Rabu, 06 Januari 2016

KARAKTER BANGSA INDONESIA

KARAKTER BANGSA INDONESIA WAJIB KEMBALI KE AKAR SEJARAHNYA

1. Pendahuluan 

Adegium "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya", bagi bangsa Indonesia hendaknya jangan hanya dijadikan wacana politik, tetapi diharapkan menjadi wacana tindakan, dalam pembentukan karakter bangsa Indonesia. Good will penguasa baru selalu ingin beranjak memperbaiki anak bangsanya dengan mewacanakan perbaikan karakter bangsa Indonesia, sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Seperti Jokowi mwngistilahkan dengan Revolusi Mental, untuk mengatasi kemandegan bangsa dalam perubahan yang diinginkan, terutama membangun bangsa berkarakter kerja, disiplin, mandiri (berdikari dalam politik, kebudayaan, ekonomi) dan sebagainya. Dari latar belakang itu apa aksi yang diambil agar mengakar pada kepribadian bangsanya? Pertanyaan ini sangat penting diajukan agar kita dapat memperbaiki bangsa secara menyeluruh, dimulai dari mengisi memori bangsa secara kolektif, kemudian bertindak secara kolektif, sehingga menghasilkan karakter secara kolektif. Memori kolektif bangsa itu hanya ada dalam sejarah, tidak dapat ditemukan secara utuh dalam ilmu humaniora lain. Bagaimana logika dan argumentasi yang melatari pernyataan saya ini.

2. Sejarah Tidak Pernah Bohong

Sejarah tidak pernah bohong, dimaksudkan peristiwa secara "res geste" berupa kejadian yang sekali terjadi setelah itu tidak terulang kembali adalah sebuah kenyataan sejarah yang tidak pernah bohong, dan tidak dapat direkayasa oleh manusia, karena terjadinya dilatari oleh berbagai kejadian sebelumnya sehingga peristiwa itu terjadi. sedangkan yang banyak dipandang bohong, adalah cerita sejarah yang khusu dibuat untuk kepentingan penguatan kekuasaan, kepahlawanan, peran, dan kedudukan dalam peristiwa sejarah, sehingga dapat dibuat cerita sejarah yang memosisikan kepentingannya dalam cerita sejarah itu. Cerita sejarah sebagai sebuah cerita akan ada beribu-ribu cerita terkait dengan peristiwa yang terjadi sekali itu, bahkan makin jauh dari zaman kita jejak aslinya makin mengurang dan makin menghilang sesuai dengan usaha manusia dan penguasa kemudian menguatkan dan meyakinkan pembacanya. Dengan kepentingan memori yang membacanya teideologikan sesuai dengan kehendak sang penguasa dengan menggunakan sejarawan organis penguasa. Dari situ dapat dipahami mengapa kurikulum sejarah, sejak zaman Orde Baru sampai zaman reformasi ini tidak pernah bereformasi. 

Jawabannya karena penguasa Orde baru dengan sisanya yang masih kuat di era sekarang memang menggunakan sejarah sebagai dasar penguatan kekuasaan secara hegemonik. Belajar dari sejarah Orde Baru, seharusnya orde belakangan harus menulis sejarahnya kembali sehingga perubahan zaman dapat terjembatani melalui pemerintahan yang baru. Dalam sejarah tidak ada jiwa zaman yang stagnan, jiwa zaman terus berubah sesuai dengan perkembangan ikatan budaya zaman yang terjadi. Seperti kata Cruss setiap zaman akan menuliskan cerita sejarah bangsanya kembali, sesuai dengan karakter bangsa yang diinginkan, sejarah bangsa itu adalah satu-satunya yang dapat dijadikan bahan untuk membentuk karakter bangsa bersangkutan. Tentu pembentukan karakter tidak seperti membalikkan telapak tangan, karena membutuhkan minimal satu generasi untuk membentuknya. Misalnya melalui pendidikan sejarah dari TK sampai PT, bahkan sampai CPNS/Swasta Nasional yang memang dipandang  mengatas namakan bangsa dan negara Republik Indonesia. Bagaimana Korea dan Jepang serta Amerika demikian majunya negara tersebut, bukan mensyaratkan Bahasa Inggris (TOEPL) sebagai kewajiban dikuasai dalam peemrintahan dan perusahan nasional negara tersebut, tetapi tes pemguasaan sejarah nasionalnya. Harapannya adalah ketika mereka memiliki segalanya setelah menjabat maka karakter bangsanya tidak ditinggalkan, manusia negara tersebut tetap menjadikan sejarah bangsanya sebagai soko guru dalam mengambil kebijakan politik, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Sejarah adalah dijadikan dasar berpikir untuk mengambil keputusan dalam segala hal. sejarah pribadi kita, umumnya menggunakan pengalaman pribadi kita sebagai dasar untuk mengambil keputusan yang tidak konflik dengan kepentingan pribadi, demikian sebaliknya keputusan yang bersifat kolektif, harus diambil dari pengalaman kolektif bangsa itu. Itulah karakter bangsa yang diharapkan oleh NKRI yang memiliki latar bekalang berbhineka dalam segala hal. 

Keberagamannya dalam agama misalnya baru akan dapat dipahami kalau belajar sejarah, bahwa semua agama-agama besar di Indonesia itu adalah barang import (maaf istilah ekonomi digunakan dalam zaman kapitalisme barat sudah menjadi ideologi negara kita). Demikian juga bangsa ini akan tahu dan memiliki kesadaran bahwa "Agama Asli Indonesia/bangsa Melayu Austronesia" yang sudah berkembang sejak zaman Megalithicum (zaman batu besar) kita animismekan dan dinamismekan, bahkan disirikkan, sebagaimana dikehendaki oleh ideologi agama besar kita bahwa tidak boleh ada agama dan kepercayaan lain tersisa, sehingga dapat berkembang dan tidak terganggu oleh kepercayaan lokal. Dengan demikian barang luar itu akan menjadi nomor satu dan tidak ada bandingannya. Seperti barang kalau ada satu, maka pasti barang itu yang nomor satu, mengapa di Jepang jumlah penduduk beragama bisa tercatat tiga kali lipat dari jumlah penduduk keseluruhan? tentu mudah dijawab, karena di Jepang bebas beragama dan boleh beragama lebih dari satu sesuai dengan kepentingan manausia dalam berhubungan dengan Sang kaliknya. 

Dalam kaitannya dengan etnik, mengapa sebuah etnik merasa dirinya beridentias Islam, Hindu, Kristen dan sebagainya, mengapa etnik nusantara dikaitkan dengan agama yang dianutnya? padahal semuanya itu adalah datang dari luar bumi nusantara. Semuanya itu karena ada ambisi dari bangsa Indonesia untuk melakukan hegemoni dan dominasi dengan penduduk lokal agar menjadi pendukung agama dan ideologi yang terkandung di dalamnya serta budaya agama yang muncul di dalamnya. masalah kritis dalam keberagamaan dan keberbangsaan kita terletak pada kebhinekaan itu, dan yang paling riskan konflik adalah terideologikan oleh agama besar yang datang dari luar, dan memusuhi ideologi lokal yang sudah diajarkan oleh leluhur bangsa ini secara turun-temurun. Terutama budaya dan ideologi penghormatan pada roh leluhur, beserta saktinya yang sudah menyejarah, dilunturkan oleh sistem religi baru dengan tidak memberikan bersekutu dalam pemujaan dengan memberikan wacana baru yang sangat negatuf, seperti musrik, berhala, agama bumi, samawi dan sebagainya. Dalam sejarah diketahui, bahwa tidak ada agama yang ada di dunia ini kitab sucinya ditulis langsung oleh nabinya, semuanya ditulis kemudian. Budaya tulis dan budaya membukukan itu adalah budaya yang ada pada tingkat peradaban manusia dimana pilsafat politik, budaya, ekonomi, dan sebagainya sudah berkembang, sehingga pikiran penulisnya mau tidak mau pasti ikut di dalamnya. Di sinilah penting adanya dogma, pemitosan, baik secara hegemonik maupun dominatif untuk memaksakan pada generasi mudanya agar mengikuti ideologi generasi pendahulunya. 

3. efilog

Sejarah adalah senjata ampuh untuk membongkar ketidak adilan struktural, dan ketidak benaran ideologis yang dipaksakan oleh generasi pendahulunya untuk mengikutinya agar struktur dan kultur yang telah ditanamkan dengan kehendak (idealis) menjadikan generasi anak bangsa ini semakin baik. Di sinilah pertanyaan kritis yang harus disampaikan, yang lebih baik itu, dan nyamann itu yang tua atau yang muda; yang mewariskan atau yang diwarisi? Pantas saja yang populer adalah kenakalan remaja, dan tidak pernah ditemukan kenakalan orang tua, kecuali bagi segelintir orang yang mau berpikir historis, sebagai alat ukur kemana bangsa ini di bawa di masa depan??????
Jadi mendesak pendidikan sejarah nasional dijadikan mata pelajaran utama dan diuji nasionalkan, dan dijadikan alat ukur keindonesiaanya, disamping kecerdasan yang selama ini sangat dibangga-banggakan. jangan heran pula kalau seoarng sebaik apapun setelah besar dan berkuasa menjadi koruptor, karena mereka lupa akan sejarah bangsanya, dan dia telah berpikir seperti orang asing dan bahkan mencari kekayaan bercita-cita hidup di luar negeri. Semoga pikiran ini tidak ditanggap aneh-aneh, kecuali dalam koneks perbaikan masa depan bangsa Indonesia yang tetap dalam NKRI dan Ideologi Pancasila. 





0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda