Minggu, 13 September 2015

Memahami Babad Sebagai Sumber Menulis Sejarah

1. Pengantar

Babad sesungguhnya sejarah tradisional yang pengerjaannya di Bali memang diperuntukkan klan pemilik babad, terutama terkait dengan wangsa-wangsa yang ada di Bali. Oleh karena itu perpsketif penulisan babad  memang sangat subjektif, dan sarat kepentingan untuk memosisikan masing-masing klan pada kedudukan sosial yang sangat tinggi dan tidak ada cacat. Terutama posisi yang ditugaskan oleh raja dalam kerajaan yang menugaskannya untuk membuat babad klan tertentu di Bali. Babad hampir sebagiannya adalah berbau mitologi yang kebenarannya tidak masuk akal tetapi dilengkapi dengan berbagai bisama dan kutukan agar tidak dilanggar, karena kalau dilanggar dapat memunculkan malapetaka bagi klan yang melanggar apa yang diceritakan dalam babad tersebut.

Dengan uraian singkat itu maka menjadi masalah menarik, bagaimana seorang dapat memanfaatkan babad sebagai sumber dalam penulisan sejarah, karena diwarnai oleh subjektivitas dan larangan pelanggaran terhadap apa yang disebutkan di dalam babad klan tertentu di Bali? Masalah ini sangat menarik untuk dijadikan bahan diskusi dalam tulisan kecil ini.

2. Asal-usul Babad

Babad banyakan berisi tentang silsilah suatu wangsa yang ada di Bali. Perbabadan mulai mucul pada zaman pemerintahan Dalem Watu Renggong (Batur Enggong) berkedudukan di Gelgel, dari tahun 1460-1550-an (Pertengahan abad ke-16). Beliau memerintahkan agar seluruh wangsa yang ada di Bali masing-masing membuat sebuah babad (silsilah) untuk ketrurunannya masing-masing. Dalam Simpen (1989) disebutkan perintah ini dikeluarkan pada hari "Selasa Keliwon, Kurantil, penanggal 13, sasih kapat , tahun 1543 M. Sejak itu terbitlah beberapa babad di Bali, misalnya: Babad Dalem, Babad Ksatrya, Babad Brahmana, Babad Arya, Babad Pande, Babad Pasek KayuSelem, dan sebagainya.

Ada pula babad yang dibuat untuk sebuah kerajaan, seperti misalnya Babad Buleleng (Museum Bali, kitab No. 435) ditulis dengan Bahasa Jawa Tengahan, dan Bali Tengahan dengan huruf latin, kemudian dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Simpen AB, tahun 1989.

3. Babad dalam masyarakat di Bali

Babad dengan demikian asal usul dan tujuan pembuatannya dapat ditetapkan beberapa pandangan dasar sebelum memahami babad sesungguhnya, sebagai bahan patokan berpikir dalam memahami isi babad untuk dapat dipetik menjadi fakta, agar tidak membuat sejarah menjadi babad modern.
a. Tahun babad sudah jelas pertengahan abad ke-16
b. Pahami Jiwa Zaman dan Ikatan Budaya Zaman yang mengungkung penulis babad, dan kemungkinan variasi lainnya seperti politik, Agama, tekanan dan sebagainnya.
c. Mengaitkan kebenaran dengan berbagai situasi sehingga yang kebenaran ecil menjadi besar kalau dipentingkan oleh klan pemilik babad.
d. Mencari asal-usul leluhur dengan "berayah Dewa" dengan demikian klan adalah turunan orang terhormat, sakti, dewa, dan tidak boleh ada cerita mencedrai karena "dipandang sebagai dewa" turun ke dunia. Iini sesungguhnya dalam babad dijiwai oleh budaya kultus dewa klan, kultus dewa raja (anugrah raja), dan melekat budaya Melayu Austronesia (leluhurnya sakti mantraguna), ditunjukkan dengan berbagai persoalan yang pernah dialami oleh leluhurnya sebuah klan.
e. Kejadiannya tidak dapat dilacak sepenuhnya dengan pertanyaan 5 W+ H (Who, where, when, why and  how, and) secara faktual.
f. Disakralkan oleh klan yang memiliki babad tersebut, di tempatkan di Merajan dengan sistem pengamanan yang ketat, walau tidak seketat Prasasti yang menyangkut hak-hak yang diberikan oleh kerajaan, terutama terkait dengan tanah dan kemerdekaan, dan pajak serta kewajibannya. .

4. Penggunaan dalam menjadikan fakta untuk menulis sejarah

Penulis harus memanfaatkan kepekaan sosial, kritis, dan berpegang pada beberapa prinsip pemahaman babad. Dengan melakukan kritik sumber yang sangat hati-hati. Penulis harus dapat memahami arti yang ada di balik apa yang dituliskan secara tersurat (sujektivitas sangat tingg), karena sarat kepentingan meninggikan klan.

Kedudukan politik di dalam kerajaan sangat menentukan dalam menuliskan babad, apakah klan itu bagian raja, dan menjadi bagian penguas di kerajaan; atau sebaliknya merupakan oposisi dari raja. Pro dan kontra dengan kerajaan menentukan isi dan alur dari babad yang ditemukan.

Apa yang disebutkan masih membutuhkan konfirmasi secara ketat apakah memang demikian adanya, atau sebaliknya. karena buruknya jarang ditulis, dan disampaikan dengan mengaitkan dengan kesalahan, kutukan, melanggar perintah raja dan sebagainya.

Silang singkalut terjadi karena babad itu dibuat dalam perjalanan klan dan kedudukan di kerajaan pun pasang surut, dengan demikian terjadilah berbagai dinamika di era globalisasi ini, karena banyak politisi dan pengusaha sukses mencari babad baru dan melegitimasi kedudukan tradisionalnya dengan babad itu, yang sesungguhnya karena kekuasaan (politik, ekonomi, sosial, dll) dapat meproklamirkan diri dalam klan tertentu dewasa ini. Jarang ditemukan orang berbali dari kasta yang sudah terhormat ke klan yang rendahan. Misalnya seoarang Arya berubah menjadi pasek. Contohnya, mana mungkin seorang penduduk Wed desa pakraman Desa Bali Aga ujug-ujug muncul menjadi Arya Mojopahit (Bongkol-Ngalih Muncuk), kalau sebaliknya okelah.

4. Simpulan
Pemanfaat babad dalam menul;is sejarah tidak salah, tetapi perlu hati-hati dalam mengupas kebenarannya.
Babad memiliki tingkat releabilitas yang rendah dalam menulis sejarah. Sedangkan Prasasti adalah jauh lebih baik dan objektif, karena tidak dapat digandakan dengan mudah, karena Tambra sasti, perubahan harus mendapat ijin dan disahkan oleh pembesar kerajaan (Hegap, 13/09/2015)







0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda