini, karena tekonologi persenjataan (senapan) menjadikan dia menerima diapakan saja oleh pemenangnya. Penguasaan negara-negara barat menjadikan negara ini diwarnai oleh perbudaan (dengan politik aperthed) atau ras putih vs hitam. Pengekploitasian terjadi, sehingga merasa terbiasa dengan kekerasan, menjadi tontonan sehari-hari baik kekerasan fisik maupun simbolik.
Muncul Perang Budak yang juga terjadi kekerasan berkepanjangan dengan menggunakan senjata dan budaya sebagai alasan peperangan. Manusia tidak dihargai sebagai manausia, budak tidak bedanya dengan sapiperahan, dan modal eksploitasi dalam segala bentuk, ekonomi, politik, budaya, bahkan labido seksual.
Kemudian muncul revolusi Amerika dengan "declaration of Independence", th. 1776. Perang-perang panjang dalam sejarah Amerika Serikat itu, menjadi latar belakang kekerasan di negara itu, sehingga sejarah dan kekerasaitu juga dijadikan dasar untuk membangun negara yang kuat, walaupun sesungguhnya AS adalah jauh lebih muda dari Indonesia dilihat dari peradabannya (Westernisasi Suku Maya-Inca, Indian menjadi Amerika Serikat sekarang). Dengan demikian Demokrasi, Individualis, HAM, dan Hukum satu-satunya yang harus dilakukan emi bisa hidup bersama secara damai, dengan latar belakang kekerasan sejarah (masa lalu Amerika Serikat) seperti itu.
Sebagai contoh ketika pembunuhan Robert F. Kenedy tahun 1968 terjadi, bagi rakyat Amerika ketika itu melihat tayangan Televisi dianggap hal biasa, dan seperti memnag suguhan sehari-hari di masyarakat Amerika Serikat (be continued). Dengan pengalaman sejarah itu AS membuat tim khusus bagaimana kekerasan itu harus diberantas. Latar belakangnya diteliti, sehingga sangat mendengarkan hasil kajian ilmu sosial, sejarah, dan budaya di Amerika Serikat.
4. Beberapa simpulan
kajian ini menyadarkan saya bahwa kajian budaya,sejarah, struktur, dan kultur masyarakat dari waktu ke waktu (setiap zaman memiliki jiwa zaman berbeda) untuk dapat menemukan latar belakang sejarah dan budayanya dalam struktur dan kuktur masyarakat pada zamannya, sangat penting untuk memberantas kekerasan (di AS) juga sesungguhnya sama dengan di Indonesia, masing-masing suku memberikan apresiasi terhadap kekerasan dengan alasan tertentu untuk dilakukan (Jihad, puputan, carok, siri, dendam, dan sebagainya). Dibutuhkan pemahaman latar belakang sejarah, bukan hanya pemahaman hari ini yang didefinisikan dari ilmu barat (bangsa yang belog-ajum, dan suka barang baru dan yang penting dari luar negeri). Di samping sejarah, struktur, kultur, dan ideologi yang mendasarinya, dengan demikian pemberantasannya dilakukan dengan melihat azas keberadaban, bukan hanya hukum yang dijiplak dari barat bahkan masih berideolgi (ber-roh barat).
Korupsi di Indonesia merupakan bagian dari peradaban masa lalu,yang mau diputus mengikuti cara dan jalan berpikir (paradigma kebenaran barat), sehingga mau memberantas, terkadang pembrantasannya tersangkut korupsi, padahal dia tidak menganggap itukorupsi, karena dianggap budaya biasa. Persoalan korupsi adalah persoalan perspesi,paradigma, dan pendefinisian, sehingga juga menjai persoalan konflik filosofis. Bangsa Indonesia dengan Pancasila telah menghasilkan filsafat hibridasi barat-timur (cocok untuk dunia ketiga), tetapi kembali hanya kebarat-baratan, bahkan meninggalkan ketimuran (hana tan hana), lari ke duniawian, antoposentris, sementara barat sudah kepostmodernisme, sehingga kita selalu merasa paling bawah baik dalam IPTEK, Budaya, Agama, dan kemanusiaan. Padahal kemanusiaan dankeberagamaan negara barat banyak belajar dari dunia timur,hanya kita tidak bisa menghormati bangsa dan hasil karya bangsa sendiri (problem identitas dan orientasi nilai). Belajar dari AS memberantas kekerasan dengan kajian sejarah bangsanya, maka kita seharusnya juga belajar dari sejarah budaya dan struktur bangsa sendiri dalam memberantas korupsi.
Dapat disingkat korupsi di Indonesia mengalami masalah dalam persepsi, filosopis, definisi korupsi yang diundangkan/ mengikat bersama dalam negara hukum; konfli nilai, definisi kebenaran dari zaman sukuisme, feodalisme, kolonial, kemerdekaan, dan reformasi sampai sekarang. Korupsi merupakan pemutusan tradisi zaman kesukuan sampai zaman feodalisme. Korupsi budaya masa lalu yang mau diatur disamakan dengan barat, dalam makna, bersanksi, dan ingin dijerakan.Ternyata Lapas menjadi penuh sesak, over populasi, sehingga Lapas menjadi kandang perjualan dan pengedaran candu, ekstasi, yang sangat mengerikan. Tentu dapat beredarnya karena adanya sistem upeti, persembahan, dan bentuk sogokan pada "penguasa" yang tersebar itu. Bukan berarti saya mendukung korupsi, saya paling benci dengan korupsi dan narkoba, sehingga sangat tertarik untuk mencari solusi terbaik untuk membrantasnya.
3. Kekerasan di Amerika
Amerika Serikat sebelumnya didiami oleh suku asli yang disebut Suku Indian, bersifat kesukuan, perang antar suku selalu terjadi (primes interperes) berlaku hukum alam, kalahnya suku asli ini, karena tekonologi persenjataan (senapan) menjadikan dia menerima diapakan saja oleh pemenangnya. Penguasaan negara-negara barat menjadikan negara ini diwarnai oleh perbudaan (dengan politik aperthed) atau ras putih vs hitam. Pengekploitasian terjadi, sehingga merasa terbiasa dengan kekerasan, menjadi tontonan sehari-hari baik kekerasan fisik maupun simbolik.
Muncul Perang Budak yang juga terjadi kekerasan berkepanjangan dengan menggunakan senjata dan budaya sebagai alasan peperangan. Manusia tidak dihargai sebagai manausia, budak tidak bedanya dengan sapiperahan, dan modal eksploitasi dalam segala bentuk, ekonomi, politik, budaya, bahkan labido seksual.
Kemudian muncul revolusi Amerika dengan "declaration of Independence", th. 1776. Perang-perang panjang dalam sejarah Amerika Serikat itu, menjadi latar belakang kekerasan di negara itu, sehingga sejarah dan kekerasaitu juga dijadikan dasar untuk membangun negara yang kuat, walaupun sesungguhnya AS adalah jauh lebih muda dari Indonesia dilihat dari peradabannya (Westernisasi Suku Maya-Inca, Indian menjadi Amerika Serikat sekarang). Dengan demikian Demokrasi, Individualis, HAM, dan Hukum satu-satunya yang harus dilakukan emi bisa hidup bersama secara damai, dengan latar belakang kekerasan sejarah (masa lalu Amerika Serikat) seperti itu.
Sebagai contoh ketika pembunuhan Robert F. Kenedy tahun 1968 terjadi, bagi rakyat Amerika ketika itu melihat tayangan Televisi dianggap hal biasa, dan seperti memnag suguhan sehari-hari di masyarakat Amerika Serikat (be continued). Dengan pengalaman sejarah itu AS membuat tim khusus bagaimana kekerasan itu harus diberantas. Latar belakangnya diteliti, sehingga sangat mendengarkan hasil kajian ilmu sosial, sejarah, dan budaya di Amerika Serikat.
4. Beberapa simpulan
kajian ini menyadarkan saya bahwa kajian budaya,sejarah, struktur, dan kultur masyarakat dari waktu ke waktu (setiap zaman memiliki jiwa zaman berbeda) untuk dapat menemukan latar belakang sejarah dan budayanya dalam struktur dan kuktur masyarakat pada zamannya, sangat penting untuk memberantas kekerasan (di AS) juga sesungguhnya sama dengan di Indonesia, masing-masing suku memberikan apresiasi terhadap kekerasan dengan alasan tertentu untuk dilakukan (Jihad, puputan, carok, siri, dendam, dan sebagainya). Dibutuhkan pemahaman latar belakang sejarah, bukan hanya pemahaman hari ini yang didefinisikan dari ilmu barat (bangsa yang belog-ajum, dan suka barang baru dan yang penting dari luar negeri). Di samping sejarah, struktur, kultur, dan ideologi yang mendasarinya, dengan demikian pemberantasannya dilakukan dengan melihat azas keberadaban, bukan hanya hukum yang dijiplak dari barat bahkan masih berideolgi (ber-roh barat).
Korupsi di Indonesia merupakan bagian dari peradaban masa lalu,yang mau diputus mengikuti cara dan jalan berpikir (paradigma kebenaran barat), sehingga mau memberantas, terkadang pembrantasannya tersangkut korupsi, padahal dia tidak menganggap itukorupsi, karena dianggap budaya biasa. Persoalan korupsi adalah persoalan perspesi,paradigma, dan pendefinisian, sehingga juga menjai persoalan konflik filosofis. Bangsa Indonesia dengan Pancasila telah menghasilkan filsafat hibridasi barat-timur (cocok untuk dunia ketiga), tetapi kembali hanya kebarat-baratan, bahkan meninggalkan ketimuran (hana tan hana), lari ke duniawian, antoposentris, sementara barat sudah kepostmodernisme, sehingga kita selalu merasa paling bawah baik dalam IPTEK, Budaya, Agama, dan kemanusiaan. Padahal kemanusiaan dankeberagamaan negara barat banyak belajar dari dunia timur,hanya kita tidak bisa menghormati bangsa dan hasil karya bangsa sendiri (problem identitas dan orientasi nilai). Belajar dari AS memberantas kekerasan dengan kajian sejarah bangsanya, maka kita seharusnya juga belajar dari sejarah budaya dan struktur bangsa sendiri dalam memberantas korupsi.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda