Senin, 23 November 2015

Nyama Bali-Nyama Islam dalam Perspektif ISIS

1. Nyama Bali- Nyama Islam
Panyamabrayaan di Bali terutama hubungan Islam Hindu merupakan memiliki nilai-nilai adiluhung, terutama zaman kerajaan di Bali. Hubungan pertama-tama terjadi melalui kontak dagang di pesisir pantai, kemudian meluas ke daerah pegunungan, terutama di daerah pusat-pusat perekonomian atau pariwisata. Hubungan Nyama Bali-Nyama Islam terlihat sangat harmonis dengan penduduk Hindu di Bali. Penguasa lokal hususnya Buleleng zaman Panjisakti, hubungan persaudaraan itu masuk dalam struktur paling mapan yaitu dalam sistem religi. Ditunjukkan dengan perjalanan Nyegara-Gunung dalam ritual itu, diikuti dengan kegiatan mampir di Mesjid Kuno di kampung Kajanan. Raja Panjisakti bukan hanya melakukan prosesi ritual bernuansa kesamaan agama, tetapi juga membawa pemeluk Islam dari Jawa Timur untuk bermukim di Bali Utara, disebutkan ada sekitar 200 orang islam dibawa dari jawa Timur dan dimukimkan di "Pegatepan" yang sekarang dikenal dengan Desa Pegayaman. Ada juga ditempatkan di sekitar kediaman raja di Kampung Singaraja sebagai asisten dalam perdagangan terutama dalam menerjemahkan Bahasa Arab dalam perdagangan ketika itu. Sejak itu sekitar abad ke 17/18 hubungan penyamabrayaan di Bali sangat harmonis. 

Keharmonisan itu mulai terganggu ketika pengaruh eksternal dengan adanya banyak orang Bali Islam menyekolahkan putra-putrinya ke luar Bali, terutama sekolah berbasis Islam, kemudian orang -orang ini banyak mereproduksi kekhususan, keistimewaan, dan derajat lebih tinggi dengan penganut lainnya, sehingga keretakan dari dalam mulai terjadi. Hal ini sangat mengkhawatirkan harmonisaasi in dalam jaangka panjang. Penyebutan nyama Bali-nyama Islam sering sudah diganti dengan' Jelema Islam, Jelema dauh tukad/dangin tukad dan sebagainya, yang mengaburkan dan menghilangkan konsep panyamabrayaan ini. hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih jauh.

2. Nyama Bali- Nyama Islam 

Nyama berasal dari akar kata Nyam/Nyom atau air Nyom merupakan bagian dari saudara lahir manusia, sekelahiran itulah disebut dengan nyama. Sedangkan braya bermakna saudara dekat. Dengan demikian secara hakiki dalam wacana Nyamabraya adalah bermakna "persaudaraan, persahabatan, antara Hindu dan Islam. Konsep ini sangat dibutuhkan di era globalisasi, terutama dengan deras datangnya pengaruh luar ke Bali, karena kenyataan sejarah bangsa ini tidak dapat dipungkiri sebagai bangsa yang multiagama, jauh sebelum NKRI diproklamasikan. Dengan demikian dimanapun di nusantara ini tanah akan didiami oleh keadaan multiagama dan ultietnik seperti itu. Menguatnya etnosentrisme di nusantara mengakibatkan klaim daerah berdasarkan milik etnik atau agama di nusantara ini, merupakan konsep keliru dalam mengajegkan NKRI yang diproklamasikan oleh fouding father bangsa ini. Tokoh Mr. I Gusti Ketut Pudja merupakan tokoh sejarah (pahlawan nasional, pengakuan tahun 2011) yang menyadaarkan PPKI (Piagam Jakarta), dengan usulan bunyi sila pertama seperti yang dijadikan Dasar Negara NKRI (17-08-1945). Kesadaran minoritas ditunjukkan dalam detik-detik pendirian NKRI. 

3. ISIS dalam Perspektif Ideologis

ISIS memiliki peluang dijadikan ideologi oleh kelompok Islam fundamentalis, dengan demikian kewaspadaan  terhadap ideologi ISIS sangat beralasan di Indonesia. Jika salah dalam mengelola kebersamaan atau panyamabrayaan ini dapat berdampak terjadinya keretakan ke dalam. Belajar dari sejarah Bali Utara di Pura Gamburnglayang (Kubutambahan) ditemukan kebersamaan dalam memuja junjungannya masing-masing dalam sebuah alaman Pura secara bersama-sama yaitu Ratu Sundawan (Sunda), Ratu Mekah (ISlam), Ratu Ayu Subandar (Cina), Ratu Pingit (Hindu). Pura dengan ratu mekahnya banyak ditemukan tersebar di Bali. Hal ini menunjukkan agama itu sendiri memiliki sistem pemujaan tersendiri, tetapi dapat bergabung dalam satu atap, dan kemudian manusia dengan ideologinya mengatasnamakan agama sebagai pemisah anatar dan inter umat beragama, padahal sebelumnya dapat menjadi pemersatu (Ketuhanan yang Maha Esa). Budaya agama yaitu budaya yang dikaitkan dengan agama menjadikan manusia pemeluk agama menjadi saling bermusuhan satu dengan yang lainnya. Ideologi Pancasila sesungguhnya "agama" yang berusaha menyatukan perbedaan itu. Agama pasar dan budaya agama menjadikan agama itu sama-sama dijadikan alat untuk menanamkan permusuhan antara agama satu dengan yang lainnya. Seperti ISIS menjadi agama Islam sebagai ideologi dalam mewujudkan keinginan aktornya. 

4. Simpulan 
Agama seharusnya dapat menjadi pemersatu antarumat beragama, tetapi dalam kenyataannya menjadi alat mewujudkan ideologi politik elite agama, dengan alasan membela agama membunuhpun dibenarkan, padahal agama adalah untuk memberadabkan manusia yang lebih kejam dari binatang ketika sudah bersentuhan dengan ideologi penguasa. Bangsa Indonesia yang mengakui 6 agama secara resmi, menjadi sangat riskan kalau dimanfaatkan oleh kelompok berkepentingan (politisi) di Indonesia, terutama kapitalisme dan hegemoni kekuasaan (politik agama).  


















0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda