Jumat, 11 September 2015

Mengerti Sejarah

Sejarah harus dipahami: (1) Sejarah sebagai peristiwa, event, kejadian; yang telah terjadi dan terjadi hanya sekali dan tidak dapat diulang lagi (enmalig). (b) Sejarah sebagai cerita peristiwa yang sudah terjadi, sehingga peristiwa itu makin hari makin mengabur dari ingatan manusia, bergantung dengan perjalanan waktu,      
kekuatan bukti, dan urgensinya dikaitkan dengan kelompok sosial-politik yang berkepentingan terhadap eksistensi sebuah peristiwa itu.

Sejarah Akademik adalah merupakan kajian mengenai berbagai peristiwa di masa lalu yang masih memiliki bukti, jejak, artefact yang dapat dibuatkan cerita sejarah. Karena cerita sejarah adalah cerita berfakta, maka persoalannya adalah bagaimana fakta itu dibuat dan dirangkai agar menjadi cerita sejarah yang menggambarkan secara naratif peristiwa sejarah itu, karena sesungguhnya masa lalu itu adalah misteri yang hanya dapat dipahami lewat artefact yang tersisa. jadi "no artefact no history". Hanya adanya artefact dapat dijadikan certita sejarah. Tentu artefact itu harus diuji keabsahannya. (kritik sumber internal dan eksternal). 

Dari pemahaman itu, kronologis, bukti, artefact harus dibedakan mana bukti kuat sehingga menjadi fakta keras dan mana fakta yang lemah. sebagai contoh "bagaimana memahami sebuah "kekacauan jiwa manusia dalam menanggapi isu lautan airnya bah yang memunculkan kenyataan bahwa penduduk berlarian ke gunung untuk menyelamatkan diri" tentu pernyataan yang dapat dibuat dengan menggunakan "Ilmu Jiwa Massa" dapat dipahami, apakah dapat dibuat pernyataan sehingga menjadi fakta keras. Mungkinkan sebuah peristiwa yang demikian bersilang-singkalut dapat diurut dengan kronologis yang sesungguhnya?
dalam konteks itu jawabannya ada mengatakan bahwa dengan bantuan Ilmu Sosial dapat dijelaskan dengan baik, sehingga muncul sejarah struktural (sejarah ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, dll.). 

Keyakinan di atas diragukan oleh teoretisi poststruktural seperti Foucault. Sejarah dengan demikian bukanlah kontinuitas dalam konteks waktu, tetapi bersifat diskontinuitas, patahan, seri, ambang, dan transformasi. Dengan demikian bentuk narasi sejarah bukanlah harus kronologis, dan kontinuitas, karena secara teoretis kronologis itu dalam kenyataannya keitka cerita sejarah ditulis menjadi bersifat imajiner. 

Dari uraian diatas bukankah sejarah kontinuitas dan kronologis itu adalah sudah mengalami kematian?

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda