Rabu, 18 Januari 2017

Genealogi Buleleng

Buleleng dan Pura Ulun Cari di Pura Bale Agung Buleleng

1. Pengantar

Ginantra membuat sejarah Buleleng mengkontruksi nama buleleng dari Jagung Gembal yang dicengkaram oleh Patung Singaraja, masih memberikan peluang untuk ditafsirkan nama buleleng itu, karena didekonstruksi dengan asosiasi jauh dari kenyataan budaya masyarakat yang ada di Bali Utara. Butuh alternatif lain dalam mencari asal-usul nama Buleleng.

2. Kronologis Pendirian Pusat Kerajaan

Secara hstoris kronologis berdirinya Buleleng sebagai pusat kerajaan yang dibangun oleh Sinuhun Panji Sakti, dapat dirunut dari perjalanannya ke Bali Utara pertama-tama mengalahkan Pungakang dandang Gendis berpusat di Desa Panji, yang tempat tinggalnya masih dijadikan Pura Pejenengan di bagian Pura Desa Panji sampai saatini. Selanjutnya setelah mendapatkan kekayaan dari hasil "tawan karang" kapal dagang Dompu Awang di Pura Penimbangan Pusat Kerajaan dipindahkan ke daerah Sukasada (di Utara Puri Sukasada) yang ada sekarang.

Dari Sukasadalah Panji Sakti membangun "pasukan taruna goak" yang direkrut dari para tokoh sakti desa Bali Ada yang ada di Bali Utara.Terutama tokoh-tokoh sisa kekuatan pasukan inti dari Cili Ularan yang tersebar di Bali Utara, karena tidak melanjutkan penyerangan keduanya ke Blambangan, justru jumenek di Bali Utara.

Beberapa Jejak Cili Ularan yang dapat diketahui (1) di Ularan, (2) di Busungbiu (Busung Megelung) dengan pasukan 'Buaya Mangapnya", didominasi oleh Pasek Toh Jiwa sebagai pasukan inti dari Cili Ularan, (3) di Sidatapa, dengan adanya Pura Cili Ularan, (4) di Kala Paksa, (5) di Patemon, mengkoptasi (Bingin Kaput Kendal Gusti Arya Tegeh Kori),  (6) di Pengastulan awal pembuatan persembahyangan nyawang ke daerah asalnya di klungkung, (7) di Tamblang, terkenal dengan tokohnya bernama Tamblang Sampun ( Ki Tamblang bernama Sampun). Ada klen Banjar Tegehe di Asah Badung (kemungkinan tegeh berarti kelompok pejabat pada eranya), karena ngelong keksatriyaan, tidak jadi berperang ke Jawa-Blambangan, namanya akhirnya tidak ada gelarnya. Penandanya masih dapat dikenali, pertama orientasi persembahyangannya masih kebujangga (waisnawa), masih menjalankan tradisi Rsi Markandeya (banten kuno, berbasis Pedapa/kanda empat dewa), kerisnya masih berasosiasi dengan gegelaran pengikut Cili Ularan yaitu Wisnu Bhuda, memuja perang dan keteguhan, karena pasukan.

Sisa-sisa kekuatan Cili Ularan inilah yang diketahui dari tokoh Tubuh Salah (Tebu Sala) dalam sejarah lokal Buleleng terutama berbasis babad. secara konteks, teks-teks yang digunakan masih berbau historis, walaupun ceritanya sudah disesuaikan dengan kepentingan tokoh dan kepengikutan selanjutnya. Kalau dilihat dari nama Sepang (Siepang menurut folklor di Sepang), sangat cocok dengan pasukan kesatria yang tidak jadi berpeang (pantang/arakiri di Jepang).

Kenyataan sejarah ini telah dikonstruksi menjadi cerita folklor baru sesuai dengan pengaruh pemojopahitan (pengelgelan) zaman Dalem Ketut Ngelesir yang memaksa seluruh Desa Bali Aga agar mebalik sumpah dengan ritual potong kerbau untuk proses penyiwaan yang menjadi agama kerajaan pada zamannya.

3. Kehebatan Panji Sakti

Sebagai seoarng raja keturunan Dalem Sagening, dan dihadiahkan pada Jlantik Dogol, kemudian dikembalikan lagi ke kerajaan, kemudian diutus ke Bali Utara (kata lain diusir ke Bali Utara) mencari kakiangnya (Raja Gobleng I Gusti Agung Gobleg) yang kemungkinan terbesar bernama Panji Landung yang menerima dalam perjalanannya di Asah Gobleg, yang dibabadkan bahwa di Asah Gobleg itu dia ditunjukkan daerah kekuasaannya ketika jadi raja kelak. Walaupun secara kontekstual pembuatan babadnya terjadi kemungkinan setelah beliau berstana di Sukasada, bebrati cerita Panji Landung (Panji Sangat Tinggi/penguasa utama) dikonstruksi kemudian.

Kejayaannya ketika memerintah di Sukasada, pembentukan pasukan dari desa-desa tua, seperti dari Desa Menyali (tempatnya belajar Ngelmu Manik Sakecap), Bulian (tempat mendapatkan anugrah Juuk Linglang ( dimitoskan dapat menghidupkan orang sudah meninggal), dan daerah sisa-sisa pasukan yang telah mentradisi di Bali Utara di bawah Cili Ularan.

4. Penyerangan Blambangan

Panji Sakti sudah dapat menguasai Blambangan pada zaman keemasannya, dalam perang Blambangan ke-2 dia sudah tua, sedangkan dalam perang itu anaknya bernama Danuresta gugur di medan perang di Blambangan. Kematian anaknya inilah mengakibatkan beliau kehilangan hasrat untuk memperluas kerajaannya.

Kegalauan Hati Panji Sakti, diisi dengan melakukan perenungan, semedi, dalam sebuah gubuk kecil lokasinya di Pasar Buleleng sekarang itu.  Kerajaannya sering ditinggalkan dan kesehariannya banyak waktu diluangkan untuk semedi di ujung timur Pura Bale Agung Buleleng sekarang, dulu hanya ada sebuah 'Pura Ibu yang leleng karena digerus aliran air pematang (Ulun Carik). Peleban Carik itu, merupakan carik kerta massa pada siklus ritual Purnama Kapat, sedangkan subak atas ada pada siklus Purnama Kedasa.

Ketika ada rakyatnya mencari rajanya dalam urusan kekuasaan yang begitu luas pada zamannya, maka "Pura Ulun Carik yang berupa Ibu Leleng itu dijadikan penanda/petunjuk bagi rakyat elit kerajaan mencarinya.

Simak dialog berikut:

A. diceritakan ada seorang Punggawa mencari raja Panji Sakti ke Sukasada, koordinasi masalah pajak kearajaan, maka dia akan bertanya pada penjaga Puri di Sukasada sbb.
"Naweg Paman Patih, dimana Sinuhun Gusti Panji Sakti sekarang?

B. Dijawab oleh orang Puri sbb.
"Ih Cai Paekang sayang (Punggawa) kema alih Sinuhn Panji Sakti Gusti Caine, beneg kelod uli dini, nyanan nepukin "Pura Ibu Leleng", ngelod kanginan adanya pondok cenik ditu, tepukin cai ba gustin caine suksut ring kayun melantaran antuk pianak ipun abatun bulian seda ring rana Blambangan Jawi".  

Lama kelamaan daerah itu terkenal dengan sebutan 'Buleleng" berasal dari kata Ibu Leleng. Pura inilah kemudian dikembangkan menjadi Pura Kerajaan, setelah dibangun Buleleng itu menjadi Pusat Pemerintahan. Bangunan Tugu (Ibun Carik) selanjutnya menjadi tradisi tersendiri di Bali Utara, yang berkampid (bersayap) secara mistik saudara empatnya Sinuhun PanjiSakti, diasosiasikan untuk dapat terbang ke Jawa untuk melayat roh anaknya di Blambangan Jatim.

Sebagai Jan Banggul dari Pura Bale Agung itu, adalah Pasek Bale Agung, Pasek sama dengan Paku, Hamengku, Pakubhuwono di Jawa, tentu seorang Patih Handalan, sehingga tidak salah Rai Srimben diberikan Gelar Gusti Ayu oleh Soekarno. Hal dapat dibuktikan Pekarngan rumah pengempon utama/ jro mangku (puro hito kerajaan ketika itu) memiliki saluran langsung masuk pura dari pekarangan rumahnya.

5. Simpulan

Nama Buleleng secara genealogis dalam konteks historis dan relegis sangat sesuai dengan kenyataan psikologis Sinuhun Panji Sakti ketika itu.  Pura Bale Agung, Tugu Mekampid, dan Pasek Bale Agung sangat erat kaitannya dengan Panji Sakti, keberadaannya mulai jumenek di daerah Buleleng itu setelah penyerangan Blambangan 1679 (aba ke-17). 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda